BAB 2

625 Kata
Dian makan dalam diam, ia harus mengisi tenaganya, agar ia siap menghadapi apa yang akan terjadi nanti. Sejujurnya ia ingin sekali cuti tahunan, agar tidak bertemu dengan laki-laki itu. Tapi apa daya, sang atasan saja tidak tahu entah kemana, bahkan hingga saat ini belum ada tanda-tanda masuk kantor. "Dek, mas antar ya hari ini. Mobil mas kan belum di ambil, mas nanti jemput deh," Tatang melirik sang adik. Ia menyudahi makannya, dan ia meraih air mineral di hadapannya. "Enggak bisa mas, mas pasti pulangnya malam," ucap Dian. Ia tahu saudaranya seperti apa, dirinya kenal dari orok. Masalahnya Tatang tidak pernah sekalipun pulang tepat waktu. Dirinya tidak kuasa menunggu hingga malam. Alhasil dirinya selalu pulang dengan taxi. Sahabatnya Rene juga tidak bisa ia harapkan, ini memasuki akhir bulan, sudah ia pastikan Rene lembur. Ada alasan yang sulit ia jelaskan kenapa dirinya tidak mau diantar, dirinya juga bisa pulang naik taxi tanpa mempermasalahkan itu. Tapi hari ini Liam datang, ia tidak ingin bertemu dengan laki-laki menyeramkan itu. Ia tidak bisa membayangkan itu, tiba-tiba laki-laki itu datang dan menghampirinya dengan leluasa menculiknya. Tamat sudah riwayat hidupnya, terkurung bersama monster. "Ayolah dek, sehari aja, mas janji deh langsung jemput," "Dek, penjemin lah, Kamu bisa pulang dengan Rene. Atau pakai mobil mama," ucap Ayah, laki-laki separuh baya itu menyumprut kopi di hadapannya. "Enggak bisa pa, Mama juga harus ketemu suplier, papa gimana sih. Kamu pulang naik taxi saja dek, enggak apa-apa kan. Kamu kan pulang jam empat, masih aman kok, itu juga masih siang," Dian mengedikkan bahu, ia memijit kepalanya, terjawab sudah ia tidak bisa memakai mobil mama, karena toko sedang ramai-ramainya. Ke dua orang tuanya memiliki usaha toko kain, yang telah dirintis sejak puluhan tahun. Toko kain, kian diminati, mulai mendapati hati pembeli. Kain-kain yang di hasilkan tidak hanya ada dalam negri, tapi juga luar negri. Bahkan ada beberapa designer ternama yang sudah menjadi langganan tetap. "Ini akhir bulan pa, Rene lembur, pulangngnya malam," "Yaudah, nanti papa yang jemput," ucap ayah, melirik putri bungsunya. Ucapan sang ayah memang sama dengan saudaranya Tatang. Jemput itu hanya ada di bibir manisnya saja, sudah lebih mirip calon legislatif yang berkoar-koar dengan janji-janji manisnya. Tapi nanti sore mereka merubah keputusan, dengan berbagai alasan sibuk, toko masih ramai, masih meeting lah. "Papa memang yang terbaik," Tatang bersorak gembira. Tatang mengedipkan mata kepada sang adik. Bibir Dian meju satu senti, mendengar penuturan sang ayah. Dirinya selalu menjadi yang ke dua, setelah sang kakak. Tatang yang bekerja sebagai manager sebuah bank Central, sangat tidak mungkin pulang sore. Ia ingin muntah mendengar kata ingin menjemputnya sore nanti. "Ya udah, Dian pulang naik taxi," dengus Dian, menegakkan tubuhnya dan melirik Tatang. Tatang memandang iris mata adiknya, ia tahu bahwa sang adik, menyuruhnya cepat berangkat. Tatang juga menegakkan tubuhnya, "Kita pergi dulu ya ma, pa," "Hati-hati ya sayang," ucap mama, melambaikan tangan kepada kedua anaknya. ********* Jujur saat ini hatinya tidak tenang. Ada perasaan resah dan gelisah menyelimuti hatinya sepanjang perjalanan tadi. Ia bersyukur bahwa atasannya tidak ada di tempat, karena atasannya sedang ke Kalimantan. Semua kerjaannya sudah selesai dari tadi. Sekarang dirinya hanya menunggu waktu pulang. Dian melirik jam yang melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 15.30 menit. Ia mengurungkan niatnya untuk memakai gojek untuk pulang nanti. Sekarang ia putuskan untuk pulang naik taxi saja. Dirinya akan mencegah taxi, yang melintas di depan kantor. Suara interkom berdering, Dian lalu mengangkat panggilan itu. "Iya, halo," "Lo udah pulang?". Ia tahu betul siapa pemilik suara cempreng di balik speaker interkom itu. Itu adalah Rene sahabatnya. "Belom, gue masih di ruangan," "Bentar lagi, gue turun ya, gue pantau dulu keadaan di luar, sampe lo aman," "Lo, masih ingatkan wajah Liam seperti apa," ucap Dian mencoba memastikan kepada Rene. "Ingatlah gue kan pernah lihat IG nya si babon itu, yang rambutnya gondrong itu kan, terus badannya tatoan, " Rene mengatakan kebenarannya, karena dia melihat akun i********: laki-laki bernama Liam. Foto-foto Liam menunjukkan betapa bangganya laki-laki itu dengan tato di seluruh tubuhnya. Banyak sekali yang mengomentari foto-foto Liam. Sebagian besar wanitalah yang mengomentari itu. Mereka banyak mengatakan bahwa "sexy", "tampan", "hot,". Oh Tuhan, sexy belah mana yang mereka lihat. Nyatanya laki-laki itu sangat menakutkan. Dian juga tidak habis pikir, akun i********: milik Liam bisa mencapai ratusan ribu. Lihatlah laki-laki itu bukan artis ataupun publik figur, kenapa bisa begitu banyak penggemarnya. Mungkin saja laki-laki itu telah beli follower, ia tidak percaya begitu saja, bahwa Liam memiliki banyak penggemar seperti. Herannya lagi, ada beberapa artis juga mengikutinya. "Oke," "Sip," sambungan interkom terputus begitu saja. Dian dengan cepat mematikan komputer, setelah itu ia mengambil tas di atas lemari berangkas. Ia mematikan lampu lalu melangkah keluar. Tidak lupa ia kunci pintu seluruh ruangan itu. Dian menunggu di dekat pintu, hingga Rene menghubunginya. Ia menatap penampilannya, rok sepan ini, membuatnya lemban bergerak. Jika ingin kabur-kaburan seperti ini, seharusnya ia tidak mengenakan rok ini. Kenapa ia baru memikirkan, setelah kejadian akan berlangsung. Ia pastikan besok akan memakai celana kain saja. Ponselnya bergetar, dan ia dengan cepat membuka notifikasi itu. Ia memandang layar ponsel, dan membuka pesan singkat dari Rene. Rene, "Di lobby, sepi, aman dan terkendali," Dian, "Serius?," Rene, "Seriuslah, gue sudah sisir satu per satu. Di parkiran, di lobby, di halaman depan, semuanya aman," Dian, "Terima kasih, gue langsung cabut sekarang," Dian tersenyum penuh arti, jika tahu situasi aman seperti ini. Dirinya tidak perlu resah dan gelisah seperti sepanjang hari. Sekarang ia merasa lega. Semoga saja pesawat yang di tumpangi Liam, nyangkut di pegunungan Alpen, atau masih transit di Dubai. Semoga saja laki-laki itu tersesat di Hongkong. Dian lalu berjalan menuju lobby dengan santai, tanpa perlu takut seperti tadi. Dirinya memang selalu parno jika berhadapan dengan laki-laki itu. Dian mengibaskan rambutnya ke belakang, ia berjalan dengan tenang menuju pintu lobby. Ia memastikan terlebih dahulu, ia mengintip ke kiri dan ke kanan, ia tahu bahwa Rene, telah menyelidiki kebenarannya. Dian berjalan menuju ke depan, ia akan menghentikan taxi yang melintas di jalan. Tanpa wanita itu sadari, sepasang mata, dari tadi menatapnya. Laki-laki itu tersenyum penuh arti, setelah melihat apa yang ia cari. Kini tepat di depan matanya. "I saw you,". *********
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN