Bab 16.

1343 Kata
Sandra berdiri menyandar dengan dua tangan bersedekap di depan d*da. Dia sudah berganti pakaian. Memakai kemeja lengan panjang milik Rion yang bagian bawahnya seperti rok saat ia yang memakai. Setengah pahanya tertutup. Sandra tidak mengalihkan pandangan mata dari sosok pemuda yang masih belum berhenti memukulkan kepalan tangannya ke benda yang menggantung di depannya. Padahal tubuh pemuda itu sudah berkeringat. Rambut yang lumayan panjang itu terlihat lepek, lalu badannya terlihat mengkilat—basah oleh keringat. Sandra menjilat bibirnya. Sialan memang Rion. Pria itu memamerkan tubuh indahnya di depan matanya. Ya … Rion yang sedang sibuk menggebuk samsak itu hanya memakai celana training panjang warna abu-abu, sementara tubuh bagian atasnya sama sekali tidak tertutup. Dia bertelanjang d*da—memperlihatkan otot-otot tubuh yang membuat liurnya hampir menetes. Tarikan napas dalam Sandra lakukan. Pemuda yang kelihatannya tegar itu menyimpan rasa sakitnya. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Rion dan keluarganya? Dia penasaran. Sangat. “Kalau begitu … apa kamu bisa membunuhku?” Sandra berdecak ketika mengingat pertanyaan yang Rion lempar dengan ekspresi wajah yang membuat bulu kuduknya meremang seketika. Sandra tidak menjawab pertanyaan tersebut sampai Rion akhirnya pergi meninggalkannya. Hembusan napas kasar keluar dari mulut yang sedikit terbuka. Mana mungkin dia bisa membunuh Rion. Dia mungkin jahat, tapi, dia bukan pembunuh. Dia tidak akan pernah melakukannya. Sandra menegakkan posisi berdiri. Melepas lipatan tangan kemudian mengayun langkah kakinya. Sandra berjalan menghampiri Rion. Berdiri agak jauh di depan Rion lantaran takut terkena ayunan samsak, Sandra mencoba mendapatkan perhatian Rion yang masih begitu fokus dengan benda di depannya. “Rion ….” Sandra memiringkan sedikit tubuhnya ke kanan—mencoba untuk mengalihkan fokus mata Rion. Namun sayang … gagal. “Rion … katanya kamu mau mengajakku pergi. Aku bosan di rumah terus,” kata Sandra mengingatkan janji Rion. Sandra menghentak karbondioksida keluar dari mulut ketika yang diajak bicara masih belum merespon. Dia kesal sendiri. "Ayolah, Rion. Ayo kita keluar dari tempat ini. Kita bersenang-senang, bagaimana?" Sandra menahan decakan ketika Rion masih belum mau mengalihkan fokus matanya. "Ayolah ... ini malam pertama kita. Apa kamu tidak ingin menikmati malam pertama kita?" Sandra menahan senyum setelah menyelesaikan kalimatnya. Berharap kalimatnya kali ini berhasil mendapatkan perhatian dari Rion. Namun ... gagai. Sandra menggelengkan kepala seraya mendesah. “Aku juga lapar. Kamu tidak memberi makan istrimu.” Kalimat itu ternyata berhasil menghentikan gerak pukulan tangan Rion. Sandra mengedip saat kepala Rion bergerak, bola mata pria itu bergulir hingga akhirnya mereka saling tatap. Sandra diam. Rion menurunkan tangannya, Pria itu menatap Sandra beberapa saat sebelum memutar tubuh. Rion mengayun langkah. “Ayo, keluar,” ajak Rion tanpa menoleh ke belakang. Pria itu menyambar handuk kecil lalu menggunakannya untuk mengelap wajah, leher kemudian tubuhnya. Sandra tersenyum. Gadis itu buru-buru menyusul Rion. “Tunggu di luar. Aku akan membersihkan tubuh sebentar,” ujar Rion seraya melirik ke samping. Dia bisa merasakan Sandra berjalan tak jauh di belakangnya. “Hmm ….” Sandra menggumam. Sandra berjalan sambil menatap punggung mengkilap di depannya. Tangannya terangkat. Gatal untuk menyentuh punggung yang terlihat keras tersebut. “Ada apa?” Sandra buru-buru menurunkan tangannya ketika Rion menoleh. Gadis itu memperlihatkan cengiran. “Ah, tidak ada apa-apa. Tadi ada lalat di punggungmu.” “Lalat?” tanya Rion dengan kedua alis yang sudah nyaris bertabrakan di kening. Pria itu menggeleng—terlihat tidak percaya. Mana ada lalat di dalam flatnya. Rion melanjutkan langkah menuju kamar mandi. Sandra membulatkan mulut untuk menghembus napasnya keluar. Gadis itu melanjutkan ayunan kaki seraya beberapa kali berjingkat sambil bersiul. Terlihat begitu senang seperti seorang anak yang baru saja mendapatkan mainan kesukaannya. Suara bel terdengar, membuat Sandra mengernyit. ‘Ada tamu?’ batin Sandra, sebelum detik berikutnya gadis itu memukul keningnya sendiri. Sandra kemudian berjalan cepat, setengah berlari ke arah pintu. Dia hampir lupa. Sandra segera membuka pintu. Gadis itu menoleh ke belakang lalu menghembus napas lega. Rion tidak terlihat. Sandra mengembalikan pandangan matanya ke depan. Gadis itu mengangguk saat pria di depannya memastikan alamat dan pemberi order. “Terima kasih.” Sandra menerima kantong plastik dengan tulisan nama restoran cepat saji yang gerainya ada di semua penjuru dunia. Setelah menerimanya, Sandra buru-buru menutup kembali pintu. Berbalik, bola mata sandra mengedar, sebelum kemudian gadis itu melangkah cepat. Sandra setengah berlari masuk ke dalam ruang makan lalu menghampiri lemari pendingin. Untung Rion belum keluar, batin Sandra sambil memasukkan kantong plastik ke dalam lemari pendingin. Sebenarnya dia sudah memesan makan malam. Namun ketika mendengar Rion memintanya menunggu—yang artinya pria itu akan mengajaknya keluar untuk makan malam, dia harus menyembunyikan makanan yang sudah ia beli. Jangan sampai Rion tahu dan mereka berdua tidak jadi keluar. Dia sungguh ingin bersenang-senang di luar sana. Menutup pintu lemari pendingin, Sandra terkekeh. Sandra langsung berbalik saat mendengar suara langkah kaki. “Kenapa kamu di situ?” Sandra tersenyum. “Barusan minum,” jawabnya seraya menarik ke atas kedua alisnya. “Kenapa belum siap-siap?” tanya Rion lagi dengan kening yang sudah memperlihatkan lipatan. Sandra bergerak kikuk. “Oh … iya. Lupa.” Mengangguk, Sandra langsung berjalan terbirit. “Kenapa aku mencium bau pizza?” Rion mengendus. Sandra yang masih bisa mendengar gumaman Rion secepat kilat berbalik, lalu berjalan menghampiri Rion. Menahan Rion yang sudah berniat mencari sumber bau lezet roti panggang dengan daging dan berbagai macam topingnya. “Rion … aku tidak punya pakaian di sini. Apa kamu punya celana yang bisa kupakai? Lihatlah ... aku tidak memakai celana.” Refleks Rion menurunkan pandangan matanya. Mengedip kala melihat hanya setengah paha Sandra yang tertutup. Mengalihkan pandangan matanya, Rion berdecak. “Aku tidak punya. Kecuali kamu mau pakai celana kebesaran. Kenapa juga kakimu sekecil itu?” Sandra mencebik sambil menatap kedua kakinya. “Kecil? Ini namanya langsing, Rion. Eh, Suami.” Sandra terkekeh melihat suaminya mendelik. Gadis itu berdehem. “Kamu harus bangga memiliki istri dengan tubuh yang ideal sepertiku,” kata Sandra sambil berpose memperlihatkan tubuhnya yang ramping. Rion mengibaskan tangan. “Sudahlah … tidak ada gunanya bicara denganmu. Kamu terlalu percaya diri. Kamu pikir kamu gadis paling cantik? Paling seksi?” Rion menggelengkan kepala. pria itu berbalik lalu mengayun sepasang kakinya. Sandra menghembus napas lega. Setidaknya Rion tidak melanjutkan pencariannya. Sandra mengendus beberapa kali lalu mengangguk. Baunya belum hilang. Gadis itu menggerakkan tangan seolah sedang berusaha membuang bau tersebut. “Cepat Sandra! Kamu bilang lapar. Aku tidak mau menemukanmu mati kelaparan besok pagi.” “Astaga. Mulutmu kenapa setajam itu, Suami?” Sandra berjalan seraya berdecak beberapa kali. “Padahal kamu itu tampan. Dasar menyebalkan.” Sandra memperhatikan penampilannya. Nama mungkin dia keluar tanpa memakai celana. Menggelengkan kepala, gadis itu kemudian masuk ke dalam kamar Rion. Dia akan mencari sesuatu yang bisa dia pakai untuk menutupi setidaknya pahanya. Rion yang sudah siap dengan kunci motor di tangan mendesah berulang kali. Menoleh, dan dia belum juga melihat Sandra. “Cepat, Sandra!” Rion berteriak dari ruang tamu. “Iya … iya ….” Sandra keluar dengan muka cemberut. Sedangkan Rion yang melihat penampilan Sandra langsung tergelak. “Jangan menertawakanku. Cuma ini yang bisa kupakai.” Sandra mendekati Rion lalu meraih sebelah tangan Rion. “Kita mampir ke toko pakaian dulu, ya?” “Atau ... kita ke rumahku saja. Aku tidak mau kamu malu karena penampilanku,” kata sandra sambil menurunkan pandangan matanya. Soal kemeja kebesaran yang dia pakai, itu hal kecil. Tidak masalah. Yang masalah adalah celana cargo pendek milik Rion, yang begitu ia pakai panjangnya jadi setelah betis. Aneh sekali penampilannya. “Sudahlah, tidak masalah. Kurasa tidak akan ada yang memperhatikanmu.” “Kamu yakin?” tanya Sandra tidak percaya. "Semua pria akan menatapku setidaknya dua kali," kata Sandra dengan penuh percaya diri. Rion berdecih. “Tentu saja aku yakin, karena di tempat itu banyak perempuan cantik yang menarik perhatian semua mata. Kamu tidak akan terlihat di tempat itu.” Sandra menatap Rion dengan mulut menganga. Beberapa detik kemudian, Sandra kembali bersuara. "Apa kamu juga tidak akan menatapku karena di tempat itu banyak perempuan cantik?" "Hei ... Rion ... Suami ...." Sandra melangka lebar mengikuti Rion yang langsung berjalan meninggalkannya. "Suami ... jawab pertanyaanku." "Rasa percaya dirimu itu terlalu tinggi, Sandra. Mungkin ... pria lain akan menatapmu dua kali. Tapi, itu tidak berlaku untukku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN