MANTAN ORGANIK 8 - BALIK KE MISI

1093 Kata
Ayu dan Andin pagi ini sudah berada di kelas. Mereka kemarin berhasil karena pada akhirnya Ajeng tak lagi marah kepada keduanya. Meskipun harus berbohong kepada kakak kelas dan juga Ibu dari Ajeng setidaknya hal itu bukan hal yang sia-sia. "Menurut lo gimana, Yu? Apa kita harus benar-benar ikut kemauannya Ajeng? Soalnya gue yakin deh kalau kita nolak dia bakal ngambek lagi." Andin bertanya pada Ayu sambil mengunyah kerupuk pedas miliknya. Ayu terdiam berpikir sejenak memikirkan apa yang dikatakan oleh Andin tadi. Ada benarnya juga, jika mereka menerima permintaan Ajeng, tentu saja sahabatnya itu akan kesal dan akhirnya mereka akan bertengkar lagi. "Iya juga sih, kalau kita nggak mau ikut pasti Ajeng akhirnya ngambek lagi. Masa kita harus bohong lagi?" Keduanya kemudian saling terdiam dan berpikir apa yang mungkin harus mereka lakukan jika Ajeng mengajak untuk ikut dalam rencana mantan organik. Andin menjentikkan jarinya ia sudah mendapat pencerahan atas pertanyaan dalam otaknya tadi. "Gini aja deh, kita ikutin aja dulu maunya Ajeng. Sekalian kita kasih tahu ke dia kalau apa yang dia pikirkan itu salah. Dunia ini emang banyak cowok-cowok jahat. Ajeng aja yang terlalu naif untuk memikirkan itu. Nanti kalau dia tahu kenyataannya nggak seperti yang dia lihat juga pasti nyerah." Ayu mengangguk menyetujui saran dari Andin. Dunia ini terlalu abu-abu bagi Ajeng yang selalu memikirkan bahwa segalanya itu putih. Padahal jelas kenyataannya tak demikian. Saat keduanya tengah membicarakan tentang Ajeng. Tiba-tiba gadis itu berjalan memasuki kelas dengan langkah riangnya. Perasaannya hari ini benar-benar baik karena kemarin ia bisa pulang bersama kakak kelas yang ia sukai. Ayu menepuk bahu Andin, memberitahu bahwa sahabatnya itu telah tiba dan kini sedang berjalan mendekat. Ajeng rasanya kepada kedua sahabatnya iya lalu mencubit pipi dua temannya bergantian. Benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat dengan kemarin. "Cie elah kelihatannya senang banget nih," sindir Ayu pada Ajeng yang kini tengah melepas dan merapikan laci meja. Ajeng tersenyum saja, kelihatan sombong banget padahal yang dia alami kemarin adalah karena usaha dua sahabatnya. "Ada yang lagi berbunga-bunga nih," Andin kini yang meledek Ajeng. Mendapatkan ledekan seperti itu biasanya Ajeng marah, namun kali ini ia tak banyak bereaksi selain hanya tersenyum-senyum manja. Di sisi lain ia tak mau kelihatan tak tahu diri dengan tetap marah kepada kedua sahabatnya. Karena mereka kemarin telah benar-benar membuat Ajeng bahagia. "Hmm … diem aja dia, Yu, malu-malu kucing," ledek Andin. "Apaan sih," Ajeng mengelak kemudian ia memilih menatap pada papan tulis Sementara saat ini di lorong Dafa baru saja tiba di sekolah. Ia melangkahkan kakinya seraya memainkan kunci motor di tangannya. Wajah anak itu sebenarnya terkesan dingin dan cuek, tapi memang jika boleh diakui Dafa memang ganteng. Dan itu jelas menjadi salah satu alasan kenapa Ajeng bisa terbucin-bucin pada seorang Kak Dafa. Masih melangkahkan kakinya di lorong kemudian seorang siswi menghampiri Dafa. Namanya adalah Sisil salah seorang anggota OSIS, murid populer, dan yang jelas menjadi banyak incaran bahwa siswa di SMA tersebut. Dari cara Sisil menghampiri Dafa bisa dipastikan bahwa anak itu juga menyukai Dafa. Langkah Dafa terhenti ketikan Sisil kini berdiri di hadapannya. Sisil berdiri sambil tersenyum. "Ngapain lo senyum-senyum?" tanya Dafa judes. "Nggak apa-apa. Hmm, gue boleh nanya nggak?" "Apa?" "Ada yang bilang ke gue kalo lo kemarin pulang sama salah satu adik kelas?" Dafa terdiam kemudian ia melirik pada Sisil dengan tatapan tak suka. Tentu saja ia merasa diinterogasi padahal rasanya Sisil tak memiliki hak untuk itu. "Terus kalau seandainya gue pulang sama adik kelas masalahnya apa buat lo?" "Yang nggak ada masalah sih dan gue cuma mau tau aja." Sisil menjawab mencoba membuat Dafa tak curiga ataupun marah. "Gue rasa itu bukan urusan lu deh. Misi ya gue mau ke kelas." Daffa kemudian segera berjalan meninggalkan Sisil dari tempat itu untuk segera ke kelasnya Sepeninggal Dafa, raut wajah Sisil menjadi berubah. Tak ada lagi senyum manis seperti yang tadi ia tunjukkan. Wajahnya berubah menjadi muram dan ia terlihat kesal dengan jawaban yang diberikan oleh Dafa. Jelas saja ia merasa bahwa apa yang diberitahukan oleh salah satu siswa itu bukan sebuah kebohongan. Dan melihat reaksi dapat Sisil malah menjadi cemburu seolah-olah Dafa melindungi adik kelasnya itu. Bel tanda istirahat berbunyi semua siswa berhamburan untuk menunjukkan kantin. Sama halnya seperti Ajeng Ayu dan Andin. Mereka juga kini sudah duduk di kantin. Dan tadi ketiganya sudah memesan makanan untuk mereka seperti biasa salah satu makanan favorit mereka bertiga adalah bakso. "Jadi, kalian seriusan mau bantuin gue di mantan organik?" tanya Ajeng. Dua sahabatnya itu bukan kepala. Seperti rencananya tadi bahwa memang keduanya ingin menyadarkan Ajeng bahwa apa yang ia pikirkan itu adalah sebuah pemikiran yang naif. "Ya, pokoknya kita ngikut aja deh gimana mau lo." Andin menjawab. "Iya terus sekarang kita nih harus gimana dan apa yang akan kita lakuin?" Kini giliran Ayu yang bertanya pada Ajeng. Ajeng berpikir sejenak tentang apa yang akan mereka lakukan untuk memulai misi mereka mengenai mantan organik. Tentu saja hal yang harus dilakukan pertama kali adalah mencari target. Dan gini aja tengah memikirkan siapa target pertama mereka. Ajeng lalu teringat seseorang. "Gimana kalau target pertamanya itu Dimas." Mendengar nama yang disebutkan oleh Ajeng membuat kedua temannya menatap dengan kaget secara bersamaan. "Dimas mantan gue?" Ayu bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Sementara di sampingnya Andin menganggukan kepala. "Iya Dimas mantan lo siapa lagi. Gua rasa dia target yang paling mudah karena lo Kan kenal secara langsung sama dia. Dan Kita bisa mulai mata-matain dia besok. Gimana?" Andin dan Ayu saling tatap mereka sebenarnya heran juga dengan target pilihan Ajeng. Tapi pada akhirnya keduanya mengangguk saja. Mereka setuju dengan pilihan target dari sahabatnya itu *** Misi pertama dimulai pagi-pagi sekali ayang sudah rapi ia berjanji pada Ayu dan Andin akan bertemu di salah satu mall. Ajeng menyiapkan diri dengan cukup sempurna ia bahkan memakai sebuah topi dan juga kacamata dan jaket besar yang menutupi tubuhnya. Ia takut jika diketahui dan dikenali oleh Dimas. Maka ia menyiapkan penampilan yang tak seperti dirinya. Istilahnya penyamaran dengan modal ala kadarnya. Gadis itu kini berdiri di depan sekolah. Tentu saja dengan penampilannya seperti itu membuat Ajeng jadi perhatian beberapa orang yang melewatinya. Ia lalu melihat kedua sahabatnya yang berdiri dengan bingung mencari Di mana keberadaan Ajeng. Melihat itu Ajeng tersenyum geli iya yakin bahwa penyamarannya kali ini benar-benar sukses. Gadis itu lalu berlari menghampiri Andin dan Ayu. Dua-duanya sedikit terkejut melihat aja nggak mengenakan pakaian aneh seperti itu. "Lo ngapain sih?" Ayu bertanya. "Ini kan gue lagi nyamar. Kalian aja nggak kenalin gue." Ajeng menjawab dengan bangga. Kedua sahabatnya hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Ajeng. "Udahlah cepetan udah jam segini," Andin mengingatkan dan mereka segera beranjak dari sana dan melakukan misi pertama. "Oke, let's go!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN