"Haduh! Sudah kubilang kalau contoh produknya harus dikirim secepat mungkin! Dera ngapain, sih?"
Seorang perempuan berambut pendek hitam sebahu menatap panik pada jam di pergelangan tangannya yang indah dan langsing, sementara tangan satunya memeluk beberapa pakaian yang terbungkus plastik bening.
Ia berlari sepanjang jalan trotoar menuju sebuah taman dan melewati orang-orang dengan sesekali menabrak bahu mereka. Peluhnya menuruni wajah cantiknya yang manis dengan bibir lembut merah ranumnya.
Anak-anak rambut sudah menempeli wajahnya yang keringatan, merusak sedikit pesona penampilannya yang memukau dan dewasa.
Wanita berpenampilan menarik ini memakai pakaian kerja formal berupa blazer orange senada dengan rok pencil sebatas lutut.
Mata hitamnya yang bagaikan butir mutiara hitam legam berbinar indah melirik kiri-kanan mencoba menghindari bencana yang bisa menimpanya.
"Maaf! Maaf! Permisi! Permisi!" ucapnya sembari menundukkan kepala kepada orang-orang yang mengomel karena diseruduk jalannya seperti banteng di celah-celah kerumunan pada pejalan kaki yang tengah bersantai.
Kebetulan hari itu adalah hari Minggu, jadi para pengunjung di sekitar daerah itu yang merupakan taman umum luas yang terletak di dekat sungai besar begitu berisik dan padat.
BUK!
Pakaian yang dibawanya terjatuh ke tanah berumput.
Untung saja hari itu cerah, sehingga hanya menjadikan pakaian yang berbungkus plastik itu sedikit kucel.
Kontan saja, wanita berusia 25 tahun ini memekik keras, "TIDAK! SAMPEL BAJUNYA! YA, TUHAN!"
Buru-buru pakaian yang berserakan itu dipungut cepat dalam keadaan panik.
"Apa kalian nggak punya mata, apa?!" lanjutnya dengan nada bersungut-sungut pada segerombolan anak-anak muda yang tengah lomba lari di taman itu.
Suara uhu keras dan tawa membahana terdengar dari kumpulan anak-anak muda tadi, mengejek sang wanita ini yang mulai merasa kesabarannya di uji ke batas tertingginya.
Dengan perasaan gelisah, ia pun segera bergegas kembali menuju tempat tujuan dengan memeluk kuat barang bawaannya.
Di dekat sebuah sungai besar, terdapat sekumpulan orang yang tengah melakukan sebuah pemotretan dengan 3 model hari itu: 2 wanita dan 1 pria.
"Ya! Oke! Pertahankan! Bagus! Bagus! Sekali lagi!" perintah seorang pria, memegang kamera yang mengarah kepada seorang wanita dan pria yang tengah sibuk berpose dengan latar sungai di belakanganya. Mereka berdua memakai pakaian yang terlihat sederhana tapi sangat stylish, santai, hangat, dan nyaman.
"Oh! Hana! Akhirnya kau datang! Cepat, cepat! Kita harus segera menyelesaikan pemotretan hari ini dan mengirimnya ke toko yang mendesak untuk melakukan promo akhir tahun!" seorang wanita bertubuh mungil dengan pakaian casual dalam balutan jumper jeans dan kaos bergaris merah-putih, serta rambut diikat bermotif strawberry lucu di satu sisi kepalanya, berlari-lari kecil menghampirinya. Lensa kacamata bulatnya berkilau tertimpa cahaya matahari pagi itu.
"Tema kali ini adalah santai dan hangat, bukan?" tanya Hana dengan gerak cepat memilah baju-baju tadi di atas meja plastik lipat besar yang ada di sana.
"OKE! Saatnya ganti kostum! Setelah ini, kita akan pindah lokasi ke studio saja!" teriak pria yang memotret tadi, pria dengan rambut hitam pendek, terlihat profesial dan dewasa memakai kemeja putih yang dilipat sebatas siku, berpadu celana jeans hitam dan sepatu kets mahal.
"Apa? Pindah lagi? Untuk apa pindah lagi? Mereka minta fotonya nanti sore! Harus bisa dikirim sebelum pukul 5 sore hari ini!" protes Hana kesal, merasa perjuangannya membawa tumpukan pakaian melewati 3 blok dari tempat kerjanya menjadi sia-sia.
"Cahayanya kurang bagus. Tidak lama lagi sepertinya akan turun hujan. Sebaiknya kita bersiap untuk segera pindah," balas sang fotografer cuek, malas-malasan menanggapi perkataan Hana sembari mengecek hasil tangkapannya.
Pria ini selalu memiliki sikap angkuh dan sedikit ngebos, membuat darah di d**a Hana mendidih untuk kesekian kali bekerja sama dengannya.
"HEI! Seenaknya saja kamu bilang begitu, ya! Kalau mau pindah ke studio, kenapa harus menyuruh kantor membawa sampel kurang dari 10 menit? Apa kau tahu kakiku sakit gara-gara harus berlari ke tempat ini?"
"Hana! Sudah! Jangan mulai lagi!" tahan seorang pria tinggi berwajah manis, tampan, dan kece, berkemeja navy gelap dengan nada berbisik memohon, menjulurkan minuman dingin padanya, terlihat cemas melihat temperamen rekan kerjanya itu.
TUK!
Minuman itu melayang di udara, menghujani si pemberi hingga tertegun syok.
"Gila, ya, kalian! Aku lari ke sini seperti kesetanan! Tadi hampir ditabrak mobil pula! Lalu ditabrak anak-anak muda nggak tahu etika! Dan mau langsung pindah begitu saja? Mau cari gara-gara, ya, kamu? Ini jelas-jelas bukan pertama kalinya aku diperlakukan seperti ini!" omel Hana kesal seolah tanduk tumbuh dari kedua sisi kepalanya, mata berkilat tajam hendak menerkam si fotografer yang berjalan mendekat ke arah mobil van kantor mereka.
"Ha-hana! Tolong jangan membuat fotografer marah hari ini. Kita harus mengirim filenya hari ini, kan? Kamu tidak mau pengorbananmu sia-sia, kan?" perempuan berpakaian jumper jeans dan berkacamata bulat tadi menarik tubuh Hana menjauh dari sang fotografer yang bersikap seolah tak ada salah sama sekali.
"Emily! Kau jangan membelanya terus! Kalian tidak berani membantahnya, makanya dia jadi semena-mena pada kita! Memangnya hanya dia yang bisa kantor kita sewa? Ada banyak fotografer di dunia ini! Baru juga ditunjuk langsung oleh bos sebagai fotografer utama, sudah banyak tingkah! Dasar sombong! Lupa, ya? Hidup tidak selamanya berada di atas!
Dasar makhluk menyebalkan tidak tahu diri! Kau dipilih juga waktu itu karena waktunya mepet!" teriaknya dengan pelipis berdenyut seolah akan meledak keras, gigi digertakkan kuat-kuat sembari kepalan tangan maju di depan wajahnya.
"Ha-hana! Hentikan!" pinta Emily, memeluk tubuh Hana yang hendak berjalan melampiaskan amarahnya pada pria di seberang sana. "Arzan, bantuin, dong!"
Pria bermeja navy gelap bernama Arzan tadi mengedipkan mata setengah melongo, separuh kemejanya sudah kena tumpahan minuman yang ditolak oleh Hana beberapa detik lalu.
"Kak Arzan! Cepatan! Aku nggak kuat, nih! Hana kayak banteng ngamuk!" cicit Emily dengan mata terpejam kuat, mulutnya menekuk mengeluarkan semua tenaganya menahan rekan kerjanya mengamuk di depan umum.
"HEH! Mau ke mana kamu, hah? Dasar pria sombong! Kurang ajar!" pekik Hana mengencangkan urat lehernya.
Walau sudah seperti banteng ngamuk, pria yang dipanggil itu masih bersikap cuek.
Melihat kepayahan Emily, Arzan buru-buru datang membantunya menahan kedua bahu Hana dari depan.
"HEH! Adhitama Galen Praditya! Jangan-jangan kau masuk ke kantor ini karena nepotisme, ya? Apa kau diam-diam ternyata anak orang kaya manja?!" sembur Hana dengan nada menyindir yang kuat.
Fotografer cuek bernama Adhitama Galen Praditya itu mendecakkan lidah kesal. Dengan pandangan menipis setajam elangnya, dia menolehkan kepala.
"Wuah! Dengar itu! Mulutnya kasar sekali. Pantas di usia seperti ini dia masih betah menjomblo! Memangnya kenapa kalau aku terpilih karena waktunya mepet? Kau sendiri, apa tidak sadar? Bukankah rumornya kau diterima kerja di perusahaan itu karena mengemis-ngemis pada saat wawancara kerja sampai berteriak dengan ancaman akan melaporkan pengujimu sebagai tindak penipuan?" Adhitama menegakkan tubuhnya menghadap Hana, berkacak pinggang dengan gaya angkuh. "Dasar tidak tahu diri. Maling teriak maling."
DUAR!
Seolah ada yang meledak dalam kepala Hanania Hanan, wajahnya kontan memerah bak cabai pedas.
"PRIA b******k! APA KATAMU? MALING TERIAK MALING?! KEMARI KAU! KURANG AJAR! KITA GELUD SAMPAI MATI!" cecar Hana, berontak keras berusaha melepaskan diri dari kungkungan kedua rekan kerjanya.
"Aku tunggu di studio!"
Adhitama hanya menggeleng pelan, lalu berlalu pergi menuju motor pribadinya.
"KEMBALI KAU, DASAR PRIA SOMBONG YANG ANGKUH!"
***
Merasa masih kesal dengan kejadian tadi, Hana enggan balik dengan cepat ke tempat kerjanya.
Perempuan yang memiliki visual dewasa, cantik, manis, dan lembut itu sibuk menikmati es krim cone-nya di bangku taman.
Wajahnya masih cemberut dan merah oleh sisa-sisa amarahnya.
Matanya kemudian memeriksa jam tangan di pergelangan tangan kirinya, sudah 30 menit berlalu sejak kejadian yang menguras energi itu.
"Aku masih mau jalan-jalan. Malas banget lihat muka si fotografer sialan itu di kantor."
Hana beranjak dari bangku taman, hendak meninggalkan tempat itu, tapi tak sengaja ia menabrak seseorang.
DUK!
"Maaf!" ucap Hana cuek, dan berlalu cepat dengan pikiran hanya dipenuhi amarah oleh perbuatan semena-mena Adhimata padanya. Lupa menyadari keadaan sekitarnya.
"..."
Pria berjas biru tua mahal yang ditabraknya tadi terdiam melihat es krim menodai lengan jasnya.
"Astaga! Wanita itu! Tidak sopan sekali!" seru seorang pria berusia 30an berjas hitam di sampingnya, dengan sigap buru-buru menghapus noda es krim itu dengan panik menggunakan sapu tangannya sendiri.
"Sudahlah. Tidak apa-apa, Pak Jayadi. Tunjukkan saja aku di mana lokasi pemotretannya."
"Ba-baik, Pak CEO!" gagapnya gelisah.
Mata tajam dan dingin pria yang dipanggil Pak CEO tadi berbalik ke arah perginya Hana, tapi sayang ia tak sempat melihat sosok wanita yang menabraknya karena keramaian langsung dibanjiri oleh para anak-anak muda yang baru saja selesai lari pagi, menghalangi jarak pandangannya.
"Sebelah sini, Pak CEO!" lanjut Pak Jayadi, sembari membungkukkan badan dengan tangan mengarah ke bagian sungai.
***
--------------------
*Catatan Author
Halo!
Nat-chan di sini!^^
Novel ini update suka-suka saya alias tak tentu karena hanya selingan di kala saya ingin cari suasana baru di tengah-tengah kesibukan dan kepenatan mengerjakan NIKAH KONTRAK DENGAN CINTA PERTAMA.
(Ada di sini novelnya, dan koinnya mehong banget dan masih on going. Koin banyak = halaman juga banyak.)
GRATIS = SABAAAARRRR
Kalau suka dan bisa menunggu sampe lumutan bab barunya, silahkan masukkan ke pustaka kalian!^^
InsyaAllah ini akan saya tamatkan, dan tipe n****+ pendek.
Soalnya saya sedang belajar buat n****+ pendek sekali tamat.
INGAT!
UPDATE n****+ INI SUKA-SUKA HATI SAYA~
DILARANG TAGIH UP!
KOMEN ISI CERITA BOLEH, SIH~
Kwkwkw~
Sampai jumpa di bab selanjutnya yang entah kapan update-nya~
Doakan saja, guys~
Bye-bye~