Bab 3. Ellen Come back

1229 Kata
Happy Reading Derrick masih belum berhenti menatap kepergian mobil yang membawa istrinya. Dia benar-benar penasaran dengan siapa Ellen pergi. Padahal selama ini Ellen tidak memiliki teman laki-laki, tetapi kenapa tiba-tiba ada seorang pria yang menjemputnya dengan mobil mewah. Jelas pria itu bukan pria biasa. Derrick merasa tidak asing dengan wajah pria itu, tetapi siapa? Derrick masih berusaha mengingat saat tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Calista terpampang di layar, pria itu tersenyum dan mengangkat panggilan tersebut. "Halo, sayang?" sapa Derrick. "Sayang, apakah aku ganggu? Kamu sedang apa?" "Nggak apa-apa, memangnya kenapa?" "Aku mau ketemu, bisa nggak? Eh, tapi kalau nggak bisa nggak apa-apa, takut nanti istrimu marah." Derrick menghela napas saat mendengar ucapan Calista. "Nggak apa-apa dia nggak akan marah karena dia sudah pergi dari rumah ini setelah aku menceraikannya, aku baru saja mentalaknya," jawab Derrick jujur. Saat mengatakan hal itu ada perasaan aneh yang menelusup di hatinya. "Benarkah? Kamu benar-benar menceraikan istrimu?" "Hemm, jadi sekarang kita bisa bebas bersama dan menikah." "Baiklah, kalau begitu jemput aku di apartemen. Aku akan siap-siap. Bye sayang." Derrick menatap layar ponselnya yang menggelap ketika Calista sudah mematikan panggilan tersebut. Pria itu memutuskan untuk pergi ke kamar dan bersiap diri. Namun, saat membuka kamar, aroma wangi Lily bercampur rose menguar menyentuh hidungnya seketika. Wangi khas Ellen dan entah kenapa perasaan Derrick tiba-tiba saja merasa aneh. Ada yang berbeda, jika biasanya Ellen akan tersenyum duduk di sisi ranjang saat dia masuk ke dalam kamar, sekarang semuanya sudah tidak sama. Ellen telah pergi. Menepis semua yang berhubungan dengan sang mantan istri, pria itu memutuskan untuk langsung pergi ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi dengan sang pujaan hati. Sedangkan di sisi lain. Ellen hanya bisa menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Dia malas ketika Ken menatapnya dengan tatapan prihatin lewat spion. Dadanya masih terasa sesak mengingat bagaimana Derrick dengan tega membuangnya demi wanita yang hanya masa lalunya itu. Ellen sebenarnya begitu lemah, dia sangat mencintai Derrick dan pria itu benar-benar membuatku hancur. "Jadi, kenapa kamu tiba-tiba memintaku menjemput? Padahal biasanya kamu melarang ku untuk datang ataupun menghubungi mu? Apa yang membuatmu berubah pikiran?" tanya Ken. Sejak tadi dia hanya diam dan curi-curi pandang saja, tetapi rasa penasarannya membuat Ken harus bertanya. Kenapa sahabatnya itu tiba-tiba pergi dari rumah Derrick dan memintanya menjemput. Padahal selama tiga tahun ini, Ellen benar-benar mengabdikan dirinya sebagai istri Derrick dan memutuskan semua komunikasi dari dunia luar. Bahkan Ken saja tidak bisa untuk sekedar menemui Ellen. Dalam tiga tahun ini pertemuan mereka hanya sekitar 4x itupun karena Ellen yang meminta bertemu. "Diam Lah, aku malas membahas hal ini. Bawa aku pulang ke rumah. Aku ingin mandi dan makan." "Woah, apa kamu kelaparan? Apa suami tampanmu itu tidak memberimu makan?" Ellen mendengus ketika mendengar ucapan Ken. Rasanya begitu sakit mengingat jika dirinya bukanlah istri dari seorang Derrick Abelard. "Ck, dia bukan suamiku lagi. Dia menceraikan ku demi kekasihnya yang kembali ke Indonesia," jawab Ellen berusaha mengurangi rasa sesak di hatinya. Air mata yang sejak tadi Ellen redam akhirnya mengalir juga. Sekuat-kuatnya dia berbicara tegar dihadapan Derrick, tentu saja sebenarnya hatinya itu begitu rapuh. Pria yang dia cintai selama tiga tahun ini benar-benar tidak pernah menyambut perasaannya bahkan mencampakkannya begitu saja. Ken yang mendengar hal itu merasa senang, bahagia, sedih, kecewa dan campur aduk. Selama ini dia hanya bisa melihat Ellen dari jauh tanpa bisa menjangkaunya. Dia tahu jika sahabatnya itu sudah menikah dan Ken hanya bisa memendam perasaannya sendiri. Sungguh Ken tidak bisa mengutarakan perasaan yang sudah dia pendam sejak dulu. Ken takut jika Ellen akan menjauhinya jika dia tahu perasaannya. Ellen memejamkan matanya dan menghapus air mata di pipinya. Sudah cukup dia menangis malam ini, tidak seharusnya dia merasa sakit hati lagi ketika sudah jelas jika Derrick telah membuangnya. "Jadi, kamu benar-benar sudah bercerai dari pria itu?" tanya Ken masih penasaran. "Hem, aku malas membahasnya lagi, tolong beri aku pengacara untuk memproses perceraian. Carikan pengacara yang handal dan kompeten. Aku ingin cepat-cepat terlepas dari status sialan itu." Ken mencibir. "Bukankah kamu sangat mencintainya?" Ellen yang mendengar itu langsung menatap Ken dari kaca spion dengan tatapan tajam. "Diam Lah, Ken. Aku tidak ingin membahas pria itu lagi!" Ken akhirnya diam dan tidak mengejek Ellen. Namun, senyum di bibirnya terus tersungging. Dia memutuskan untuk mengantarkan Ellen ke rumahnya yang sudah tiga tahun dia tinggalkan hanya karena ingin menjadi istri dari Derrick Adelard. Ellen langsung masuk ke dalam rumah megah itu membuat kepala pelayan yang bernama Amina terkejut. "Nona, Anda kembali?!" Terlihat binar bahagia di mata wanita tua itu. "Amina, aku kembali dan akan tinggal di sini lagi, siapkan kamarku," jawab Ellen memeluk Amina. Dia sudah seperti ibunya sendiri karena Ellen sejak kecil sudah tidak pernah merasakan sentuhan seorang ibu karena ibunya meninggal dunia saat dia masih berumur 8 tahun. "Benarkah, Nona? Anda benar-benar kembali?" Ellen mengangguk setelah melepaskan pelukannya. "Aku sudah bercerai dengan pria itu dan sudah saatnya aku mengambil alih kepemimpinan Halim Grup. Sebagai pewaris yang sah, aku harus turun tangan mulai sekali. Tolong bawa aku ke kamar Amina, aku sangat lelah." "Tentu Nona, ayo kita ke kamar Anda, kamar itu selalu saya bersihkan dan masih tetap sama seperti tiga tahun lalu," jawab Amina. Ellen menoleh ke arah Ken yang sejak tadi hanya diam saja. "Ken, hubungan Dilan. Bilang padanya jika aku sudah kembali dan mulai besok aku akan bekerja lagi," ujar Ellen. "Wow, benar-benar kejutan. Ellen, apa kamu yakin akan mengambil alih Halim Grup?" tanya Ken. "Ya, tentu saja. Aku pewaris satu-satunya dari keluarga Halim yang masih tersisa. Kini aku akan memegang kendali penuh atas seluruh aset keluargaku!" Ellen memang sudah yatim piatu sejak usianya 17 tahun. Ayahnya meninggal dan dia penerus satu-satunya keluarga Halim. Ellen adalah anak seorang konglomerat terkaya se-Asia tenggara, Aarav Halim. Kakeknya Adnan Hamil adalah pendiri Halim Grup dan hanya memiliki satu anak laki-laki yaitu ayahnya Ellen. Keluarga dari sang ibu juga memiliki banyak pengaruh dan juga orang-orang terpandang. Akan tetapi, mereka semua berada di Eropa, tepatnya di Jerman karena ibu Ellen asli orang Jerman. *** Keesokan harinya, Ellen benar-benar tidak menyangka jika Ken pagi-pagi sekali sudah berada di rumahnya. "Ken, ada apa?" "Aku hanya ingin menjemputmu, bukankah hari ini kamu sudah masuk kerja?" tanya Ken dengan seulas senyum di bibirnya. Ellen sedikit terkesiap, sudah lama dia tidak melihat senyum tulus dari sahabatnya itu. Ken tipe pria yang romantis dan juga humoris. Sejak kecil Ellen sudah menyukai pria itu, baginya Ken itu adalah pria yang selalu bisa membuatnya nyaman. Ken selalu ada untuknya dan pria itu selalu melindunginya sejak kecil. Keduanya memang bertemu dan mulai berteman saat masih SD. Perasaan cinta Ellen untuk Ken perlahan tumbuh saat duduk di bangku SMP. Akan tetapi, Ellen tidak berani mengungkapkan perasaannya karena dia tidak mau persahabatan mereka putus hanya karena cinta. "Oke, makasih ya?" Ellen tersenyum dan langsung masuk ke dalam mobil Ken. Keduanya pergi menuju perusahaan Halim Grup. Tiga tahun kepergian Ellen membuat kemajuan Halim Grup berkurang. Bahkan banyak sekali kecurangan yang harus Dilan urus. Ellen benar-benar tidak mau tahu tentang Halim Grup lagi ketika dia memilih menjadi istri dari Derrick Adelard dan sekarang dia harus membereskan semua kekacauan yang dia tinggalkan. Mereka sampai di perusahaan sudah cukup siang karena tadi Ken mengajaknya membeli beberapa cemilan yang akan dia bawa ke kantor. Saat sudah sampai di kantor, Ellen turun berdampingan dengan Ken. Keduanya berjalan bersama dan nampak sangat serasi. Pemandangan itu menjadi daya tarik tersendiri untuk orang-orang yang ada di sana. Namun, keduanya berhenti saat melihat orang yang sangat ingin Ellen hindari.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN