Mulai Berbohong

2693 Kata
Mansion Keluarga Buana Hari ini semua anggota keluarga Buana sudah pulang dari tempat bekerja mereka masing-masing. Setelah bersih-bersih, seperti biasa mereka berkumpul di meja makan. Meskipun Mikaela berada disitu, tapi pikirannya masih berkecimpung di tempat lain. Wanita itu masih memikirkan soal William yang sepertinya menyembunyikan sesuatu darinya. ‘Willy tidak pernah menyimpan rahasia apapun dariku. Tapi hal apa itu sampai dia gak mau kasih tau aku?’, pikir Mikaela sambil mengunyah makanannya pelan. Sedangkan, Marcel masih asik menyuapi Selena tanpa memerhatikan Mikaela sama sekali. Entah kenapa, pria itu seakan enggan menatap Mikaela semenjak kejadian tadi siang di kantor dengan Michelle. “Hari ini, aku sudah bisa mengerti banyak hal di kantor, kak. Aku harap kedepannya semua akan berjalan sesuai ekspetasiku”, Michael berujar kepada Marcel soal pekerjaan di kantor. “Baguslah, semoga kamu bisa bekerja dengan baik dan membuktikan bahwa kamu adalah putra Keluarga Buana”, balas Marcel sambil tersenyum pada adiknya. Tanpa sengaja, tatapannya bertemu dengan Michelle. Dia agak terkejut dan langsung menunduk sementara Michelle tersenyum manis. “Oh iya, kamu bagaimana, Michie? Apa pekerjaan sebagai sekretaris tidak terlalu sulit?”, tanya Michael pada Michelle. “Tidak sulit, Mike. Lagipula, di kampus dulu aku selalu mendapat nilai terbaik”, jawab Michelle dibalas senyuman oleh Michael. Pria itu sangat bangga terhadap wanitanya yang memang cerdas. “Baguslah kalau begitu. Ternyata keadaan akan semakin baik”, gumam Ribka pelan. Tapi sebenarnya, keadaan akan semakin memburuk setelah ini. Tiba-tiba, Marcel menerima sebuah pesan dan dia membuka pesan itu sambil meletakkan sendoknya. ‘Mas, ada yang mau aku bicarakan. Temui aku di café kita biasa kencan dulu’ “Om, Tante! Michelle izin keluar dulu yah! Tadi teman-teman mau ajak ketemuan, soalnya aku sudah kabari mereka kalau saya sudah di Jakarta. Bolehkah?”, izin Michelle sambil berdiri. “Aku ikut”, tawar Michael tapi dibalas gelengan oleh Michelle. “Jangan, Mike! Ini teman-teman perempuan aku. Kamu tahulah pembicaraan para cewek. Aku juga mau bebas sama mereka”, tolak Michelle halus hanya diangguki Michael. “Silakan! Tapi, tolong jangan sampai tengah malam”, Elmand memberi izin membuat Michelle tersenyum sambil memandang Marcel sekilas. ‘Kamu tidak akan menolak kan, mas?’, Michelle membatin berharap Marcel tidak mengabaikannya. Lalu wanita itu pun pergi keluar. Marcel masih diam berusaha memutuskan apa yang selanjutnya harus dia lakukan. “Papa! Mama! Celena mau bobo”, suara Selena mengalihkan atensi Marcel dan Mikaela. “Baiklah sayang! Sini bobo sama mama”, ucap Mikaela sambil menggendong putrinya. Marcel undur diri bersama Mikaela sambil membacakan dongeng untuk putri mereka. Lalu saat menuju kamarnya, Marcel berhenti dan mengecek Handphonenya lagi. ‘Aku akan disini sampai cafenya tutup, mas’, Marcel mendengus kesal dengan pesan yang dikirimkan lagi oleh Michelle. Dia benar-benar bingung saat ini. “Ada apa? Kau kelihatan aneh?”, tanya Mikaela melihat Marcel yang kelihatan agak gelisah. “Bukan! Aku agak kesal dengan clientku yang meminta bertemu di jam segini. Aku sudah jelaskan kalau aku tidak bisa, tapi besok adalah penerbangannya ke Australia. Bagaimana menurutmu?”, bohong Marcel untuk membuat Mikaela tidak curiga. Mendengar itu, Mikaela hanya mengerutkan dahinya bingung. “Kau… tidak pernah membicarakan pekerjaan denganku. Ini… baru pertama kali, lagipula itu urusanmu. Kenapa bertanya padaku?”, tanya Mikaela heran. “Itu… karena aku ingin menganggapmu sebagai istriku”, Marcel membuat alassan yang luar biasa. Seketika, jantung Mikaela berdegup kencang mendengar kata-kata Marcel. ‘Apa? Dia ingin menganggapku sebagai istrinya? Ada apa dengan kepalanya? Apa jangan-jangan dia mau mencoba meminta haknya? Awas saja kalau dia mencoba hal yang aneh?’, pikir Mikaela was-was. Wanita itu malah berpikir jauh dari apa yang seharusnya. “Ya, maksudku seorang suami harus mendiskusikan semua hal dengan istrinya, kan? Jadi menurutku kau…” “Cukup! Itu terserahmu saja! Aku mau tidur”, Mikaela memotong ucapan Marcel lalu menutup dirinya dengan selimut. Marcel berdiri dari sofa lalu beranjak keluar dari kamarnya. Ya, dia memilih menemui Michelle sementara Mikaela tidak peduli. ‘Kenapa aku harus membuat alasan untuk berbohong? Lagipula, dia tidak peduli’, pikir Marcel aga menyesal berbohong pada Mikaela. Sementara, Mikaela kembali terbangun dari tidur pura-puranya setelah Marcel keluar. Wanita itu tersenyum tipis. “Setidaknya dia mulai menghargai keberadaanku”, gumamnya lalu kembali berbaring. Padahal, hal terjadi sebenarnya adalah awal dari masalah besar yang akan menghacurkan segalanya. Setelah sampai di Café biasa, Marcel langsung turun dan menghampiri Michelle yang sudah menunggunya. Saat melihat kedatangan Marcel, wanita itu tersenyum senang dan bahagia. Marcel langsung duduk dan menatap Michelle kesal. “Cepat katakan apa yang ingin kamu sampaikan”, suruh Marcel membuat Michelle agak kecewa. ‘Dia pasti ketakutan! Tapi kenapa sih dia takut pada Mikaela? Wanita itu sama sekali tidak memedulikannya’, kesal Michelle dalam hatinya. “Apa Mas akan benar-benar ikhlas jika aku menikah dengan Michael?”, tanya Michelle sambil meraih tangan Marcel di meja. Pria itu langsung tersadar dan menarik tangannya dari Michelle tapi wanita itu menahan tangan Marcel lebih kuat lagi. “Mas! Itu yang mau aku tanya! Apa kamu benar-benar ingin aku menikah dengan adikmu? Apa kamu benar-benar ingin mengorbankan hubungan kita? Dan apakah kamu sayang sama Mbak Mikaela? Atau kamu mempertahankan semuanya demi Selena?”, tanya Michelle bertubu-tubu. Marcel kemudian menghela napasnya mencoba mencerna semua pertanyaan wanita itu. “Aku ingin kamu selalu ada untuk Michael, tak masalah jika aku yang berkorban. Dan soal hubunganku dan Mikaela, kami sudah mencoba untuk memulai semuanya. Dia tidak seburuk yang aku pikirkan. Aku bukan saja melakukan semua ini demi Selena, tapi juga demi mempertanggung jawabkan kesalahanku pada Mikaela dan demi ketentraman keluarga Buana. Sudah puas? Kurasa tidak perlu ada yang kita bicarakan lagi”, Marcel langsung berdiri ingin beranjak pulang. “Apa kamu masih mencintaiku, Mas Marcel?”, tanya Michelle kemudian membuat langkah Marcel berhenti. “Apa artinya diriku bagimu? Apakah kamu sudah tidak menginginkan aku lagi? Hikss!”, sambungnya lagi sambil sedikit terisak. Perlahan, Marcel berbalik dan meraih Michelle. Lalu, Michelle memeluk erat Marcel seakan tidak ingin melepasnya. “Asal kamu tahu, Mas! Aku lebih baik mati dari pada kehilanganmu! Aku lebih baik mati dari pada hidup tapi tidak ada artinya buatmu. Saat kita memutuskan bersama, aku sudah bersumpah pada diriku sendiri untuk hanya akan hidup dan mencintaimu seumur hidupku. Hiksss…! Apa aku salah?”, ucap Michelle sambil mengisak karena hatinya pedih. Marcel masih diam mendengar curahan isi hati Michelle. ‘Ya Tuhan! Aku memang pria jahat tidak tahu diri! Aku merasa sangat berdosa saat ini! Tapi aku harus bagaimana? Aku tidak mungkin juga meninggalkan Mikaela dan Selena. Walaupun sebenarnya hatiku masih seutuhnya milikmu, Michelle.’, Marcel membatin menyesali segalanya. Dia merasa dialah biang kerok dari permasalahan di dalam keluarga Buana. “Maafkan, Mas! Mas sayang banget sama Selena. Mas sayang sama Michael dan sangat merasa bertanggung jawab pada Mikaela. Tidak akan adil jika kita bertindak egois lagi. Mas gak sanggup membayangkan kalau Michael akan membenci Mas dan Selena akan punya ayah yang lain. Dia putri kandungku, Michelle. Tolong mengerti dan carilah kebahagiaanmu. Kalau pun kamu tidak ingin bersama Michael, Mas akan menjelaskannya. Tapi, Mas gak bisa meninggalkan Selena dan Mikaela”, Marcel meminta maaf pada Michelle atas keegoisannya. Lalu, dia melepas pelukan wanita itu dan pergi meninggalkan Michelle. Wanita itu masih diam melihat kepergian Marcel. ‘Ini baru awal, Mas! Kamu akan semakin bimbang untuk kedepannya nanti’, batin Michelle. Tanpa sadar, sedari tadi ada yang memerhatikan Marcel dan Michelle. Orang itu menyeringai sambil melihat hasil rekamannya. “Kau akan mendapat masalah besar, Marcel Arya Buana”, gumamnya lalu pergi juga dari tempat itu. Marcel sampai di mansion keluarga Buana lebih dulu dari pada Michelle. Dia memasuki kamarnya perlahan dan berjalan menuju kamar mandi. Pria itu berulang kali mencuci mukanya untuk menghapus air matanya. Sepanjang jalan tadi, pria itu menangisi semuanya. Dia menyesal dan akan terus menyesal. ‘Tok…Tok…Tok…’, suara ketukan pintu mengalihkan atensi Marcel di dalam kamar mandi. “Kau sudah pulang?”, suara Mikaela benar-benar mengejutkan dirinya. “Ah iya! Kamu belum tidur?”, balas Marcel berbicara di balik pintu dengan Mikaela. “Aku tidak bisa tidur! Aku terus memikirkan perkataanmu untuk memulai segalanya dari awal. Aku rasa, aku menyetujui untuk memulai segalanya. Aku minta maaf kalau selama ini aku agak kasar dan selalu egois padamu. Aku tidak bermaksud demikian, waktu itu kemarahanku terus meluap padamu. Tapi melihat sikapmu yang terus mengalah benar-benar menyadarkanku kalau kamu serius.”, jelas Mikaela merasa kalau pilihannya benar untuk memulai segalanya dari awal. “Kau… serius?”, tanya Marcel cukup senang ternyata Mikaela memberinya kesempatan. Senyum tipis terukir di wajah tampannya. Tapi, mengingat bagaimana dia membohongi Mikaela tadi benar-benar membuat dirinya lagi-lagi menyesal. “Iya! Ta-tapi bukan berarti aku sudah menerimamu sebagai suami! Ma-maksudnya ya… ya ini untuk Selena! So-soal itu aku belum siap!”, jawab Mikaela dengan gugup membuat Marcel terkikik geli dari balik pintu. Tapi, Mikaela masih mendengarnya sehingga dia memberengut kesal. “Apa yang lucu? Ya… memang lucu seorang istri tidak memberi hak pernikahan kepada suaminya. Ta-tapi kita belum kenal dan aku juga masih trauma dengan masa lalu kita. Jadi, kumohon mengertilah”, ujar Mikaela kesal. “Aku mengerti! Jangan pikir aku akan menuntutnya darimu. Aku akan menerimanya jika kamu sendiri yang memberikannya”, balas Marcel dengan nada iseng membuat Mikaela menggembungkan pipinya. ‘Aku tidak bisa membayangkan ekspresinya sekarang’, Marcel membatin merasa senang mengisengi seorang Mikaela. “Maksudmu apa, hah?! Li-lihat saja! Kau akan menjadi perjaka lagi seumur hidupmu!”, balas Mikaela membuat Marcel terkikik geli lagi. Dia tidak pernah membayangkan akan mengobrol hal-hal seperti ini dengan Mikaela. “ Baiklah! Kalau begitu, kau juga akan merasa seperti perawan tua nantinya. Ah, bukan! Janda tapi bersuami. Ahahaha!”, lagi-lagi Marcel mengisengi Mikaela. “Sudahlah! Aku mau tidur! Kau tidur di sofa!”, Mikaela menghentikan pembicaraan lalu pergi dari situ. Setelah kepergian wanita itu,Marcel menghela napas lega. “Sudah kuputuskan! Mikaela dan Selena akan menjadi prioritasku!”, gumam Marcel lalu keluar untuk mengganti bajunya dengan piyama tidurnya. Saat melewati Mikaela yang sedang tidur di ranjang, Marcel tersenyum tipis. “Kenapa senyum-senyum?!”, tanya Mikaela yang ternyata belum tidur dengan nada agak galak. Tentu saja, Marcel agak terkejut dengan Mikaela yang ternyata belum tidur. “Kamu belum tidur?”, tanya Marcel heran sedari tadi wanita ini belum tidur juga. “Aku tidak bisa tidur! Aku ingin minum obat tidur, tapi kalau aku minum sekarang, maka jatahku minum hanya tinggal sekali lagi. Ini semua salahmu”, jawab Mikaela dengan nada manja sambil menyalahkan Marcel. “Aku sudah berulang kali minta maaf. Tapi aku akan minta maaf lagi. Maaf Mikaela, bagaimana aku harus bertanggung jawab? Apa aku harus-“ “Harus apa?! Jangan berpikir macam-macam ya! A-aku ini bisa bela diri, lho!”, ancam Mikaela membuat Marcel tertawa. “Kamu selalu berpikir yang macam-macam. Aku mau bilang apakah kamu harus di dongengin seperti Selena? Aku bukan pria yang suka aneh-aneh”, jelas Marcel membuat Mikaela menunduk malu karena sudah berpikir yang tidak-tidak. Tapi wajah memerahnya tidak luput dari perhatian Marcel. “Aku ganti baju dulu ke kamar mandi”, Marcel pergi ke kamar mandi untuk mengganti bajunya. Lalu saat kembali, dia masih terkejut dengan Mikaela yang masih duduk di ranjangnya. “Bacakan dongeng!”, suruhnya membuat Marcel terbelalak. Dia tidak habis pikir wanita dewasa seperti Mikaela bertingkah seperti anak kecil dihadapannya. “Dulu, saat masih bersama papa, aku selalu dibacakan dongeng sebelum tidur. Mamaku sudah meninggal sejak aku berusia 5 tahun, makanya itu papa selalu memanjakanku. Dia selalu menidurkanku dengan dongeng sampai usiaku 17 tahun. Saat di Amerika, papa selalu menelponku hanya untuk mendongengiku di malam hari. Kadang kalau papa lupa, aku akan telepon Willy! Dia sangat pandai membacakan cerita! Jadi sekarang giliranmu! Kau kan bisa mendongengi Selena, jadi bukan hal sulit untuk mendongengiku”, kenang Mikaela sambil meminta Marcel mendongenginya. “Ah, baiklah! Aku akan melakukannya”, Marcel akhirnya duduk di sofanya sambil menceritakan dongeng kepada Mikaela. Yang benar saja! Wanita itu langsung tidur setelah dia menceritakan dongengnya. Setelah melihat wanita itu tertidur, Marcel tersenyum dan dia beranjak ke sofa untuk tidur juga. Entah kenapa, saat berbicara dengan Mikaela dalam suasana yang baik benar-benar mengurangi rasa penat dan merilekskan pikirannya. ‘Dia itu unik’, pikir Marcel lalu menutup matanya. Esoknya, semua kembali beraktifitas seperti biasa. Marcel saat ini sedang mengantarkan Mikaela menuju kampus. Tentu saja, Marcel agak canggung dengan Mikaela untuk memulai pembicaraan. Jadi, dia memilih diam saja di sepanjang jalan. “Marcel, kau tidak masalahkan jika aku bersahabat dengan Willy?”, tanya Mikaela memulai percakapan. “Dia adalah orang penting buatmu. Aku tidak akan membatasi pergaulanmu, asalkan itu tidak melewati batas norma saja”, jawab Marcel membuat Mikaela tersenyum. “Aku juga gak masalah kok, kalau kau bersahabat dengan Michelle. Asalkan tidak melewati batas norma”, balas Mikaela membuat Marcel tegang kembali. Apalagi menyebut nama Michelle. Dia teringat akan kebohongan pertamanya kepada Mikaela. Dia merasa sangat bersalah karena Mikaela sekarang terlihat seperti memercayainya. “Marcel, kau tahu? Willy itu sangat baik dan juga ramah. Dia juga pintar dan salah satu mahasiswa kebanggaan di Harvard University. Aku sangat beruntung saat dulu dia memilihku untuk menjadikanku cintanya. Tapi, takdir tidak berpihak pada cinta kami. Walau begitu, dia tetap mendukung hubungan kita. Dia memberiku saran untuk mencoba membalas uluran tanganmu. Kau sangat tulus saat meminta maaf dan mengatakan soal tanggung jawab. Jadi, aku tidak bisa mengabaikan semuanya begitu saja. Kau pria yang baik”, Mikaela berucap tulus pada Marcel. Tentu saja, Marcel sangat senang saat mendengar itu dari Mikaela. ‘Dia tidak sesombong yang aku kira. Dia ternyata bisa menghargai usaha orang lain’, pikir Marcel semakin mengenal sedikit demi sedikit sifat Mikaela. “Marcel, apa aku bisa percaya padamu?”, tanya Mikaela pada Marcel. “Aku akan berusaha menjaga kepercayaanmu! Aku akan menggunakan setiap waktuku yang tersisa untuk membuatmu yakin akan hubungan kita. Aku juga akan berusaha untuk mencintaimu. Bagaimana pun, aku akan menghabiskan seumur hidupku denganmu.”, jawab Marcel membuat Mikaela tersenyum mendengarnya. Setelah mengantarkan Mikaela ke kampus, pria itu langsung pergi ke kantornya. Perasaannya cukup baik saat ini. ‘Bagaimana kalau dulu aku menikah denganmu? Pasti tidak ada hati yang terluka’, pikir Marcel berandai-andai. Pria itu pun beranjak menuju kantornya di lantai 40. Tapi, di dalam lift Marcel dikejutkan oleh Michelle. Wanita itu bersamanya di dalam lift membuat situasi kembali canggung diantara mereka. “Hari ini, kelihatannya Mas sangat bahagia. Apa semalam Mas sudah memutuskan untuk memperbaiki segalanya?”, tanya Michelle berpikir kalau Marcel sedang senang karena perkataannya semalam soal dirinya yang masih mencintai Marcel. “Ya, aku akan memperbaiki segalanya. Mikaela sudah mau menerimaku, hanya waktu yang bisa menjawab apakah hubungan kami bisa dipertahankan atau tidak. Aku harap kedepannya semua akan semakin baik diantara kami”, jawab Marcel membuat Michelle tertegun. Dia tidak menyangka alasan Marcel terlihat senag sejak pagi adalah karena Mikaela, bukannya dirinya. “Ternyata aku memang sudah tidak ada artinya lagi bagimu? Semua pria memang sama saja, saat ada wanita yang lebih cantik, mereka akan meninggalkan wanita yang sudah berjuang bersamanya”, balas Michelle kesal dengan Marcel. “Kalau seperti itu, maka dulu aku harusnya meninggalkanmu bukan memperjuangkan cinta kita. Aku tidak ingin berdebat, Michelle! Hubungan kita sudah tidak ada lagi, kita harus menjalani kehidupan kita yang seharusnya”, ucap Marcel lalu keluar saat sudah sampai di lantai 40. Sedangkan Michelle memilih kembali turun ke lantai 35, ke ruangan General Manager. Michelle terdiam, saat Marcel mulai menggunakan kata ‘aku’ bukannya ‘mas’. Ternyata, Marcel mulai membangun fondasi diniding pembatas diatara mereka. “Kau tidak boleh membuangku, Marcel!” gumam Michelle kesal. Sementara Marcel, duduk diruangannya sambil memijit kepalanya yang pusing. Sebenarnya, dia tidak tega berkata sekejam itu kepada Michelle. Tapi dia terpaksa, supaya Michelle tak semakin terluka dan memilih membencinya. Sampai akhirnya, Michelle mau melupakannya dan meninggalkannya. ‘Maafkan Mas, tapi ini demi kebaikan kita semua’, Marcel membatin menyesali perkataannya. Meskipun, dia berpikir kalau itu demi kebaikan semuanya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN