bab 1

1428 Kata
Apartemen Seaview. Tit-tit-tit-tit! Setelah menunggu beberapa saat, tidak ada pergerakan sama sekali dari pintu di hadapannya. "Loh, kok nggak bisa?" Wanita itu mengernyit keheranan. "Aku coba sekali lagi aja, deh." Jemari lentik itu sekali lagi memencet beberapa angka yang sama, yang ia ingat sebagai kata sandi apartemen ini. Akan tetapi, pintu hunian yang ada di depan keduanya itu tak kunjung terbuka, masih tetap tertutup rapat. "Apa jangan-jangan kata sandinya sudah diganti, ya?" gumam wanita cantik itu. "Kalau begitu aku pakai keycard aja." Tak habis akal, ia segera merogoh tas tangannya, lalu mengeluarkan keycard-nya dari sana. Klik! Pintu akhirnya terbuka. Senyum lega tertera di wajah cantiknya. Seharusnya ia dari tadi menggunakan kartu kunci itu. "Ah! Untung saja bisa." Ia berbicara sendiri sambil nyelonong masuk tanpa permisi terlebih dahulu. Wanita itu melangkah semakin jauh ke dalam hunian, tetapi langkah kakinya seketika berhenti. Alisnya mengerut dan ia menajamkan pendengarannya. Badannya membeku saat mendengar suara desahan yang datang dari kamar utama. 'Suaranya dari kamar Derry.’ Wanita cantik itu membatin dalam diam. Ia melangkah mendekati kamar itu, memastikan jika ia tidak salah mendengar. Suara aneh itu terdengar semakin jelas dan keras. Emosi tiba-tiba melanda wanita itu. Ia dengan cepat membuka pintu kamar dengar keras berharap jika pikiran aneh itu hanya bayangannya saja. Brak! Dua orang yang sedang bergumul di atas kasur itu menoleh cepat pada wanita yang sedang berdiri di depan pintu dengan napas memburu. Mukanya merah bukan karena malu, tetapi karena menahan amarah. Ternyata yang ia bayangkan memang benar. "So-Sofia?" Iya, wanita cantik itu adalah Sofia, seorang karyawan sebuah perusahaan yang cukup ternama. Wanita yang berusia 27 tahun itu menjabat sebagai head departemen bagian marketing di perusahaan tempatnya bekerja. Sofia sengaja mengambil libur hanya karena mau membesuk pacar yang konon katanya sedang tidak enak badan dan tidak bisa masuk kantor. "Ka-kamu kenapa bisa ada di sini, Sofia?" Pria itu terbata-bata melihat kedatangan pacarnya yang tiba-tiba. “Surprise gak sih?” sindir Sofia dengan tatapan menjijikkan pada pria dan w************n itu. Sofia kembali melanjutkan bicaranya, "Kenapa aku tidak bisa berada di sini? Kamu takut kedok kamu terbongkar? Iya?!" Sofia sekali lagi melemparkan tatapan menjijikkan dan tajam pada pria yang berdiri di depannya. Tidak ada sehelai benang pun yang melekat pada tubuh mantan kekasihnya. Pemandangan itu benar-benar membuat Sofia mual melihatnya. Jijik sekali. Rasa cinta yang dulunya membara seketika menghilang tidak bersisa. Akhirnya Sofia tahu bagaimana busuknya pria ini. Sofia mengalihkan tatapannya pada seorang wanita muda yang meringkuk di balik selimut tebal. Tidak ada rasa talut di wajahnya, justru yang tercetak adalah senyuman kemenangan seolah berhasil merebut sesuatu yang berharga dari Sofia. Sofia ingin tertawa dan menjambak wanita itu sekarang juga. "Dia sekretarismu, bukan?" tanya Sofia dengan telunjuknya lurus mengacung pada sosok yang masih terbaring di atas tempat tidur dengan tidak tahu malu. Sepertinya Sofia pernah melihat wajah itu saat ia berkunjung ke kantornya Derry, pacarnya yang sedang tidur dengan wanita lain. "Sofia, kita bisa bicarakan semua ini baik-baik dengan kepala dingin." Derry bangkit dan mengambil celana yang tergeletak di atas lantai, lalu memakainya tanpa malu. Urat kesabaran Sofia sudah putus. Membahas dengan kepala dingin apanya? Tidak ada ampun yang bisa diberikan untuk pria yang sedang berselingkuh. Sofia mengangkat paper bag yang ia bawa tinggi-tinggi, kemudian melemparkan pada Derry dengan keras, tepat di wajahnya. "Karena kamu bilang kalau kamu kurang sehat, makanya aku ke sini bela-belain bawakan makanan buat kamu. Tidak tahunya malah ini yang aku dapat." Sofia tersenyum miris. "Mulai detik ini kita putus! Aku udah gak mau lagi punya hubungan sama kamu!" Sofia segera berbalik dan mengambil langkah panjang setelah memutuskan hubungannya dengan Derry. "Sofia! Sofia, tunggu!" teriak Derry yang kesusahan mengikuti langkah Sofia. Mengacuhkan seruan dari pacarnya yang saat ini sudah menjadi mantan, Sofia justru semakin melangkah dengan cepat. Rasanya ia ingin segera menghilang. Mungkin Sofia terlihat sangat tegas, tetapi ia tetap saja merasakan rasa sakit di dadanya. Wanita itu berusaha keras untuk tidak menangis. “Aku tidak boleh menangis karena cowok b******k itu! Nggak! Nggak boleh!” Sofia berusaha membujuk dirinya sendiri. Menghapus bulir bening yang sempat menerobos keluar. *** Aurora Club. Suara dentuman bunyi musik yang dimainkan oleh DJ menyambut langkah kaki Sofia di dalam sebuah kelab malam yang sudah lama sekali tidak ia kunjungi. Setelah kejadian tadi, kepala Sofia terasa sangat sakit. Ia ingin menghapus semua kenangannya dengan Derry bagaimana pun caranya. “Hai, Sweetie!” goda para p****************g dan berusaha untuk membawa Sofia ke lantai dansa, tetapi Sofia menepis tangan yang merangkul di bahunya dan melengos begitu saja. “Sofi! Wow, tumben kamu main ke sini lagi?” seru salah seorang pelayan yang cukup kenal dengan Sofia saat wanita itu menghampiri meja bartender. “Lis, ambilkan aku minuman yang bisa membuat aku melupakan segalanya!” perintah Sofia pada pelayan itu dengan kesal. Ia lantas melabuhkan pantatnya di atas kursi tinggi, sambil meletakkan kedua tangannya di meja bar. Perasaannya kacau. Amarah dan rasa sakit masih ada. Sofia ingin semua itu hilang dalam sekejap, setidaknya untuk malam ini saja. Seorang bartender datang dan menuangkan minuman yang sudah dia racik ke dalam gelas yang berisi es batu. Lalu, meletakkan di hadapan Sofia. “Ini, Nona, takaran alkoholnya tidak terlalu tinggi, jadi Nona tidak perlu khawatir.” Sofia tersenyum pahit mendengar hal itu. “Aku tidak takut mabuk, tapi terima kasih karena perhatianmu.” Sofia menenggak habis minuman itu hingga menyisakan es batu saja di dalam gelas bening itu. Sofia menyodorkan gelas kosongnya. “Satu lagi. Tolong tambah takaran alkoholnya juga, ya,” pinta Sofia. “Tapi Nona-” Bartender itu terlihat khawatir dengan wanita di hadapannya. Jika alkoholnya terlalu tinggi bisa membahayakan. Tepukan pelan mendarat di pundak bartender itu. “Dude, turuti saja maunya. Ada aku di sini, dia temanku.” Lisa menghampiri rekan kerjanya dan meminta bartender itu menuruti semua permintaan Sofia. “Thanks, Lis,” ucap Sofia dan hanya ditanggapi dengan anggukan kecil. Mau tidak mau, bartender itu pun mengikuti permintaan Sofia. Hanya dalam beberapa menit kemudian, Sofia sudah mulai hanyut di dalam dunianya sendiri. Ia terus menenggak habis gelas demi gelas cairan yang memabukkan itu. Setiap gelasnya kosong, ia akan meminta bartender untuk mengisinya lagi. “Tequila.” Sampai akhirnya suara baritone menyadarkan Sofia dan membuatnya menoleh menatap pria yang sedang duduk sendiri di sebelahnya. Tatapan Sofia yang sayu tetap tidak bisa menipu ketampanan wajah pria di sampingnya. "Hei, apa kamu sendirian?" tanya Sofia sok kenal sambil menatap lekat wajah pria di sampingnya. Pria itu balas menatapnya kembali. "Kamu berbicara dengan saya?" tanya pria yang masih lagi berbalut setelan jas kantor itu. Mungkin karena sesak atau kepanasan, ia mulai melepaskan jas hitamnya hingga menyisakan kemeja putih. Melihat gerakan itu saja Sofia sudah tidak bisa berpikir jernih. Sofia menatap pria asing itu, alis pria itu mengerut kebingungan dan terlihat tampak lucu di benak Sofia. Sofia terkekeh dan lantas bangkit dari kursinya. Tangannya terulur dan menyusuri bahu lebar pria itu hingga akhirnya mengalung di lehernya. Tidak cukup sampai di situ, Sofia juga menyandarkan badan bagian depannya di bahu pria itu. "Kamu juga galau sama kayak aku, ya?" tanya Sofia dengan senyuman menggoda, membisikkan pertanyaan tepat di sebelah telinga. Aroma alokohol yang kuat menguar dari tubuhnya. Tidak ada lagi wanita yang sedang sakit hati karena melihat pacarnya ketahuan selingkuh di depan mata. Sofia tiba-tiba berubah menjadi wanita yang menggoda pria asing yang tampan. Belum sempat pria itu menjawab pertanyaan Sofia, wanita itu terlebih dahulu membungkamnya dengan bibir. Tidak ada penolakan, pria itu tetap diam dalam beberapa saat, membiarkan Sofia melumat bibirnya. Senyum kecil tercipta di wajah pria itu karena menyadari betapa amatirnya gerakan Sofia, lalu memberikannya contoh bagaimana ciuman yang sebenarnya. *** "Eungh!" Sofia mulai meraih kesadarannya. Rasa sakit tiba-tiba menyerang kepalanya. Efek samping dari gelas-gelas alkohol semalam tidak segera hilang meski matahari sudah mulai naik. Gadis itu melenguh dan diam-diam mengubah posisinya menjadi duduk. Badannya membeku tatkala matanya menangkap satu sosok pria telanjang yang berbaring di sampingnya. Ia sama sekali tidak mengenal pria itu. Wajahnya memang tampan, tetapi ia tetap pria asing baginya. "A-apa yang sudah terjadi?" gumam Sofia dengan wajah pucat. Tangannya dengan gemetar berusaha mengintip di balik selimut. Ternyata dirinya juga sama seperti pria asing itu, tanpa sehelai benang pun yang membalut tubuhnya. Ia mengamati sekitar. Kamar asing ini terlihat sangat berantakan. Potongan-potongan pakaian berserakan di mana-mana, hiasan yang seharusnya berdiri justru jatuh ke lantai. Sofia meneguk ludahnya dengan susah payah. ‘Duh, aku harus pergi sebelum dia sadar,’ batin Sofia disertai kepanikan yang melanda. Sofia mengambil satu persatu pakaiannya yang berserakan di atas lantai, lalu mengenakannya dengan cepat. Rasa sakit di celah selangkangannya Sofia abaikan. Yang terpenting saat ini adalah dia harus segera pergi secepatnya. "Sialan, bagaimana bisa aku berakhir di sini?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN