Part 3 - Sebelum Meet and Greet

1205 Kata
Hari Sabtu, tanggal 6 Mei. H-1 acara yang ditunggu Laura di gelar. Semua persiapan sudah selesai. Dari mulai pakaian, sepatu, tas dan aksesoris yang rencananya akan digunakan. Laura terlalu bersemangat sampai menginginkan semuanya terlihat sempurna dan tanpa cela. Orang rumah hanya bisa menggeleng kepala, karena dari awal meminta izin, keesokan harinya sampai hari ini selalu nama Naren yang keluar dari bibir Laura. Naren yang beginilah, Naren yang begitulah. Sampai Kevin merasa mual mendengarnya. David yang baru tiba 2 hari lalu juga mulai bosan mendengarnya. Laura sudah seperti radio yang tanpa lelah berbicara dengan semangat membanggakan Naren. Laura mungkin berada di tahap dimana Ia sudah tak mengagumi lagi, namun lebih menyukai. Deon saja rasanya ingin mengundang Naren secara pribadi untuk datang ke rumahnya. Ingin melihat bagaimana rupa pria yang di gilai putrinya. Sedang Niana hanya menganggap angin lalu saja. "Mama, katanya hari ini Naren makan bubur ayam di pinggir jalan loh. Wah, artis terkenal tapi tetep rendah hati ya." Laura tanpa disuruh menjadi pembawa berita tentang Naren bagi keluarganya. Apapun akan Laura sampaikan. Walau berita itu tidak penting sekalipun. Seperti saat ini. Naren makan bubur di pinggir jalan. Lalu? Apa manfaat berita itu? "Ah mual kepala Gue denger nama Naren." Kevin memegang kepalanya yang katanya mual. Yang lain hanya diam menanggapi. Lebih memilih melanjutkan makan daripada sekedar menyahut. "Yang mual itu perut. Dasar gak jelas." Laura mencibir pelan. "Dek, makan dulu." David yang tepat di samping Laura menasehati. Laura mengerucutkan bibirnya kesal. Biasanya, David akan selalu membela Laura. Walau Laura salah sekalipun. Namun sekarang malah seolah berpihak pada Kevin. Apa David mulai muak? "Dek, ngefans boleh. Tapi di batas wajar aja yah. Kalo terlalu mengidolakan, takutnya nanti kamu sakit hati waktu tau kenyataan bahwa idola kamu itu gak seperti apa yang kamu lihat sekarang ini." David memberi pengertian kala semua telah menyelesaikan makan dan masih belum beranjak. David tentu saja tahu, bahwa yang terekam kamera itu sangat jauh berbeda dari kehudupan aslinya. Artis dituntut menjadi sosok sesempurna mungkin saat sorotan kamera mengarah. Tanpa tahu apa yang terjadi bila kamera tersebut di matikan. David hanya tak ingin adiknya merasa sakit dan dibohongi bila kehidupan nyata sang idola mulai terkuak. "Tuh dengerin. Bosen juga tiap hari denger Naren, Naren dan Naren," sahut Kevin merasa puas. Akhirnya ada yang berani menegur Laura. Deon, Lilina dan Kevin tak sampai hati menegur Laura. Karena baru kali ini, Laura terlihat mengidolakan seseorang dengan begitu sangat. Tak ingin membuat Laura berkecil hati. "Maaf... adek buat kalian keganggu," ucap Laura pelan. Kepalanya menunduk dalam. David menghela nafas pelan. "Adek gak salah. Cuma terlalu berlebihan aja. Adek tau kan, yang berlebihan itu hasilnya gak bakalan baik." David mengangkat kepala Laura. Mengusap pipi adiknya lembut. Laura yang diperlakukan begitu menghambur ke pelukan David. Dan menangis sesenggukan. "Hiks... Adek janji gak bakalan ngulangin lagi," ucap Laura berjanji disela isak tangis. "Santai aja Dek." Kevin mendekat dan menepuk pelan kepala Laura. Laura mendongak menatap ke belakang dimana Kevin sudah berdiri dengan diiringi senyum. "Maaf." Laura berdiri dan memeluk Kakak keduanya erat. Merasa sangat bersalah dengan Kevin. Selama ini yang paling sering mendengar cerita Laura tentang Naren memang Kevin. Kakak yang begitu usil dan jahil namun merupakan pendengar yang baik. Deon dan Lilina hanya tersenyum memandang ketiga anaknya. Merasa bangga bisa membesarkan mereka dengan menjadi pribadi yang baik sampai saat ini. Limpahan kasih sayang yang Deon dan Lilina berikan ternyata menurun pada ketiga anaknya. Anak-anaknya tumbuh dengan selalu mencurahkan rasa sayangnya satu sama lain. "Udah Dek, jangan nangis lagi. Jelek banget deh," ucap Kevin santai. Laura merutuk. Mulut Kevin tidak bisa sebentar saja berhenti menbuat dirinya merasa kesal. Dengan sengaja Laura mengelap ingusnya pada baju yang di kenakan Kevin dan berlari menghindar sebelum teriakan terdengar. "Adek..." Kevin berteriak marah. Laura yang mendengar menghentikan langkahnya dan menjulurkan lidahnya meledek. Sekarang skor satu sama. Kevin dengan segera mengejar Laura yang berlari menuju ruang tengah. Deon, Lilina dan David hanya menggelengkan kepala. Tak habis fikir dengan kedua anaknya yang walau sudah bukan anak kecil lagi tetapi masih saja sering bertengkar. Kevin dengan keusilannya. Dan Laura yang tak jauh berbeda. Jika berkumpul, rumah selalu ramai. Rasanya begitu menyenangkan. Itulah yang membuat betah berada di rumah. Rumah besar itu selalu hangat. "Abang, ke mall kuy." Laura berucap manja. "Ogah. Pengin rebahan seharian penuh." Kevin menolak dengan tegas. "Lah siapa yang ngajak situ. Orang ngajak Bang Dav kok. Bang Ke diem aja deh." Laura berkata sengit. "Yaudah sana siap-siap dulu," ucap David mendahului sebelum Kevin membalas perkataan Laura. Jika diteruskan masalah akan semakin panjang. Dengan semangat Laura bengkit dan menaiki tangga untuk mencapai kamar dan bersiap-siap. Saat melewati kursi yang digunakan Kevin untuk berbaring tangannya menarik rambut Kevin lumayan kencang. "Adek!" Tawa Laura membahana. Merasa puas bisa membuat Kevin kesal. Memangnya hanya Kevin yang bisa membuat Laura berteriak kesal? Tentu saja tidak. Laura menggandeng lengan David. Berjalan santai mengelilingi mall tanpa tujuan yang jelas. David hanya pasrah menuruti keinginan adik kecilnya. Di belakang keduanya, Kevin mengekor. Ya, akhirnya Kevin memilih ikut daripada di rumah sendiri. Karena Deon dan Lilina sudah lebih dahulu pergi. "Muter-muter doang. Beli kaga," omel Kevin. "Yang suruh ikut siapa coba? Gak ada yang ngajak juga." Laura yang mendengar merasa tak terima. "Udah. Ayo jalan lagi. Adek mau kemana sekarang?" Lagi dan lagi. David menjadi penengah diantara keduanya. Laura menunjuk restoran cepat saji dengan semangat. Dengan cepat Kevin berjalan mendahului. Ingin mengistirahatkan kakinya yang mulai pegal. Bagaimana tidak pegal? Sudah dari dua jam lalu mereka mengelilingi mall yang tidak kecil ini. Memasuki toko satu dan lainnya tanpa membeli apa-apa. "Sana pesen Bang," usir Laura yang baru mendudukkan diri. "Enak aja. Lo aja sana." Kevin membantah. David yang belum sempat duduk berjalan santai untuk memesan. "Tuh. Jadi abang itu kaya Bang David. Pengertian buanget." Laura bersidekap. Kevin yang lelah mencoba menulikan telinga. Pura-pura tak mendengar ucapan Laura. Menyibukkan diri dengan ponsel di tangan. Laura yang tak direspon memilih mengikuti David yang tengah antri. "Abang, Adek mau beef burger sama kentang ya," pintanya manja. Tangan David terulur memeluk bahu adiknya sayang. Yang melihat pasti akan mengira mereka pasangan kekasih bukan adik dan kakak. "Iya. Apapun yang Adek pengin. Tinggal bilang aja sama Abang. Nanti abang beliin." Laura tersenyum bahagia. Rasanya hidup Laura terasa begitu sempurna saat ini. Ia dikelilingi orang-orang yang menyayanginya. "Makasih Abang. Sayang Abang banyak-banyak." "Abang juga sayang Adek banyak-banyak," ucap David meniru Laura. Remaja yang berdiri disekitar mereka meleleh. Merasa ucapan manis David ditujukan pada mereka. Baper parah. "Lama amat pesennya. Udah laper nih dari tadi." Bukannya berterimakasih, Kevin malah menyalahkan. "Bukannya makasih malah gak tau diri," dengus Laura. David mendudukkan Laura di kursi sampingnya dan menyuapkan kentang goreng. Dan memelototi Kevin agar tak menyahuti lagi. Mencegah terjadinya pertikaian yang sangat memalukan bila terjadi di tengah keramaian. Setelah selesai makan. Tiga saudara itu bergegas pulang. Ingin sesegera mungkin menginjakkan kaki di rumah dan merebahkan diri karena teramat lelah. "Akhirnya sampe juga. Makasih Abang udah nemenin. Adek ke kamar dulu ya. Mau rebahan," ucap Laura. Menaiki tangga setelah sebelumnya memeluk singkat kedua kakaknya. David tersenyum memandang kepergian adik perempuannya. Ada saja tingkah gadis itu yang membuat orang dikelilingnya merasa dihargai dan sayangi. Adik kecilnya begitu menggemaskan walau terkadang membuat kesal dengan tingkah ajaibnya. David begitu menyayangi Laura. Dan akan menjaga Laura dengan seluruh raganya. Tak akan membiarkan seorang pun menyakiti walau sedikit.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN