4. Biang Onar

3121 Kata
Kami jadi mengawasi kedua abangku yang beranjak mendekat pada anak anak lelaki mereka di depan panggung. “Yah gimana nih?” tanya kak Ocha kelihatan cemas. Bang Andra terlihat ngomel pada Ello dan bang Brie juga pada Biyan. Ayahku tertawa dengan om Prass. “Ayo mas Prass lihat anak dan menantu kita” ajak bapak bapak bule yang wajahnya mirip kak Noni, sepertinya ayah kak Non dan mertua bang Nino. “Udah Cha, biar om yang urus” kata tante Inge di angguki om Prass. Berlalulah sepasang orang tua yang tidak kalah keceh dengan ayah bundaku, lalu gantian kedua abangku mendekat dengan menggenggam anak anak mereka masing masing. “Bisa jelasin sama mama?” kak Ocha mau mulai ceramah pada Ello yang masih sempat cengar cengir dan memeperbaiki rambutnya. Biyan sudah diam menatap kami. “Jelasin apa mah, aku udah baik hati bantu Biyan cari cewek. Keceh lagi” jawab Ello nyebelin. Aku tertawa berdua kak Cley. “Kamu bilang Naya yang keceh” bantah Acha bersuara. Ello berdecak dengan tengilnya. Kedua orang tuanya sudah kompak tolak pinggang. “Naya mah nomor satu, kalo cewek kembar tadi, Biyan yang bilang keceh” jawab Ello. Kami jadi menatap Biyan yang meringis tersipu. “Bilang Bie!!, kamu bilang putri tidurnya keceh” perintah Ello sambil merangkul bahu Biyan. Biyan cengar cengir lalu diam waktu tatapannya bertemu dengan kami. “Awas abangnya, aku sudah ngomong” kata Biyan melepaskan diri dari rangkulan Ello. “Benar kamu bilang putri tidurnya keceh?” tanya kak Ocha. Biyan mengangguk pelan lalu menunduk. Kak Cley tertawa dan bang Brie memijat keningnya. “Mateng!!” keluh bang Brie dan kami terbahak. “Angkat om biar gak gosong” komen Ello. Kami terbahak lagi kecuali bang Brie yang cemberut. “Tadi gak  bilang mommy kalo gadis kembarnya keceh” kata kak Cley pada Biyan. Biyan baru mengangkat wajahnya menatap kami. “Yang tadi sama ayah bundanya udah punya pacar, kalo yang jadi putri tidur belum punya” malah Ello yang jawab. “Sok tau!!” bentak Acha gemas. Ello berdecak lagi. “Gak caya” jawab Ello. Aku sudah memeluk Boy untuk meredam tawaku. “Kaya bisa bedain aja” komen kak Ocha masih tolak pinggang. “Bisalah mah, bajunya beda. Kalo yang tadi sama ayah bundanya, yang jadi penyanyi, namanya aku lupa. Yang tadi Biyan cium kan pake baju putri putrian. Trus pas tadi sebelum acara mulai, aku lihat yang nyanyi itu, udah di kawal laki, jadi aku gak kasih Biyan tikung, masa jadi pelakor” jawab Ello lagi. “Astaga….” desis Boy dan aku terbahak dengan kak Cley. Ayah dan bundaku sibuk ngobrol dengan teman temannya lagi jadi tidak menjeda obrolan kami. Kak Ocha, bang Andra dan bang Brie yang tahan tidak tertawa. Juga Acha, yang tidak pernah akur dengan Ello, karena kejahilan Ello. “Laki bukan pelakor, tapi pebinor” sanggah Acha galak lagi. “Nah itu!!” jawab Ello santai. Aku sudah terbahak lagi dengan omongan keponakan milenialku. “Udah!!, apa pun bentuknya, kamu pasti dapat hukuman dari papa” bang Andra bersuara. Ello memutar matanya. “Om Brie, masa aku di hukum sih sama papa, harusnya terima kasih sama aku” keluh Ello. “Makasih buat apa?” tanya bang Brie. “Om Brie gak harus pusing cari pacar buat Biyan. Biyankan kenal cewek cuma keluarga kita doang, sekarang kenal cewek keceh gara gara aku, sampe bisa nyium lagi” jawab Ello. Aku sudah kembali terbahak berdua kak Cley. “Dasar kutu kumpret!!” omel Acha dan Ello terbahak sendiri. “Abang yang bilang, suruh cium biar bangun, Noah soalnya gak mau” sanggah Biyan. Ello tertawa lagi dan kami orang tua kompak menggeleng pelan. “Lagi oon, udah tau itu drama, percaya aja sama aku” sanggah Ello. “Tapi putrinya beneran tidur kok” sanggah Biyan. Ello tertawa. “Biyan alibi tante Cley” ledek Ello. Biyan sontak cemberut. Kak Cley mommynya tertawa. “Kamu benaran suka sama putri tidurnya?” tanya kak Cley pada putranya. “Hunn….” rengek bang Brie protes. Kakak Cley hanya tertawa lalu focus pada Biyan lagi. “Matanya aku suka, kaya mommy, tapi mata dia hijau bukan biru” jawab Biyan. “Mata duitan kalo mamaku bilang” ejek Ello. Biyan cemberut lagi dan aku tertawa kembali. “Bisa diam gak El!!” perintah kak Ocha. “Mah…mama yang bilang, kalo orang mata duitan, matanya hijau” sanggah Ello. “Ello…..” desis kak Ocha bercampur geraman gemas pada anaknya yang tengil. Ello memutar malas matanya. “Udah ah aku mau nonton sulap” pamit Ello dan terjeda oleh bang Andra yang mencekal tangannya. “GAK EL!!” tolak bang Andra. “Pah, aku terima hukumannya di rumah, malu pah, ada om Saga…calon mertua aku” jawabnya. “Ya salam…” desis bang Brie gantian gemas. Ello mah santai cengar cengir. “Kamu duduk nonton sama mama!!” perintah kak Ocha. “Biang resek!!, lakban mah mulut Ello” kata Acha semakin galak. Ello kontan cemberut. “Udah duduk sama om Boi!!” ajak Boy menarik tangan Ello untuk ikut duduk lagi di tempat kami tadi. Kami jadi mengekor Boy dan Ello, setelah aku menarik tangan Biyan karena kak Cley terlihat berdebat dengan bang Brie. Aku memangku Biyan dan Boy memangku Ello menjauh dari dua abangku dan istrinya yang kompak saling debat, Acha sudah pamit ke arah ayahku dan duduk manis di pangkuan ayah, bunda santai memangku Marsha yang sibuk dengan handphone bunda. Aku dan kedua ponakanku dan Boy jadi menonton acara yang sudah jadi acara sulap. Anak anak ceria lagi. “Ante…aku salah ya cium putri tidurnya” desis Biyan tiba tiba. Aku menghela nafas lalu memeluk tubuh mungilnya dari belakang dan menaruh wajahku di bahu Biyan. “Salah sih…” desisku bingung juga mau komen apa. Biyan mengangguk pelan. “Aku oon gini, percaya aja sama bang Ello, habis putri tidurnya kasihan, kalo Noah gak cium nanti tidur trus gak bangun bangun” keluh Biyan. Aku tersenyum. “Kamu maunya gimana?” tanyaku. Dia mengangkat bahunya lalu menunduk lesu “Tapi cantikkan putri tidurnya?” gurauku agar dia tertawa lagi. Dia menoleh menatapku. “Cantik…tapi…” ungkapnya lalu menunduk lagi. “Tapi kenapa?” tanyaku sampai mengabaikan Boy dan Ello yang tepuk tangan karena pertunjukan sulap. “Aku tetap salah ante, gak boleh cium cium cewek, masih kecil akunya, walaupun ceweknya cantik kaya mommy aku” jawabnya. Aku tertawa pelan. “Ante gak cantik?” tanyaku. Biyan menoleh lagi. “Cantiklah…lumayan….” Jawabnya senyam senyum jahil. Aku pura pura cemberut dan dia jadi tertawa. “Ante cantiknya buat om Boi aja. Kaya mommy aku yang cantik buat Daddy. Atau tante Ocha buat om Andra. Biar om Boi gak di tikung cewek lain” jawabnya. Aku tertawa dan menciumi wajahnya. Lalu aku pamit ke toilet di temani Boy dan bertemu dengan Kak Kalila di toilet dengan pacar dokternya. Jadi nanya dong kak Kalila soal bang Nino yang bersiteru trus dengan bang Brie, ya gak jelas sih permasalahan mereka berdua, bang Andra bilang, karena tante Inge mantan ayah waktu SMA. Yang jadi masalah, ayah sudah bucin sama bundaku, dan om Prass juga bucin sama tante Inge. Herankan bang Brie?, kali ini aku sedikit membela bang Nino, pasti bete dong di baperin soal tante Inge terus sama ayahku di masa lalu. Aku tau sifat bang Nino yang cuek dan santai, dan bukan tipe yang gampang tersinggung. Masalahnya di bang Brie, yang buat bang Nino jadi kesel. Mungkin lo ya. Setelah pipis dan pamit dengan Kak Kalila aku kembali ke tempat kami lagi dan memangku Biyan lagi. Kami lalu diam menonton sulap sampai kami lihat bang Nino dan kak Noni kembali bergabung dengan anak anak mereka di gendong om Prass dan lelaki hot papa bule yang aku yakini papa kak Non. Biyan tiba tiba turun dari pangkuanku. “Kemana Bie?” tegur kak Cley yang sudah duduk di sebelah aku lagi dengan bang Brie dan berderet dengan kak Ocha dan bang Andra. Dia menatap kami semua. “Mau minta maaf sama om itu” tunjuk Biyan pada bang Nino yang terlihat ngobrol dengan om Prass tak jauh dari kami. Kami tersenyum. “Daddy aja” kata bang Brie. “Yakin mau minta maaf sama Nino?” ejek kak Cley. Kami tertawa kecuali bang Brie. “Daripada ngomel sama anakku” jawab bang Brie. “Yang cium anaknya itu aku Dad, harus aku yang minta maaf” kata Biyan. Kak Cley bersorak berdua kak Ocha. “GAK!!, kamu pikirin aja gimana hadapin hukuman Daddy” tolak bang Brie. Biyan menghela nafas lalu menurut duduk di pangku kak Cley. “Biar aja sih Brie, anak elo yang harus tanggung jawab minta maaf” komen bang Andra. “Anak elo mestinya!!” balas bang Brie. Bang Andra tertawa. “Yang nyipok anak elo” balas kak Ocha lalu tertawa. Bang Brie cemberut lagi. Ampun dah abangku yang satu baperan banget. “Anak elo yang ajarin” balas bang Brie. “Udah tonton tuh, Noni sama Nino mau ngapain!!” lerai kak Cley. Kami jadi menatap panggung lagi. Bang Nino sudah duduk di depan grand piano dan kak Non kelihatan bersiap bernyanyi. “Bagusnya….” desisku ketika kak Noni mulai bernyanyi. Suaranya itu loh…bening dan bikin merinding. Aku juga takjub dengan deretan anak anak yang membawa bingkai bingkai foto bergantian seperti model catwalk, foto orang orang yang berjasa di yayasan dan kegiatan yayasan. EPIC!!, satu kata yang bisa menggambarkan seluruh rangkaian acara. Setelah bang Nino pamit dan menutup acara, tidak cuma aku yang berdiri dan tepuk tangan, tapi semua orang termasuk keluargaku. “Keren Hunn!!” puji kak Cley sambil menarik tangan bang Brie supaya bangkit berdiri. Bang Brie bangkit dengan enggan. Kami hanya tertawa melihat bang Brie akhirnya tepuk tangan dengan malas. Dan selesailah acara di yayasan om Prass. “Ello mana Ndra?” cetus kak Ocha dan kami seketika sadar, Ello sudah tidak ada. “Anak itu….” geram bang Andra lalu beranjak mencari anaknya yang menghilang. Aku ngakak dengan keluargaku. “Anak gue, bapaknya sultan, engkongnya raja, ngapa demen banget ngayap, ngapa gak ada darah bangsawan sekali” omel kak Ocha. Kami ngakak lagi. “Heran tuh bocah, pecicilan banget, babehnya gak gitu” tambah kak Ocha. “Elonya kan demen ngobak di gupakan” ejekku jadi betawi banget karena seringnya ngobrol dengan kakak iparku. Kak Ocha ngakak. “Mas Boi!!, ajarin kek anak gue, biar borju kaya elo, yang diem aja tapi keren” pinta kak Ocha. Boy tertawa. “Udah gue pakein baju kaya pangeran William, masih aja kelakuannya kaya Sarmijan” omelnya lagi. Sudah pasti tidak akan berhenti tertawa kalo kakak iparku sudah ngomel. “Eh Hunn!!, tuh sana minta maaf sama Nino, sebelum dia kabur” kata kak Cley menjeda. Bang Brie menghela nafas malas. “Semangat Brian!!, kali jadi besan!!” ejek kak Ocha. Tapi bang Nino keburu bergegas pergi menggendong satu putri kembarnya dan putrinya yang lain di gendong papanya kak Noni menjauh dari area acara. “Sepertinya tidak akan ada lagi wawancara dengan Gerenino Dean Sumarin ini sih, benar benar anti media” komen Boy. Aku tertawa. “Kurang keras usaha anak buahmu” komenku. “Gak menjual sih, jadi ogah terus di wawancara” komen julid bang Brie. Kak Cley langsung tolak pinggang. “Bagian mana dari Nino yang tidak menjual?, dia punya perusahaan kontraktor besar, jaringan usaha solid, coffee shop, hotel dan family man yang bucin sama istri kecehnya juga anak kembarnya yang juga keceh?” omel kak Cley. Bang Brie memutar matanya. “Masih kalah sama aku yang punya istri artis keceh dan terkenal, juga anak lelaki soleh” jawab bang Brie. “Oya?” ejek kak Cley malas. Kak Ocha tertawa. “Suseh kalo udah kaga cinta” komen kak Ocha. Kami tertawa. “Kalian pulang duluan ya!!, ayah mau reuni sama teman teman ayah” pamit ayah menjeda. Kami kompak mengangguk. “Sini Marsha sama om Bie” kata bang Brie mengambil Marsha dari gendongan ayah. “Andra mana?” tanya bunda. “Cari Ello paling, om Boi…aku juga gendong…aku pulang sama om Boi sama Ante, males pulang rumah papa” rengek Acha. Boy tertawa lalu menggendong Acha. Udah besar padahal, masih aja manja Acha sih. “Gue cari Andra dulu deh, kalo mau cabut” pamit kak Ocha setelah mencium tangan ayah dan bundaku sebelum beranjak mencari suami dan anaknya. “Ayo deh sekalian kita ke depan!!” ajak bang Brie. Kami mengangguk lalu bergantian mencium tangan ayah dan bundaku. Berlalulah kami beriringan setelah pamit dengan tamu lain yang sebagian seleb dan mengenal Boy dan kak Cley. Saat kami beriringan jalan di koridor menuju gedung utama baru bertemu kak Ocha yang menarik tangan Ello. “Ketemu di mana?’ tanya bang Brie karena kami jadi berhenti jalan. “Ketemu calon papa mertuaku om, tapi mama ganggu aja. Untungnya masih sempat aku minta izin pacarin Naya kalo udah besar” jawab Ello. “Astaga….” desis kak Cley dan aku terbahak. “Udah di jawabkan sama anak gue, ayo dah susul Andra, mau pulangkan?” jawab kak Ocha masih memegang tangan Ello. Kami mengangguk. “Papanya mana mah?, buruan pulang, aku cape sama ngantuk juga” rengek Acha mulai rewel. Kadang mending dia masih sekecil Marsha yang anteng diam main handphone di banding dia tumbuh besar. Semakin galak dan jutek, belum manjanya poll. Oh satu lagi, baper macam bang Brie, pantasnya jadi anak bang Brie. “Papa lagi loby om Saga biar nerima aku jadi mantu kak, sabar apa” jawab Ello lagi. Kalo kami ngakak, kak Ocha dan Acha menggeram. “AYO BURUAN PULANG!!, lama lama di mari, anak gue bisa ta’aruf ” ajak kak Ocha sambil menarik tangan Ello yang terbahak. Kami mengikuti Ello yang terbahak. Belum sampai gedung utama, bang Andra sudah mendekat. “Mau pulang?” tegurnya. “Pulanglah Yang, anakmu bisa jadi Fahri lama lama di sini” omel kak Ocha. Bang Andra tertawa. “Udah bilang om Sagara pah?, apa udah papa pantekin Naya buat aku?” masih aja si Ello. Kak Ocha menggeram lagi. “Begini nih kalo turunan playboy, kecil kecil udah repot urusan perempuan” omel kak Ocha. Kami terbahak dan bang Andra cengar cengir sambil mengambil Marsha dari gendongan bang Brie. “YUK PULANG YUK!!” ajakku melerai. Kak Ocha menghela nafas lalu menurut merangkul lengan bang Andra memimpin kami di depan dan tetap mencekal tangan Ello yang terus celingukan. Ampun anak mantan playboy, tepe tepe mele. Beda dengan Biyan yang anteng menggegam tangan mommynya. Aku dan Boy tetap paling belakang. Di loby, aku melihat gimana repotnya bodyguard menyingkirkan wartawan. Ternyata benar Boy, bang Nino terlihat tergesa membawa keluarganya pulang menuju mobil yang sudah siap di depan pintu masuk. Sama sekali enggan memberikan komentar malah terlihat sekali bersiap ngamuk saat wartawan berusaha mengacungkan mic atau alat perekam, benar benar masuk mobil setelah kak Non masuk mobil. “Harusnya kamu seperti itu, kawal aku pakai bodyguards biar gak kejar aku wawancara gak penting” komen kak Ocha begitu rombongan bang Nino berlalu. Bang Andra tertawa. “Janji dulu kamu gak jatuh cinta sama bodyguards yang aku sewa” kata bang Andra. Kak Ocha tertawa. “Loh anak buah om Edward keceh keceh, aku takut kamu di tikung” tambah bang Andra. Kak Ocha tertawa lagi. “Apesnya di kita bang!!,” komen bang Brie karena wartawan itu jadi mendekat ke arah kami. Mengkeret dong kak Ocha beda dengan kak Cley yang santai. “Wawancara boleh, tapi jangan bar bar ya!!, tuh artis aja yang kalian wawancara, istri saya tidak menjual” kata bang Andra pada wartawan yang sudah mendekat. “Siap mas Andra. Eh ada mba Nad Nad, sama bos Smith” jawab salah satu wartawan. Kami tertawa. Jadilah kami melayani mereka dulu, pasangan bang Brie dan kak Cley yang terlihat santai menjawab pertanyaan wartawan tentang acara di yayasan. Aku hanya menjawab sesekali, Boy yang tangani pertanyaan para wartawan yang mewawancarai kami berdua dan tetap menggendong Acha. Bang Andra juga merespon beberapa pertanyaan, cuma kak Ocha yang diam dan hanya senyum. Udah jadi mantu senior, masih aja belum terbiasa. Boy yang masih jadi calon mantu aja, santai banget. Ini lebih ke soal pembawaan. Ada orang yang sanggup menanggani publisitas, ada yang kaku. Tapi sepengalamanku, zaman sekarang, orang berlomba lomba sekali supaya jadi terkenal sampai menghalalkan segala cara. Kak Ocha doang yang beda, makanya abangku pilih jadi istri. “Sudah ya!!, anak anak saya cape” jeda bang Andra. “Siap!!, makasih bos!!” cetus salah satu wartawan. Bang Andra tertawa pelan. Dan menyingirlah para wartawan memberi kami jalan. Kalo sedang sepi berita hoax, ya ramah begitu, kalo sedang rame pemberitaan soal keluargaku baru mereka suka agak bar bar. Berdirilah kami berderet menunggu mobil siap. Bertemu Kak Kalila lagi dengan pacarnya yang mau pulang juga, dan dia ngobrol dengan abangku sampai mobil kami datang. Kami saling pamit baru masuk mobil. “Mau makan dulu gak Princess?” tanya Boy pada Acha. “PULANG!!, NO DEBAT!!, aku ngantuk!!” tolak Acha. Boy tertawa. “As your command Princess Tasya” jawab Boy lalu mencium pipi Acha dan mencuri cium pipiku. Aku tertawa berdua Acha. “BIBI!!!!” lolong Acha begitu sampai rumah. Aku dan Boy tertawa melihat princess Syahreza memerintahkan bibi membawa sepatunya yang dia buka asal. “Beresin Bi!!, ante Nad Nad, om Boi, aku mau bobo, betisku bekonde, aku gerah dan ngantuk!!, jangan ganggu aku tidur!!” pamitnya. Aku dan Boy tertawa sambil mengangguk melihatnya berlalu masuk kamar bundaku. “Kamu kecil kaya gitu gak?” ejek Boy. Aku tertawa lagi. “Lebih dari itu, lebih nyebelin juga” jawabku. “Sudah pasti” jawab Boy. “Sampai sekarang loh. Bisa terima gak kamu?, apa berubah pikiran?” tanyaku lagi. “Mau mundur juga rugi di aku, masa jagain jodoh orang doang. Kalo kita batal nikah, pisang sunprideku siapa yang panen Yang” jawabnya. Aku ngakak parah mendengar jawaban Boy. “Sana mandi dan ganti baju, pakai daster biar gampang” perintah Boy bergurau. Aku ngakak lagi. “Percuma, nenenku tetap gak di sedot biar gedong dan sawahku gak akan kamu cangkul, kan kamu tuan muda bukan kuli gancong” ejekku sebelum berlalu ke kamarku. Gantian Boy ngakak. Punya pacar lempeng macam Boy sih, jangan harap yang enak enak, walaupun rumahku kosong. Soleh dia sih. Malah sibuk memijat kakiku karena aku merengek pegal di banding mijit yang lembek atau tangannya ngayap ke balik dasterku setelah aku selesai mandi dan berakhir di sofa ruang tengah rumahku. Kalo ada orang yang bisa memperkerjakan Bos besar macam BOY SEBASTIAN SMITH, ya cuma nona muda NADINE SYAHREZA.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN