5. Keluar atau Kau Akan Menyesal

1036 Kata
"Keluar!" seru Birru menggertakkan gigi. Bukannya keluar sesuai dengan apa yang Birru katakan, Prisma justru menyandarkan tubuhnya dengan melipat kedua tangannya di perut. Ia memejamkan mata dengan santai seolah tidak mengenal rasa takut. "Prisma Shaula, keluar atau kau akan menyesal!" ancam Birru dengan wajah memerah menahan amarah. Kali ini, Prisma memiringkan tubuhnya memunggungi Birru. Wanita itu terlihat seperti sedang mencari posisi nyaman untuk pergi tidur. Sontak, hal itu membuat Birru murka. Menyentuh lengannya dan menariknya kuat-kuat. Namun, hal tak terduga justru terjadi. Tatapan mereka bertemu dan terdiam beberapa saat, seolah sedang mencari sesuatu. Ketika Prisma sedang terpana dengan ketampanan Birru, sang empu justru menyadari kesalahannya. Kemudian, ia lekas mendorong tubuh Prisma menjauh. Menghempaskan tubuhnya dan menatap ke arah samping dengan kesal. Bagaimana bisa ia bertemu dengan wanita tidak tahu malu seperti Prisma? "A-aaw, sakit. Kau pikir aku ini apa?! Barang tahan banting yang bisa dilempar sesuka hati?!" keluh Prisma geram. Ia memeluk tubuhnya kesakitan. "Kalau kau tahu kau tidak tahan banting, kenapa bersikeras mendekatiku? Harusnya kau pergi sejak pertama kali aku mengusirmu." Birru bertanya, menatap Prisma sinis, "Kau tahu, tidak ada satu wanita pun yang bisa keluar hidup-hidup setelah mengabaikan peringatanku," tambahnya dengan seringai tipis di wajah tampannya. "Aku sudah mati sejak lama. Jadi, tidak masalah jika harus mati sekali lagi," sanggah Prisma menghela napas berat. Ya. Sejak kedua orang tuanya meninggal dan perusahaannya hancur, Prisma sudah tidak memiliki semangat hidup. Namun, setelah bertemu dan menikah dengan Carl, ia merasa kehidupannya kembali. Sayangnya, baru-baru ini banyak kenyataan pahit yang membuatnya hidup serasa mati. Mendengar ucapan Prisma membuat Birru terbelalak. Biasanya, wanita yang berusaha mendekatinya akan langsung ketakutan dan menjauh. Ada pula yang langsung menghilang karena ancaman seorang Birru Keldeo tidak pernah main-main. Namun yang tak disangka-sangka, Prisma justru tidak peduli dengan nyawanya. Merapikan posisinya dan bersiap untuk tidur. "Apa yang sudah dia alami sampai-sampai tidak takut mati? Tidak mungkin hanya karena diceraikan Carl, bukan?" batin Birru bertanya-tanya. Semenjak Prisma mengajaknya bertemu, Birru meminta Lucca untuk mencari informasi pribadi wanita itu. Ia menemukan fakta bahwa Prisma diceraikan Carl tanpa diberi kompensasi apa pun dan pria itu menikah dengan Eleanor di hari ketiga sah berpisah. Birru mengernyitkan dahi menatap Prisma dalam-dalam. Mengetahui bahwa wanita itu tidak akan turun meski berulang kali mengancam, ia memutuskan untuk mengemudikan mobilnya dan pulang. Sementara itu, tubuh Prisma mendadak menegang dan manik mata terbuka lebar. Pikirannya kacau, tetapi rencananya tidak boleh gagal. Jadi, ia memutuskan untuk memejamkan matanya kembali dan tanpa sadar benar-benar tertidur. Entah sudah berapa lama mobil itu melaju, tiba-tiba terdengar suara gebrakan yang cukup keras. "Astaga!" Prisma melompat kaget dengan jantung yang berdegup kencang. Ternyata mobil itu sudah berhenti dan wanita itu tidak menemukan Birru di sampingnya. Sontak, ia menatap ke samping dan melihat mobil berderet di sekitar. Sepertinya ia sedang ada di parkiran bawah tanah. Menatap ke depan dan melihat Birru sedang bersandar pada cup mobil. "Ya Tuhan, bagaimana ini?" Prisma terlihat kebingungan tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah ia turun atau tetap berada di mobil? Tiba-tiba, Birru menoleh ke belakang, "Mau sampai kapan kau tidur?" tanya Birru mengejek. Meski tidak mendengar, tetapi ia bisa melihat jelas gerak bibir Birru yang sedang mengejeknya. Jadi sebelum pria itu mengusirnya pergi, ia bergegas turun. "Siapa bilang aku tidur," sangkal Prisma sambil menyentuh sudut matanya. Barangkali saja ada kotoran yang perlu dibersihkan di sana. "Tidak tidur, tapi air liurnya ke mana-mana," ejek Birru lagi. "Mana ada." Prisma mengusap sudut bibir hingga pipi, tetapi tidak ada yang aneh. "Cih! Dasar jorok!" ejek Birru sambil melangkah pergi. Bola mata pria itu bergerak ke samping, merasakan Prisma mengikutinya. Ia menaikkan sebelah sudut bibirnya memikirkan apa yang akan dilakukan untuk mengusir Prisma. Sampai tepat di depan lift, mereka berdiri berdampingan. "Apa kau yakin akan terus mengikutiku?" tanya Birru tanpa menoleh sedikit pun. "Tentu saja," balas Prisma mantap. Birru mengangguk tersenyum dan melangkah masuk. Sepersekian detik kemudian, ia menarik tangan Prisma dan mengunci tubuhnya. "Aku tanya sekali lagi. Apa kau yakin dengan apa yang kau lakukan saat ini?" ulang Birru serius. Melihat betapa seriusnya pria itu membuat tubuhnya sedikit bergetar. Jantungnya berdegup semakin cepat tidak terkendali. Tiba-tiba, rasa takut menyeruak di d**a. Namun, ia tidak bisa melontarkan kata tidak dam pergi. "Ya, aku yakin," sahut Prisma mantap. Tatapan mata Prisma tidak ada keragu-raguan membuat Birru cukup terkejut. Kemudian, pria itu menjauhkan tubuhnya sambil merapikan pakaiannya. "Benarkah?" tanya Birru. "Tentu saja, aku yakin," sahut Prisma malas. "Tapi kenapa tubuhmu bergetar? Tidak sesuai sekali dengan apa yang kau katakan." Birru tersenyum mengejek. "I-itu ... itu karena kau terlalu dekat," kata Prisma setengah jujur dan setengahnya lagi berbohong. Selama ini ia tidak pernah dekat dengan laki-laki. Hanya Hades yang ada di sisinya sejak kecil dan tidak pernah menganggapnya sebagai laki-laki. Sementara Carl, pria itu tidak pernah menyentuhnya dan selalu bersikap dingin. "Kau tahu? Setelah masuk ke dalam hidupku, kau tidak akan pernah bisa keluar lagi. Jadi, kuberi kesempatan sebelum kau menyesalinya nanti," ujar Birru menoleh ke samping, menatap Prisma. Bertepatan dengan lift terbuka, Prisma melangkah keluar mengabaikan kesempatan yang Birru berikan. Kemudian, ia bertanya, "Di mana unit-mu?" "Baiklah, jika ini memang keputusanmu." Birru melangkah dengan seringaian tipis di wajahnya. Baru sekitar tujuh sampai sembilan langkah, Birru berhenti di depan sebuah unit. Menekan sandi dan begitu pintu terbuka ia langsung masuk ke dalam. Dengan langkah tergesa, Prisma mengikuti pria itu. "Kenapa kau diam saja? Apa kau berubah pikiran dan ingin keluar?" tanya Birru melihat Prisma mematung di depan pintu. "Tidak sama sekali," sanggah Prisma tegas. Wanita itu bergegas melepas sepatu dan meletakkannya di rak, lalu meraih sandal khusus di dalam rumah. Melangkah sambil mengedarkan pandangan, meneliti ruangan itu. Di sisi kiri, ruang tamu dengan sofa berwarna hitam. Sisi kanan, dapur dengan meja bar yang dipenuhi lampu kuning. "Duduklah," kata Birru yang entah sejak kapan sudah duduk bersandar sambil melipat kaki. "Terima kasih." Prisma pun duduk di seberang meja. "Jadi, kau ingin aku melakukan apa?" tanya Birru tanpa basa-basi. Prisma cukup tersentak. Ternyata Birru tipe pria yang berbicara langsung pada tujuannya. Kini, justru Prisma yang kebingungan harus berkata apa. "Apa kau ingin aku membantumu balas dendam pada Carl?" tanya Birru lagi karena tak mendapat jawaban. Melihat sikap Prisma yang mendadak diam membuat Birru semakin tertarik. Ia beranjak mendekat dan duduk di sampingnya lalu berbisik, "Aku akan membantumu asalkan kau mau tidur denganku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN