2. Pangeran Berkuda Putih

1145 Kata
Sebelum ada yang melihatnya dalam keadaan menyedihkan, ia bergerak ke arah samping dengan langkah terseok. Bersembunyi sambil menyandarkan tubuhnya pada dinding. Meremas dadanya kuat diiringi bulir-bulir bening yang mulai membanjiri wajah. "Usahaku selama ini sia-sia, Kek," batin wanita dengan lesung di bawah sudut bibir. Tangan kanannya bergerak memukul d**a yang mulai terasa sesak. Hampir saja tangisnya pecah jika bibir tidak segera dibekap. Seketika, tubuhnya meluruh dan terduduk di lantai. "Andai dulu Kakek tidak memaksa, mungkin aku tidak akan merasa sesakit ini," batinnya lagi. Ya. Andai mendiang kakek mertuanya tidak memaksa dan berkata cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Andai pria tua itu tidak menjanjikan keluarga bahagia bersama Carl dan orang tuanya. Mungkin saat itu juga ia bisa menolak dan melanjutkan hidupnya menjadi seorang violinist. Namun sayangnya, takdir berkata lain dan menjadikannya seperti ini. "Prisma? Ini benar kau 'kan?" Mendengar seseorang memanggil namanya membuat wanita itu mengangkat kepala. Netranya menangkap sosok pria yang tidak lain adalah sahabat Carl. Sesaat kemudian, ia lekas berdiri sambil menghapus air matanya kasar. Melangkah cepat menjauh dari pria itu. "Prisma, tunggu!" Wanita dengan bola mata hitam serupa jelaga itu hanya menoleh sekilas. Kemudian, melanjutkan langkahnya masuk ke dalam lift. Membuang napas dan menjatuhkan punggungnya pada dinding. "Memalukan sekali," ejek Prisma pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia membiarkan orang lain melihatnya dalam kondisi seperti itu? Terlebih orang itu adalah sahabat mantan suaminya sendiri. Pasti setelah ini, semua orang akan menertawakannya. Sampai di lantai dasar, Prisma keluar dan berjalan menuju pintu keluar. Ternyata langit masih menangis dan bagusnya bisa menyamarkan air matanya. Langkahnya cukup pelan dan tatapan matanya kosong. Mengabaikan tubuhnya yang bergetar karena kedinginan. Kulit di tubuhnya pun sudah mulai keriput. Apalagi sekarang kembali diterpa air hujan dan angin malam. Rasanya sangat dingin sampai terdengar suara gigi beradu. Tidak terasa, Prisma sampai di depan jalan. Melupakan mobilnya yang ia tinggal di sembarang tempat beserta kuncinya. Andai pikirannya jernih, mungkin ia sudah kembali dan mempertanyakannya pada petugas keamanan di hotel itu. "Kenapa dunia tidak pernah berpihak padaku?" gumamnya sambil mengangkat kepala, menatap gelapnya langit malam. Pandangan matanya mengabur. Entah karena terpaan air hujan atau memang kesadarannya yang mulai berkurang. Tiba-tiba telinganya berdenging. Lalu, ia berusaha keras membuka matanya yang terasa berat. Sepersekian detik kemudian, tubuhnya sedikit terdorong dan terjatuh. Ia menoleh dan mendapati sebuah mobil sebelum akhirnya semua menjadi gelap. *** Kelopak mata Prisma bergerak pelan. Tangannya terulur menyentuh kepala yang terasa berat. Ia memicingkan mata berusaha beradaptasi dengan cahaya terang di ruangan itu. Wanita cantik itu cukup terkejut melihat punggung tangannya yang tertusuk jarum infus. Kembali menyentuh kepalanya yang diperban dan mengingat kejadian terakhir kali sebelum tidak sadarkan diri. Menelan saliva dengan susah payah merasa kering di tenggorokannya. Prisma berusaha bangkit berencana untuk mengambil air minum. Namun, kaki terasa sakit ketika digerakkan. Meskipun demikian, ia tetap berusaha tenang. Mengedar pandang meneliti ruangan serba putih itu barangkali ada yang bisa dipintai bantuan. Beruntung, ia mendapati sosok pria tak dikenal duduk di sofa seberang brankar sambil membaca koran. Kaki jenjangnya dilipat dengan balutan celana bahan berwarna dark goldenrod. Penasaran dengan sosok pria itu membuatnya menggerakkan kepala dan mengintip. Akan tetapi, lembaran koran membuat sebagian tubuh dan seluruh wajahnya terhalang. "Maaf, aku ingin minum. Bisakah kau membantuku untuk mengambil air?" ujar Prisma dengan suara serak. Pria yang semula duduk bersandar kini langsung menegakkan tubuhnya. Terdiam beberapa saat sebelum akhirnya melipat koran dan meletakkannya di meja. Detik itu juga, Prisma bisa melihat dengan jelas sosok pria itu. Hidung mancung, rahang tegas, bulu tipis menghiasi wajahnya, dan semuanya terlihat sempurna. Sosoknya seperti pangeran berkuda putih yang sangat menawan. Jika dibandingkan dengan Carl, pria itu jauh dan jauh lebih tampan meski dilihat dari jauh sekalipun. Tanpa sadar, mata dan mulut Prisma terbuka lebar. Hampir saja air liurnya menetes jika tidak segera menutupnya. Namun entah mengapa, ia merasa tidak asing dengan wajah itu. Seperti pernah melihat di suatu tempat, tetapi tidak tahu di mana. Alih-alih menghampiri dan mengambilkan air, pria itu justru berdiri dengan tatapan tajam seolah bisa menembus jantung Prisma. Setelah itu, melangkah keluar menyisakan aura dingin. "Apa aku salah bicara?" tanya Prisma bingung. Ia hanya meminta tolong ambilkan air dan pria itu bersikap seolah dipintai banyak bantuan. Belum selesai memikirkan keanehan pria itu, pintu terbuka dan terpampang sosok pria lain. Penampilannya formal dengan setelan kerja hitam juga kemeja putih. Sosoknya tidak terlalu tinggi, tetapi menunjukkan keramahan. "Maaf, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya mengulas senyum sopan. "Ya. Aku ingin ambil minum, tapi seluruh tubuhku terasa sakit." "Sebentar." Pria itu melangkah ke arah meja. Meraih teko dan menuang air ke dalam gelas, "Silahkan, Nona," imbuhnya sambil menyodorkan gelas air itu. Prisma pun sedikit mengangkat tubuhnya. Meraih gelas dan meneguknya hingga tak bersisa. Rasanya sangat melegakan seperti oasis di Padang pasir. "Terima kasih," ujarnya menyodorkan kembali gelas itu. "Sama-sama." Pria itu tersenyum meraih gelas. "Ngomong-ngomong, perkenalkan nama saya Lucca Specito. Siang tadi, Nona tidak sengaja tertabrak mobil kami. Berhubung bos saya sedang ada rapat penting dan sudah menundanya beberapa jam, jadi kami pamit dan ini kartu nama saya. Nona bisa hubungi saya kalau butuh sesuatu." Lucca yang menjabat sebagai sekretaris itu menyodorkan kartu namanya. Sontak, Prisma meraihnya dan melihat kartu nama itu sekilas. Kemudian, ia berkata, "Baik, Tuan Specito." Lucca pun mengangguk dan bergegas pergi. Kini, tersisa Prisma di ruangan itu. Memikirkan ekspresi dingin pria yang duduk di sofa sebelumnya membuatnya merinding. "Aku pikir Carl satu-satunya pria dingin di dunia ini. Tapi ternyata, ada yang jauh lebih dingin darinya," gumamnya menatap ke arah pintu. Mengingat sang mantan suami membuatnya kembali terpuruk. Cinta sepihak memang menyakitkan, tetapi lebih menyakitkan ketika semua pengorbanannya tidak dihargai. Bayangkan saja selama dua tahun menjadi menantu keluarga Bright, Prisma melakukan semua pekerjaan rumah. Dijadikan b***k oleh keluarga suaminya, tetapi tetap berusaha tegar. Berharap kesabarannya akan membuahkan hasil dan cintanya berbalas. Namun kenyataannya, baru tiga hari mereka sah bercerai dan Carl sudah menikah dengan wanita lain. "Lupakan Carl, Prisma. Dia tidak pantas mendapatkan ketulusan cinta darimu," ujar Prisma lirih. Mulut berkata untuk melupakan, tetapi hati menolak. Cintanya benar-benar tulus meski ribuan luka ditancapkan. Wanita itu hanya bisa memejamkan mata. Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Melupakan memang tidak semudah jatuh cinta. Dulu, hanya butuh waktu tiga detik dan Prisma sudah langsung jatuh cinta pada Carl. Sekarang, ia harus berjuang untuk melupakan yang rasanya sangat menyesakkan. *** Beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Prisma sudah diizinkan pulang. Luka di kepalanya tidak serius karena hanya benturan kecil. Baru saja masuk rumah dan duduk di sofa, ponselnya bergetar. Seketika, ia merogoh sakunya untuk meraih ponsel. Dahinya berkerut melihat pesan masuk dari nomor asing. Terlalu penasaran, ia lekas membukanya. "Cek kotak surat dan kau akan mengetahui siapa dalang di balik kecelakaan kedua orang tuamu." Manik mata Prisma terbelalak. Selama dua tahun sibuk mencari tahu dan tidak pernah membuahkan hasil. Kini, ia memiliki sedikit harapan dari pesan misterius itu. Tidak ingin membuang waktu, ia lekas berlari keluar menuju kotak surat dan meraih amplop coklat. Lalu, membukanya dengan tidak sabar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN