9. Hampir Mengecup Bibirnya

1026 Kata
Birru tahu betul tipe wanita seperti Prisma. Hampir semua wanita yang berusaha mendekatinya melakukan hal yang sama. Berpura-pura bertemu di jalan padahal mereka sudah mengaturnya. Hal itu membuatnya marah dan melupakan kekagumannya pada permainan tenis Prisma. Mendengar ucapan Birru membuat tubuh Prisma tersentak. Ia menatap pria itu dengan dingin. "Sudah kubilang kalau aku datang ke sini karena temanku yang undang!" "Benarkah? Jika sebelumnya kau tidak mengikutiku, mungkin aku akan percaya," tanya Birru tersenyum mengejek. "Terserah kau mau percaya atau tidak. Hal itu sama sekali tidak ada urusannya denganku." Prisma menatap tajam Birru. Ia sama sekali tidak menyangka kalau seorang Birru Keldeo memiliki kepercayaan setinggi langit. Meskipun demikian, ia bisa memakluminya karena pria itu memang luar biasa. Tampan, kaya, cerdas, dan memiliki segalanya seolah isi dunia berada dalam genggamannya. "Hades, aku pulang dulu. Aku benar-benar menyesal tidak bersikeras menolak ajakanmu ke sini." Meski berbicara pada Hades, tetapi tatapan matanya fokus pada Birru, "Lain kali kalau mau main tenis, kita bisa cari tempat lain saja," imbuhnya menggebu. Dari setiap kata yang terlontar, Prisma berusaha menjelaskan bahwa apa yang Birru pikirkan tidak benar. Pertemuan mereka kali ini murni sebuah kebetulan dan bukan disengaja seperti sebelumnya. Hades yang sedang sibuk mengumpulkan bola terlihat kebingungan. Ia tidak tahu maksud ucapan sahabatnya dan berusaha mencerna. Menatap Prisma yang bergerak menjauh dan berganti menatap Birru. Kemudian, ia mendekat ke arah pria itu berusaha menjelaskan setelah memahami situasinya. "Tuan Keldeo," sapa Hades mengangguk sekedar memberi hormat. Birru pun mengangguk. Menatap Hades dari atas sampai ke bawah tanpa berniat untuk bersuara. "Saya Hades Powell, teman Prisma. Sebenarnya, saya sudah ada di sini sejak pukul tiga tadi. Kemudian saya menghubungi Prisma dan memaksanya datang ke sini, padahal dia sedang asik berbelanja di pusat perbelanjaan," ucap Hades menjelaskan berharap Birru akan mengerti. "Apa kau berusaha membantu Prisma menjelaskan?" tanya Birru dengan alis yang terangkat sebelah. "Saya hanya ingin mengatakan kebenarannya saja agar Tuan Keldeo tidak salah paham," jawab Hades santai. Tidak peduli bagaimana Birru menanggapi, Hades sama sekali tidak keberatan. Ia hanya ingin membantu Prisma terbebas dari kesalahpahaman dan tidak ada maksud lain. Mau Birru percaya atau tidak, itu urusannya. "Baiklah, kalau begitu saya permisi," pamit Hades. Berhubung dari rumah sudah memakai pakaian itu, jadi Hades tidak perlu mengganti baju. Ia lekas menyusul Prisma dan menunggu di depan ruang ganti. "Apa sudah selesai?" tanya Hades melihat Prisma keluar. "Ya." Suasana hatinya sedang buruk dan ingin segera pulang. "Bawa ini," imbuhnya sambil menyerahkan paper bag berisi pakaian olahraga. "Kita jadi pergi ke restoran atau mau ke rumah sakit?" tanya Hades menatap Prisma lekat. Ia hanya memberi pilihan karena sepertinya rencana awal akan berubah dilihat dari sikap Prisma. Raut wajahnya memerah dan muram. Rasa-rasanya Hades tidak berani sekedar ingin bertanya lebih. Ia takut akan menjadi sasaran kemarahan Prisma yang tidak tersampaikan. "Pulang saja. Aku sudah tidak ada mood untuk makan," sahut Prisma datar. Mereka berjalan beriringan. Prisma senantiasa menatap ke bawah, tidak dengan Hades yang melihat Birru sedang menatap ke arah Prisma. "Masalah Birru Keldeo, tadi aku sudah menjelaskannya, tapi dia tetap tidak percaya," kata Hades melihat wajah Prisma takut-takut. "Jangan sebut nama pria itu lagi di depanku. Anggap saja aku tidak pernah memintamu melakukan apa pun yang berkaitan dengannya," balas Prisma dengan sorot dingin. Wanita sebatang kara itu tahu kalau dirinya tidak bisa mengandalkan Birru. Meski ada Hades di sisinya, ia juga tidak bisa terus bergantung pada sahabatnya itu. Di dunia, ia hanya bisa bergantung pada dirinya sendiri meski apa pun yang terjadi. Dan sekarang, ia berusaha melupakan niatnya pada Birru daripada harus menyerahkan mahkota berharganya. Karena selain itu, tidak ada lagi hal berharga yang dimiliki. "Oh iya. Untuk masalah foto yang pernah aku katakan sebelumnya, kau bisa lakukan sekarang. Aku ingin kau menyudutkan Carl sampai publik menghujatnya dan harga saham Bright Company hancur. Setelah itu, beli sebanyak mungkin sahamnya," ujar Prisma bertekad. Sejak awal, seperti inilah rencananya. Ia mendekati Birru hanya ingin mencari dukungan dan mempermudah jalannya. Berhubung pria itu tidak mau membantu, jadi ia akan berjuang sendirian. Lagi pula, ada Hades di sisinya yang siap membantu dua puluh empat jam. Jadi, ia tidak perlu khawatir lagi. "Baiklah, tapi apa tidak masalah jika wajahmu terekspos?" tanya Hades khawatir. Takutnya, orang yang menyukai Carl akan membuat masalah di kemudian hari karena berita itu. Pria tampan dan kaya seperti Carl banyak digandrungi banyak wanita. Apalagi statusnya sebagai CEO muda yang sukses, sudah dipastikan banyak sekali penggemarnya. Jadi, sebelum hal buruk terjadi, ia harus mengingatkan Prisma. "Aku, sih, tidak masalah. Tapi kalau kau khawatir terjadi sesuatu yang buruk denganku, kau bisa buramkan sampai tidak ada satu orang pun yang akan mengenaliku," sahut Prisma santai. "Aku mengerti," ujar Hades mengangguk. Kini, mereka berdua sudah sampai di area parkiran. Mereka menaiki mobilnya masing-masing dan mengemudikannya melalui jalan yang berlawanan. Awalnya, Hades menawarkan diri untuk mengantar Prisma ke rumah sakit atau pulang. Berhubung wanita itu menolak, jadi mereka pulang ke rumah masing-masing. "Astaga!" Prisma mengangkat kepalanya terkejut dan menggeleng cepat. Gambaran ketika Birru mengunci tubuhnya dan hampir mengecup bibirnya tiba-tiba muncul begitu saja. Entah apa yang terjadi padanya sampai-sampai hal konyol itu terngiang di kepalanya. "Kenapa setiap kali bertemu dengan Birru Keldeo, aku berubah menjadi wanita konyol? Menyebalkan sekali!" Saat ini, Prisma sedang membersihkan lukanya. Memikirkan kejadian di lapangan tenis tadi membuatnya kesal. Apalagi mengingat sikap Birru yang menuduhnya membuntuti. "Memangnya dia pikir dia siapa? Kenapa setiap kali kakiku melangkah harus selalu mengikutinya?" Prisma bertanya-tanya dengan kesal. Segera setelah membersihkan luka, ia membersihkan diri. Merebahkan tubuhnya sambil menatap langit-langit kamar. "Kenapa rasanya malas sekali mau masak? Dulu setelah menikah, setiap pagi dan sore aku sibuk menyiapkan makanan. Mungkinkah ini saatnya bagiku untuk bermalas-malasan?" Akhirnya, Prisma memutuskan untuk memesan makanan siap saji. Menikmatinya dengan lahap dan bersantai sebentar sebelum akhirnya pergi tidur. Rasanya sangat nyaman mengistirahatkan tubuhnya setelah seharian penuh melakukan banyak aktivitas yang cukup melelahkan. *** Keesokan harinya, Prisma bangun dengan dikejutkan oleh suara nada dering ponselnya. Tangannya terulur meraih benda pipih itu di nakas, lalu melihat nama sahabatnya terpampang di sana. "Kenapa, sih, pagi-pagi sekali sudah menelepon? Ganggu orang tidur saja!" Waktu baru menunjukkan pukul enam dan Prisma sengaja bermalas-malasan ingin bangun siang. Namun nyatanya, meski sudah hidup sendiri ia tetap tidak diizinkan bersantai meski sejenak. "Lihat berita di internet sekarang juga."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN