Part 3
Istirahat yang ditunggu-tunggu oleh Salma akhirnya tiba. Salma merasa panas dekat sosok cowok yang tak bisa diam sekali, ada aja kelakuannya entah itu memukuli meja, bentak-bentak orang, nyuruh-nyuruh orang seenak jidatnya dan lainnya sepertinya Salma lupa juga jika memiliki sifat yang sama seperti cowok itu. Salma langsung menarik tangan Cindy menuju ke kantin tapi sebelum itu ia memukul bahu Malvin sangat keras. Malvin hanya meneriaki dirinya saja karena cowok itu berurusan dengan sang ketua OSIS sekolah ini karena banyak melanggar aturan MPLS di sekolah ini terutama bolos saat kumpul dan memakai seragam tidak rapi.
"Darah gue makin tinggi aja dekat tuh cowok. "Gerutu Salma. Ia meminum air mineral dingin hingga tuntas lalu meremas botol mineral tersebut.
" Lagian suruh ngalah juga lo gak mau. "Cindy sedang makan makaroni pedas yang baru saja dibeli.
" Ngalah? Gak ada dikamus gue! "Salma merasa capek hari ini, hari pertama menjalani MPLS sangat begitu melelahkan sekali. Apalagi jika melanggar sedikit saja, hukumannya sangat banyak.
" Masih hari pertama belum hari selanjutnya dan lo juga harus seminggu sebangku sama dia. Sudah ada peraturannya. "Cindy tertawa mengejek.
" Lihat aja kalau sampai dia berulah lagi, mungkin dia yang akan jadi mangsa pertama gue! "senyuman tengil Salma muncul bertanda bendera perang akan dimulai.
" Gak usah deh berurusan sama anak pemilik sekolah ini deh Sal. "
" Gue gak takut sama tuh anak, dibiarin makin membludak! Bikin emosi gue muntab muntab rasanya. "Salma merengut kesal jika teringat sikap Malvin padanya.
" Tenangkan emosi lo Sal. "Cindy beberapa kali menyuruh Salma untuk meredam emosinya tapi ternyata sulit menghadapi sikap keras kepala Salma yang sudah mendarah daging di dalam dirinya.
" Lo omong tenang tenang karena lo gak ngerasain jadi gue! "
" Ya bener sih tapi udah deh jangan berurusan sama Malvin, gue cuman gak mau lo kena masalah sama pemilik sekolah ini. "
" Gue udah nulis nama dia di dalam catatan hitam milik gue. "Salma melemparkan buku note berukuran kecil bersampul warna hitam di depan Cindy.
" Walahh bawa catatan ini lagi. "Cindy tertawa heran dengan kelakuan Salma yang tak berubah sama sekali.
" Sayang banget kalau gak ditulis. "Salma menyeruput es rasa strawberry yang baru saja diantar oleh penjual es kantin ke mejanya.
" Nomer 50, Malvin si munyuk. "Cindy tertawa terbahak-bahak membaca julukan Malvin dari Salma.
" Ya emang dia munyuk! "Salma tertawa pelan.
" Nih disimpen lagi. Herman deh gue sama lo. Bisa bisanya sekarang berurusan sama anak pemilik sekolah. "Cindy mengembalikan kembali buku berukuran mungil itu pada Salma.
" Cowok sombong itu belum tau rasanya gue usilin jadi tunggu saja tanggal mainnya. "tiba-tiba perut Salma merasa mulas.
" Napa dah? "tanya Cindy.
" Dil gue mau ke KM dulu yak! "Salma memegangi perutnya.
(KM : kamar mandi)
" Ya deh, gue tunggu di sini. "Cindy mengangguk kepalanya mengerti.
Kemudian Salma berlari menuju toilet sekolah ini. Tak lama akhirnya Salma menemukan toilet siswi di samping kelas 10 ips 5. Buru-buru ia masuk sebelum keluar sendirinya sekarang.
Beberapa menit kemudian Salma menghela napasnya lega setelah mengeluarkan sesuatu yang membuat perutnya mulas. Ketika ia melangkah keluar dari toilet ini, hampir saja tubuhnya bertabrakan dengan tubuh seseorang kalau ia tak mampu mengerem tubuhnya.
"Oh ternyata lo, sembarangan mau nabrak gue. "sosok orang di depannya bergidik-gidik melihat dirinya.
Siapa lagi kalau bukan Malvin yang suka nyari gara-gara dengannya tapi cowok itu tak sendiri melainkan bersama anak buahnya berjumlah lima orang tengah berdiri di belakang Malvin.
" Eh munyuk! "Salma tersenyum miring menatap musuh barunya itu.
" Nama gue Malvin ditambah ganteng juga gapapa, enak aja wajah ganteng gini dikatain munyuk. "Malvin menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jari tangannya.
" Hidih mau muntah gue. "Salma meludah ke samping.
" Lo! "Malvin berjalan mendekati gadis pertama kali ia temui yang berani padanya.
Salma tetap berdiri di tempatnya dan tak merasa takut malah ia mendongakkan wajah songongnya menatap lekat cowok itu.
" Ini cewek berani banget sama gue, lo belum tau siapa gue sebenernya kan? "Malvin menyentuh dagu Salma tapi segera Salma menepis kasar tangannya.
" Berani banget ya lo nyentuh gue, najis! "Sarkas Salma menatap nyalang Malvin.
" Hey hey kalian kenapa ada di sini? "suara seseorang berjalan mengarah pada mereka membuat mereka berdua menolehkan pandangannya ke samping.
" saya lagi nganterin pacar. "Malvin langsung merangkul pinggang Salma erat, Salma panik pun berusaha melepaskan rangkulan dari cowok menyebalkan itu.
"Tidak bu saya--"
"Kalian ini kembali sana! Semua murid MPLS sudah ada di aula. "Guru itu menghela napasnya kasar menatap dua orang itu serta lima orang lainnya juga.
Melihat guru itu sudah pergi baru Malvin melepaskan tangannya yang merangkul erat Salma. Salma menatap tak suka pada cowok itu langsung saja ia meninju perut Malvin sangat kuat hingga membuat cowok itu berjongkok dan meringis kesakitan.
"Rasain! Awas aja lo! "Salma tersenyum miring lalu pergi meninggalkan Malvin yang tengah ditolong oleh anak buahnya.
" GUE BAKAL BIKIN LO SUKA SAMA GUE! "teriak Malvin disela sela ringisannya. Salma mendengar ucapan Malvin tapi ia menganggap angin berlalu.
...
" Ikut gue yuk! "ajak Alfa pada Silma yang tengah sibuk mencoret-coret sesuatu dibukunya.
" Kemana? "tanya Silma gugup.
" Ya keliling sekolahan ini kan katanya kita harus hapal letak ruangan plus namanya satu per satu di sekolahan ini. Itu tugas kita lho. "Alfa terkekeh pelan melihat raut wajah Silma yang masih malu-malu padanya.
" Iya sih tapi apa kita harus tau kelas 11 sama 12?"kata Silma ragu.
"Iya dong, kita juga minta tanda tangan anggota OSIS juga. Ayo dong, daripada istirahat gini-gini aja kan buang-buang waktu."Alfa tersenyum lebar kala Silma menganggukkan kepalanya.
Silma beranjak berdiri lalu berjalan mengikuti langkah kaki cowok itu dari belakang. Ia menundukkan kepalanya saat beberapa siswi yang tengah mengajak Alfa mengobrol bahkan ada yang meminta foto meski Alfa menolak tapi mereka tetap memaksa.
Alfa merasa Silma tak ada di sampingnya lantas ia menghentikan langkah kakinya dan menolehkan kepalanya ke belakang.
"Duh! "ringis Silma menatap punggung kokoh Alfa. Silma yang sedari dari tadi menundukkan kepala tak sadar jika Alfa berhenti mendadak.
" Maaf ya Sil, sini jalan di samping gue. "Alfa meraih tangan Silma lembut dan menggandeng tangan mungil cewek itu melewati kerumunan para siswi yang tengah menggerobolinya.
" Alfa itu siapa? "pekik salah seorang gadia berbando pita saat melihat Alfa, sosok cowok idamannya itu menggandeng seorang gadis lainnya.
" Untuk kalian, stop jangan ngganggu gue ya. Gue udah punya pacar. "sontak ucapan Alfa itu membuat para gadis itu berteriak heboh ada yang tak suka dan ada sedikit yang mendukung berbeda dengan Silma yang terkejut bukan main.
" Yahh! "desah para gadis itu kecewa, padahal mereka tengah mengantri berusaha mendekati sosok Alfa, sang pangeran tampan ini.
" Kapan? "
"Kok bisa? "
" Jelek banget nih cewek! "
" Belagu banget! "
" Jangan dong Fa, masih cantikan gue tau! "
" Lo kena guna-guna ya? "
Beberapa pertanyaan nyeleneh para gadis itu keluarkan pada Alfa karena banyak yang tak menyukai Alfa berpacaran dengan seorang gadis yang tengah digandeng cowok itu. Silma meringis mendengar ucapan para gadis sekitar Alfa, ia bahkan takut untuk menatap mereka dan lebih memilih menundukkan kepalanya menatap sepasang sepatu hitamnya seraya mengeratkan tangannya menggenggam tangan Alfa.
" Kalian jangan berbicara seperti itu! Gue gak suka sama ucapan kalian, kita bisa berteman baik malah gue welcome jika ingin berteman tapi untuk mencaci maki Silma. Gue gak bisa biarin kalian lolos begitu saja! "sentak Alfa menatap para gadis sekitarnya yang tak menyukai Silma.
" Oh namanya Silma ya? Duhh cabe! "sosok gadis berambut panjang akan menghampiri Silma namun Alfa segera menghadang gadis itu.
" Silvia, gue udah peringatkan diri lo jangan ngganggu gue lagi. Sepertinya lo budheg ya? "sarkas Alfa. Ia memang tak menyukai gadis berseragam ketat itu. Gadis yang suka membututinya sejak masuk sekolah ini dan berusaha mendekatinya.
(tuli)
" Cih! Lihat aja lo! Lo bakal habis ditangan gue! "Silvia menatap tajam Silma saat Silma meliriknya sekilas. Silvia pergi setelah menepuk pelan pipi Alfa dan disusul beberapa gadis lain.
" Gak usah dengerin ya kata mereka, gue bakal ngelindungi lo kok. "Alfa mengusap kasar pipinya bekas sentuhan Silvia kemudian ia menatap Silma sambil memegangi bahu gadis itu.
" Apa maksud lo tadi? Pacar? Kan lo bisa ngomong ke mereka kalau kita teman tapi mengapa harus pacar? "lirih Silma.
" Jujur saja gue emang suka sama lo Silma sejak kita satu kelas saat smp. "Alfa menangkup wajah Silma pelan.
Hati Silma menghangat ketika Alfa bersikap manis seperti ini padanya.
" Gue gue juga suka sama lo Al. "Silma salah tingkah saat dipandang intens oleh Alfa. Alfa tersenyum tipis memandang wajah cantik Silma yang natural sekali.
...
Silma sendirian sekarang karena Alfa tengah bersama teman-teman barunya. Sejak ia mengatakan perasaannya pada Alfa, cowok itu makin perhatian padanya dan sering mengajaknya keluar rumah. Ya sudah beberapa hari ini Silma menjalani masa sekolah sewaktu SMA sangat menyenangkan sekali berbeda dengan Salma yang suka marah-marah sendiri jika sehabis pulang dari sekolah.
Silma tengah duduk di bawah pohon sambil mencoret sesuatu dibuku diarynya. Ia selalu menuliskan perasaannya lewat diary kesayangan itu, kado dari Salma saat berusia 13 tahun. Salma menyuruhnya untuk mencatat hari-harinya melalui buku itu jika tengah suntuk.
"Andai aja ada Salma di sini pasti gue gak terlalu bergantung sama Alfa kan? "Silma berbicara sendiri setelah menulis perasaan menyenangkan di hari-harinya menjalani Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau disingkat menjadi MPLS.
" Kasihan Salma, suka uring-uringan karena banyak musuh baru di SMAnya. "Silma terkekeh pelan mengingat adiknya itu yang selalu bercerita dengan ekspresi yang menggemaskan baginya.
Silma memeluk buku diarynya dan tersenyum lebar menatap sekitarnya yang nampak ramai karena sekarang waktunya istirahat.
" Gak nyangka minggu depan udah resmi jadi murid SMA ini, sekolah di sini gak buruk juga ya. Meski gak dapet temen tapi gak apalah, kata Salma juga haru berusaha. Jadi nanti saat sudah di kelas resmi, gue bakal berusaha bergaul seperti kata Salma. "Silma menghela napasnya lega. Hatinya tenang sesekali memejamkan kedua matanya saat angin menerpa wajahmya tak lupa ia menampilkan senyuman lebarnya.
Beberapa menit kemudian...
Byurrrr
Tubuh Silma tersentak ketika seseorang menyiramkan air dingin ditubuhnya. Ia menatap tak percaya, sekelompok gadis berjumlah empat orang itu tengah menatapnya sinis di depannya. Silma menatap diarynya yang basah karena ulah para gadis itu.
"Lo Silvia kan? Kenapa lo lakuin ini? "Silma berusaha berani menatap tajam gadis itu meski jantungnya berdegup kencang karena ketakutan.
" Wow wow berani banget, nyalinya mulai ada ya sekarang? Atau karena baru saja jadi pacarnya Alfa? "gadis berani Silvia itu memainkan rambutnya sendiri seraya mendekati Silma.
Silma berjalan mundur ketika Silvia akan mendekatinya.
" Pergi lo! "usir Silma. Nyalinya tiba-tiba menciut saat terdengar suara tawa menyeramkan Silvia.
" duh duh anak manis, takut ya? Katanya berani? "Silvia menghentikan langkah kakinya setelah itu tertawa pelan.
" Bisa pergi gak? "
" Duh gak bisa dong gue kan belum main main sama lo. "Tawa Silvia disusul oleh teman-temannya yang berada di belakangnya.
" Kenapa kalian jahat sama gue? Kita bisa berteman. "lirih Silma.
" Jahat? Gak ngaca ya, lo yang jahat merebut perhatian cowok idaman gue! Udah jelas jelas gue itu ratu kelas 10 di sekolah ini masih aja lo itu sok bodoh sok gak peduli sok... Apa lagi ya.. "Silvia menghela napasnya pelan ketika melihat dari arah depannya maksudnya dari arah belakang Silma ada Alfa berjalan cepat mengarah ke sini.
" Sepertinya lain kali kita bakal main main deh, katanya pengen temenan kan? "Silvia membalikkan tubuhnya tapi sebelum pergi...
" Cabe murahan. Lo bakal mampus di tangan gue. "desis Silvia. Gadis berambut pirang itu pergi meninggalkan Silma yang berdiri mematung di tempatnya.
" Silma! Lo gapapa kan? Maaf ya gue tinggal sendirian tadi. "Alfa menatap khawatir ketika mengetahui tubuh sang pacarnya basah.
" Gapa--"
"lo habis dibully kan sama Silvia, benar-benar anak itu keterlaluan sekali. "
...
"Wah jaketnya siapa tuh? Tumben nyuci jaket." Salma masuk ke dalam kamar Silma.
"Jaketnya Alfa. "Silma tersenyum kebar menatap jaket milik kekasihnya itu.
" Ciye ciyeee enak ya lo dapet pangeran lha gue malah dapet gorengan kan sebel. "Salma mendengus kesal mengingat wajah Malvin yang super duper mirip mendoan.
" Sabar dong sabar, lagian Malvin juga cakep kata Cindy. "Salma melipat jaket milik Alfa lalu di letakkan di atas kasur.
" Cindil tuh nyebelin juga dehh, punya temen juga nyiksa lahir batin gue. "Salma merebut jajan milik Silma saat kakaknya baru saja membuka jajannya ketika duduk di sampingnya.
Silma tertawa renyah mendengar celotehan Salma yang tak habis-habisnya mengatai Malvin.
" Oh ya Sil, lo bener-bener gapapa kan? Kok firasat gue, lo nyembunyiin sesuatu dari gue? "Salma menatap tajam pada kakaknya itu.
" gue baik baik aja kok, ishh itu firasat doang. Mungkin karena lo lagi dalam mode mood buruk. "Silma merangkul Salma.
Maafin gue-batin Silma.
Ia takut jika menceritakan sebenarnya akan membuat Salma naik pitam dan tak segan-segan membalas perilaku Silvia nantinya.
" Awas aja ya lo bohong, gue bakal ngambek seminggu. "Salma mendorong bahu Silma pelan.
" Jangan ngambek dong, kan gue gak bisa dengerin curhatan lo! "Silma cekikikan menggoda adiknya itu. Ia sangat mendukung Salma jika nantinya memiliki seorang pacar.
" Haishh. Oh ya lo dapet temen? "
" Belum. "
" Dapetin temen yang banyak, biar bisa disuruh-suruh,"ucap Salma asal.
" itukan lo! "Silma mencubit pipi Salma gemas.
Salma tersenyum tipis, melihat wajah Silma yang selalu menampilkan keceriaan adalah hal yang membuatnya lega meski sulit sekali menepis firasat buruk tentang kakak kembarannya itu. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan kakaknya darinya.
"Alfamar*t aishh nyebut merek gue."Kebiasaan Salma yang suka menambahi nama orang tak bisa dihindarkan.
" Alfa kok dikatain supermarket sih. "Silma menarik rambut adiknya pelan.
" Aduhh sorry sorry, habis mulut gue gak bisa direm. "
" Napa lo nanyain Alfa? "tanya Silma heran.
" Ituuu dia bisa jagain lo gak? "tanya Salma, perasaan khawatir pada kakaknya selalu menghantuinya.
" Bisa kok. "Silma tersenyum lebar.
" Syukurlah kalau gitu. "
" Khawatirin gue ya? "goda Silma menggoyangkan lengan Salma.
" Jelas lah, gue khawatir sama lo. Kita kembar, apapun yang lo rasain gue juga bisa ngerasain. "Salma berdecak sebal melihat Silma yang malah menyepelekan kekhawatirannya.
" Udah udah deh intinya gue gapapa. Yaudah lo pergi gih, gue mau ngerjain pr biar malamnya bisa teleponan sama yayang gue. "Silma mengusir Salma agar segera pergi dari kamarnya.
" iya deh ya. "Salma pun memutuskan pergi dari kamar kakaknya.
Setelah melihat Salma benar-benar pergi dari kamarnya, Silma segera menyibak selimutnya. Di sana terdapat buku diarynya yang sudah lembab.
" Harus dikeringin. Maafin gue ya Sal, bikin diary ini basah. "Silma mengusap air matanya pelan ketika setetes air matanya jatuh begitu saja.
...
Salma berjalan menuju dapur tapi sebelum ke sana, maniknya melihat adiknya sudah pulang dan berjalan menghampirinya.
" Mbak! "Juna tersenyum lebar saat melihat Salma berdiri menatapnya.
" Kesurupan setan apa lo? Gak jelas! "Salma menatap sinis adiknya itu.
" Mesti! Mbak Salma suka nih ngatain adiknya paling pinter gini. "Juna mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
" Gue dapet ranking satu mbak! "pekik Juna senang.
" Yaelah, gue kira apaan. "Salma membenarkan kunciran rambutnya.
" terus ayah mana? Lo dijemput ayah kan? "tanya Salma bingung.
" JUNA! "Bentak seseorang dari ambang pintu.
Suara keras itu membuat Salma dan Juna langsung menatap ke arah pintu utama rumahnya. Pandu menatap nyalang anaknya sembari membawa sesuatu ditangannya.
" Beraninya kamu merokok! "Juna mendapat tamparan keras dari Pandu dan melemparkan kotak rokok di depan anaknya itu.
" Ayah! "Salma menghampiri Juna ketika Juna memegangi pipinya.
" Ada apa ini kok ribut-ribut? Mas? "Zena berjalan menghampiri anaknya dan suaminya di dapur saat ia baru selesai mencangkok buah di belakang rumahnya.
" Anakmu sudah berani kurang ajar sekarang! Sudah ayah bilang dari dulu jangan menyentuh benda benda perusak masa depanmu! Tapi ternyata kamu berani ya? "Pandu menendang kaki Juna membuat Juna mengaduh kesakitan dan mengusap kakinya.
" Mas! "Zena langsung memeluk Juna yang mulai menangis, anaknya baru berusia 14 tahun pasti merasa sakit dipukul oleh Pandu apalagi badannya yang kurus walau tubuhnya tinggi.
" Sayangnya anak bunda, kamu beneran merokok? Jujur ke bunda. "Zena mengusap punggung Juna yang tengah bergetar ketakutan.
" Ayah--"
"DIAM SALMA! "bentak Pandu pada Salma membuat Salma terdiam. Ia tak pernah melihat ayahnya marah besar seperti ini.
Terdengar suara langkah kaki dari anak tangga, ya itu Silma. Ia penasaran apa yang terjadi setelah mendengar suara teriakan dari ayahnya.
" Bicarakan baik-baik mas, jangan buat Juna jadi gini. Sikap anak juga tergantung pada sikap orang tua ke anak kalau Juna kamu kasarin nanti sikap Juna juga bisa kasar. "Zena mecoba menenangkan emosi suaminya itu.
"apa bunda percaya kalau Juna tidak merokok? Aku beneran bunda, aku gak pernah merokok. Itu rokok milik temanku. "Juna menatap sendu pada Zena, ia masih belum berani menatap ayahnya yang masih menatapnya tajam.
" Bunda gak ngajarin kamu berbohong, ini beneran? "
" Sumpah bunda, Juna gak bohong. "
" Lalu kenapa kamu berteman sama anak nakal? Berapa kali ayah sudah mengingatkan mu untuk pilih teman yang baik! "Pandu mengacak-acak rambutnya frustasi, ia baru sadar memukul anaknya padahal baginya itu pantang sekali.
" Maafin Juna, ayah. Aku benar-benar tidak tau kalau rokok itu ada di dalam tas aku."Juna memegang erat tangan Zena ketika mengucapkan permintaan maaf pada sang ayah.
"Bunda, ayah kerja dulu. "Pandu membalikkan badannya tapi saat mulai melangkah, tangannya ditahan oleh Juna.
" Ayah, maafin Juna. "Juna memegangi tangan kekar ayahnya itu.
" 5 bulan. "
" Apa ayah? "
" Uang sakumu --"
"Dipotong! "seru si kembar kompak. Memang sudah hapal hukum dari sang ayah kepada anak-anaknya.
" Ayah.... "
...