Part 20
"Beneran sudah gak papa?" tanya Salma khawatir saat melihat kakaknya dengan tertatih keluar dari mobil.
"Enggak papa, lo di dalam mobil aja. Gak usah keluar." Silma melihat adiknya ingin ikut keluar dari mobil.
"Tapi--"
"Nurut sama gue ya!" suruh Silma yang akhirnya membuat Salma terpaksa menurut.
"Ah iya deh."
Setelah keluar dari mobilnya, Silma mencium jauh ke adiknya sebagai tanda perpisahan sampai di sini saja dan perlahan pintu mobilnya tertutup.
Mengetahui mobilnya sudah menghilang dari pandangannya, barulah Silma melangkah masuk ke area sekolah yang sudah semakin ramai banyaknya murid berdatangan karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Hari ini si kembar berangkat agak kesiangan karena ada keributan kecil di mana Silma yang sulit menemukan dasi sekolahnya sedangkan Salma yang ribut bersama Juna hanya karena masalah kaos kaki yang tertukar.
"Alfa!" teriak Silma kencang begitu melihat Alfa sendirian sambil membawa tumpukkan buku di kedua tangannya.
Alfa lantas menatapnya terkejut lalu seulas senyum bahagia terpancar di wajahnya. Sepasang kekasih itu saling menghampiri dengan berlari kecil dan Silma yang lebih dulu memeluk Alfa.
"Sudah sehat dong bisa lari-lari begini."
"Hehe iya, agak linu sih."
"Ngapain juga lari kalau masih terasa sakit."
"Lihat kamu lari, aku jadi ikutan lari." Silma terkekeh pelan dan sangat bersemangat masuk sekolah hari ini.
"Kasihan kakinya lagi sakit malah dipaksa lari." Alfa dan Silma berjalan beriringan dan sesekali keduanya saling memandang.
"Iya ya besok-besok gak gitu deh."
"Salah, tapi tidak akan lagi besok-besok sakit."
"Ah yang benar?"
"Iya, kedepannya kamu tidak diganggu sama Silvia dan dia tidak akan menyakiti fisikmu lagi." Berat rasanya bagi Alfa tapi mau gimana lagi? Tak ada jalan lain selain menuruti Silvia dan Alfa yakin keputusannya tidak salah lagian keputusan diambil ini demi keamanan Silma selama bersekolah dan tidak akan lagi diganggu oleh Silvia dan gengnya.
"Enggak mungkin deh. Kamu kemarin lalu juga pernah bilang begitu dan Silvia berulah lagi. Percuma kamu berusaha mengajaknya berteman dan biarin aja, nanti juga Silvia capek sendiri." Silma tersenyum seakan tidak ada beban padahal gadis itu merasa takut akan dibully lagi oleh Silvia dan gengnya.
"Iya." Alfa pun mengiyakan saja ucapan Silma walau rasa bersalah terus menghantui pikirannya.
"Kamu banyak pikiran kah akhir-akhir ini?" tanya Silma heran pada sikap Alfa yang seperti menyembunyikan sesuatu dari dirinya.
"Ah iya kepikiran tugas saja yang numpuk."
"Kok bisa numpuk, banyak ya?"
"Aku yang terlalu santai sampai lupa waktu buat mengerjakan tugas."
"Lha kamu ngapain aja? Kok sampai lupa waktu." Silma tertawa seraya memukul lengan Alfa.
"Main game, gara-gara si Rion. Aku jadi mulai ketagihan main game." Lagi-lagi Alfa harus berbohong. Entah alasa apa lagi yang diyakini dapat dipercaya oleh Silma.
"Gak baik kalau sampai ketagihan, kamu harus tau waktu." Silma menegur sikap kekasihnya.
"Iya, Sayang. Kamu bawa bekal?"
"Bawa, nanti makan bareng ya?" Silma menyengir kuda, menatap Alfa yang semakin tampan saja dan gilai banyak siswi di sekolahnya. Menjadi kekasihnya tentu mental yang utama harus dikuatkan, dimana berbagai cacian makian dan hinaan seperti makanan sehari-hari didapat Silma ketika di sekolah.
"Pasti dong, kan aku gak sabar nunggu dari kemari waktu kamu bilang ingin bawa bekal porsi banyak." Alfa mencubit dagu Silma dan menggoyangkan ke kanan dan ke kiri.
"Sakit ih." Silma menggerutu sambil memanyunkan bibirnya.
...
Di tengah perjalanan menuju sekolah, Salma yang sedang asyik memandang jalan lumayan terlihat mancet hari ini tak sengaja matanya tertuju pada seseorang yang tengah sibuk menatap motor besarnya.
"Itu kan dia." Gumam Salma.
Lelaki yang dua hari kemarin tak masuk kelas sedang berdiri dan memperhatikan motornya. Ketika mobilnya berhenti karena lampu merah, Salma bisa melihat jelas apa yang dilakukan lelaki itu yang ternyata meratapi nasibnya kala ban motornya dalam keadaan bocor.
"Sokor." Reflek Salma menertawai Malvin tanpa diketahui lelaki yang sedang menggaruk kepalanya sambil menelpon seseorang.
Salma membuang pandangannya ke yang lain dan mobilnya berjalan setelah lampu rambu lalu lintas berubah warna hijau.
Setiba di sekolah, bel sudah berbunyi membuat Salma panik dan berlari melihat gerbang akan ditutup.
"Sudah sekolah beda sama Silma, peraturan sekolah ini ketat, suka bikin panik gue kalau salah, sekolah jauh juga dahlah nasib." Salma mengeluh dan berjalan gontai dengan napasnya yang ngos-ngosan meski sedikit rasa kelegaan terbebas dari hukuman karena terlambat.
Seketika Salma teringat sesuatu dan kakinya berhenti melangkah.
"Dia kena hukuman dong? Haha rasain deh, salah sendiri malu-maluin gue kemarin. Kena karma kan lo!" Salma berbicara sendiri dan seakan-akan memarahi Malvin di hadapannya. Beberapa murid bergidik ngeri menatap ke arah Salma saat melintasi gadis itu di tempatnya berdiri.
"Apa lo lihat-lihat? Gue culek mata lo satu-satu!" Salma yang merasa diperhatiakan, menatap tajam ke mereka membuat mereka membuang pandangannya ke arah lain.
Jam pelajaran sudah di mulai, guru di kelas 10 IPS 3 juga baru saja masuk ke dalam kelas. Salma segera mematikan ponselnya dan memasukkan ke dalam laci mengetahui guru mata pelajaran hari ini adalah guru yang suka menyita ponsel. Tak heran jika sekarang banyak murid yang heboh mematikan ponsel dan ada yang melakukan hal sama seperti Salma tadi.
"Hayo ponselnya siapa ini kok pagi-pagi sudah numpang ngecas di meja guru?" tanya guru wanita paruh baya bernama Nunung seraya mengangkat ponselnya yang masih tertancap charger.
"Punyanya Zainaludin itu!"
Si pemilik ponsel kaget dan baru sadar ponselnya belum diambil.
"Saya sita," ucap guru tersebut membuat seluruh murid menyoraki si pemilik ponsel yang raut wajahnya berubah sedih.
"Ya sudah, ini ponselnya. Awas saja ketahuan main hp, ibu sita."
"Siap grak bu!" Sahut Zainaludin dan mengambil ponselnya dari gurunya.
Satu jam kemudian, terdengar suaea ketuk pintu tiba-tiba dan jam ini masih diisi oleh Bu Nunung.
"Masuk!" Suara tegas Bu Nunung membuat suasana kelas menjadi menegangkan.
"Malvin Malvin." Bu Nunung menggeleng.
"Maaf, Bu. Saya terlambat karena ban motor saya bocor dan sudah ada buktinya juga."
"Ya sudah duduk ke bangkumu sana!" perintah Bu Nunung.
Salma terkesiap melihat Malvin mendekati bangkunya dan duduk di sebelahnya. Lelaki itu tampak diam meski tadi sempat tersenyum ceria ke arahnya.
'Dia cuman senyum doang ke gue? Aneh'---pikir Salma yang merasa Malvin berubah.
Salam melirik Malvin sekilas dan lelaki itu nampaknya sedang mengeluarkan buku mata pelajaran hari ini. Kemudian Malvin hanya fokus menatap ke depan padahal biasanya lelaki itu mengganggunya sampai dirinya ditegur sebab berteriak kencang. Kali ini Malvin sangat berbeda...
...