Semesta seolah mengaminkan doa Anna tepat saat dirinya berulang tahun. Sekarang Anna menyandang gelar sebagai istri seorang duda kaya raya beranak satu. Hidup benar-benar tak bisa Anna duga, doanya yang hanya main-main ternyata mustajab juga.
Kini ia sedang sarapan bersama Jeremy yang ada di depannya. Ini adalah hari ketiga Anna menjabat sebagai istri Jeremy, seperti hari-hari sebelumnya tidak ada percakapan layaknya pasutri baru diantara keduanya. Status Anna memang seorang istri tapi kenyataannya ia tak lebih dari sekedar orang asing yang tinggal di bawah atap yang sama, hanya sekedar itu.
Setelah mengusap bibirnya dengan sapu tangan yang memang disediakan di atas meja Jeremy pergi begitu saja tanpa sepatah dua kata. Ya, seperti itu kelakuan duda yang membuat Anna muak.
"Jadi kau menikahiku untuk apa?" monolog Anna. "Dasar duda!"
Anna tidak peduli akan ke mana perginya Jeremy, ia melanjutkan sarapannya kemudian Anna akan tidur seharian.
"Persetan dengan duda itu!" umpatnya.
Sejak menikah dengan Jeremy, Anna dipaksa untuk berhenti dari pekerjaannya. Sebenarnya sangat berat bagi Anna berhenti dari pekerjaan yang begitu ia cintai, namun Jeremy memaksanya dan berkata bahwa ia tak butuh penolakan. Semua titah pria itu harus dilakukan tanpa pengecualian.
Jeremy yang dingin dan yang tentunya keras kepala membuat Anna mau tak mau menuruti kemauan egonya. Saat Gideon memberinya kabar tentang perjodohannya dengan Jeremy, Anna sudah diperingatkan bahwa ia bisa menolak perjodohan tersebut karena Gideon tau sifat Jeremy bagaimana. Perjodohan ini bukan Jeremy yang meminta, melainkan Robert ayah dari Jeremy.
Robert mengatakan bahwa ia akan membantu perusahaan Gideon yang tengah bermasalah dengan imbalan Gideon harus menikahkan sang anak dengan Jeremy. Siapa yang tidak tau perihal Jeremy, pria licik nan bengis itu. Jeremy terkenal dengan kekejamannya kepada siapapun yang mencoba untuk bermain-main dengannya. Jeremy siap membunuh siapapun, ia juga memiliki penjara bawah tanah guna mengeksekusi para musuh yang berhasil ia tangkap. Dan tanpa ragu Jeremy membantai tanpa ampun kepada mereka yang sengaja membuat ulah.
Gideon tidak mau, putri semata wayangnya menikah dengan pria berdarah dingin seperti Jeremy. Diluar dugaannya hari itu Anna mengangguk. Ia menerima tawaran perjodohan tersebut, alasan Anna menerima itu karena Anna tidak mau perusahaan yang dirintis Gideon susah payah mengalami masalah. Gideon telah banyak berkorban untuk Anna, kali ini giliran Anna yang berkorban untuk Gideon.
Anna memasukan sendok ke dalam mulut sebagai suapan terakhir. Kemudian ia mengunyah untuk beberapa kali. Tiba-tiba ia teringat soal anak dari Jeremy, di mana dia berada?
Sejak berada di mansion milik pria itu, Anna tidak pernah melihat anak tersebut. Bahkan di saat pesta pernikahannya, Jeremy tidak membawa sang anak. Anna pun tidak tau berjenis kelamin apa anak sambungnya itu, karena Jeremy sama sekali tidak menyinggung tentangnya.
Anna memanggil salah satu pelayan guna bertanya, "Ada apa Nyonya?"
"Apa aku boleh bertanya?"
Pelayan tersebut mengangguk, "Boleh Nyonya. Apa yang mau nyonya tanyakan?"
"Anak Jeremy di mana? Beberapa hari di sini aku tidak pernah melihatnya," ujar Anna.
Bukannya menjawab pelayan itu malah diam, terlihat dari wajahnya ia kebingungan. Anna semakin bertanya ada apa? Seperti ada yang aneh di mansion ini, batin Anna menebak.
Rose yang merupakan kepala pelayan datang dan meminta pelayan yang baru saja Anna tanyai itu pergi, "Biar saya saja yang menjelaskan Nyonya."
Anna mengangguk, "Baiklah."
"Tuan muda berada di kamarnya nyonya," ujar Rose.
"Siapa namanya?"
"Tuan Gerald, Nyonya,"
Anna mengingat nama anak sambungnya, "Bisa antar aku bertemu dengan Gerald?"
"Tidak ada yang boleh bertemu Gerald Nyonya," kata Rose menunduk.
Mendengar jawaban Rose, Anna mendelik, "Siapa yang tidak membolehkanku bertemu Gerald? Jeremy?"
Rose mengangguk, "Duda gila!" umpatnya. "Aku ini istrinya dan hakku untuk dekat dengan Gerald. Gerald juga anakku sekarang!" Ah Jeremy memang selalu membuatnya kesal.
"Aku tidak peduli dengan dia. Antar aku sekarang!" keukeuh Anna.
Sebagai ibu sambung, Anna harus tau tentang anaknya. Ia sedikit curiga, kenapa Jeremy menyembunyikan Gerald seolah melarang anak itu keluar untuk melihat udara bebas. Anna semakin tidak sabar bertemu Gerald.
"Mari Rose tunjukkan di mana letak kamar Gerald," ujar Anna.
Rose yang juga tidak bisa menolak permintaan Anna pun akhirnya memilih untuk mengantarkan Anna ke kamar Gerald.
Anna terkejut bukan main, pasalnya kamar Gerald terletak di belakang mansion padahal Anna tau di depan, di samping kamarnya banyak kamar kosong, "Rose apakah benar ini jalan menuju kamar Gerald?"
"Benar nyonya," jawab Rose.
Sampai mereka berhenti di depan sebuah pintu coklat, yang Anna yakini itu adalah kamar Gerald. Anna tidak habis pikir dengan otak Jeremy yang menempatkan anaknya berada di kamar yang jauh dari kamar miliknya, kamar Gerald ini sebelas dua belas dengan kamar para pelayan bahkan jauh lebih kecil.
"Berapa umur Gerald?" tanya Anna penasaran.
"Lima tahun Nyonya,"
Astaga! Sungguh biadab sekali Jeremy, tanpa basa-basi Anna mengetuk kamar Gerald. Tidak ada jawaban dari dalam kamar, perlahan Anna membuka knop pintu dan ia melihat seorang anak kecil berkulit putih menatapnya dengan wajah ketakutan.
Hati Anna teriris, tubuh anak kecil tersebut sangat kurus, bahkan pipinya hanya terlihat tulang saja. Bagaimana anak dari seorang miliarder kaya raya seperti ini. Banyak piring-piring kotor dan juga gelas-gelas kotor juga di sana, kamar Gerald sangat gelap. Entah bagaimana kerja pelayan sampai tidak mau membersihkan kamar Gerald.
"Tenanglah Sayang, jangan takut. Aku adalah mommymu sekarang," Ucap Anna memeluk Gerald yang masih diam berada pelukannya.
Sepertinya Gerald kaget dengan kehadiran orang asing tiba-tiba, "Tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu. Kau aman bersamaku."
Anna tidak peduli jika sebentar lagi Jeremy datang dan melihatnya lancang menemui Gerald. Yang akan dia lakukan adalah melindungi putra sambungnya dari manusia biadab seperti Jeremy.
Anna melirik Rose, yang masih berdiri di depan pintu, "Apa begini cara kerja kalian? Membiarkan anak kecil hidup di tempat seperti ini! Apa menurutmu ini layak untuk anak sekecil Gerald, Rose!" Emosinya tak terbendung. Kenapa ada manusia yang diam saja melihat hal seperti ini.
"Maaf nyonya. Tapi kami tidak berani, sebelum Tuan yang memerintahkan kami untuk membersihkannya,"
Ya, Anna tau ini bukan salah pelayan yang ada di mansion Jeremy. Tapi kenapa mereka bungkam melihat keadaan Gerald yang terbilang cukup mengenaskan, yang paling benar untuk disalahkan adalah Jeremy. Demi Tuhan Anna membenci laki-laki itu.
"Cepat bersihkan kamar Gerald, sampai benar-benar bersih. Aku akan mengajak Gerald untuk makan," ujar Anna.
Rose mengangguk, "Baik Nyonya." Meski sebenarnya ada perasaan takut akan kemarahan Jeremy, Rose tetap melakukan perintah. Karena memang sebenarnya Rose tak tega dengan kondisi tuan mudanya.
Anna menggendong tubuh Gerald dengan mudah, pasalnya tubuh bocah laki-laki ini memang sangat kecil. Entah kekurangan gizi atau memang Gerald jarang makan.
"Gerald harus makan yang banyak ya. Nanti mommy yang suapin," Anna mencoba berinteraksi dengan Gerald yang masih diam di dalam gendongannya. "Mommy sayang Gerald." Anna mencium pucuk kepala Gerald.
"Benarkah?" ujar Gerald tiba-tiba dengan binar mata bahagia.
Anna mengangguk pasti, "Ya mommy sangat sayang kepada Gerald." Ia mengeratkan gendongannya.
"Apa aku boleh memanggilmu Mommy?"
"Detik ini dan seterusnya, Gerald harus memanggil mommy. Mengerti?"
"Mengerti Mom," Gerald langsung mengalungkan tangannya ke leher Anna.
Wajah murung Gerald seketika berubah, seakan ia menemukan malaikat penolongnya yakni Anna.
Sesampainya di ruang makan, Anna menurunkan Gerald. Ia mengambil piring beserta nasi dan lauk pauk untuk sarapan Gerald. Anna duduk di kursi sebelah kanan Gerald agar mudah dirinya menyuapi anak tersebut.
"Sini, makan dulu," kata Anna.
Gerald mengangguk, ia membuka mulutnya lebar siap menerima suapan dari Anna, "Anak pintar." puji Anna melihat Gerald yang lahap.
"Harus makan yang banyak supaya sehat ya sayang,"
"Iya Mommy,"
"Pintar sekali sih, anak siapa?" Anna mengelus puncak kepala Gerald.
"Anak Mommy," jawab Gerald dengan lantang.
"Bukan anak Daddy?"
Gerald diam, kemudian menggeleng, "Sepertinya daddy tidak menyukaiku Mom." Oh astaga Anna salah bicara rupanya.
Lihatlah anak sekecil Gerald bisa berfikir kalau papanya sendiri tidak menyukainya. Apa yang sudah laki-laki gila itu lakukan. Ia menciptakan ingatan buruk yang bisa Gerald bawa sampai nanti ia dewasa.
"Kata siapa? Daddy menyayangi Gerald kok," Anna mencoba merengkuh Gerald. Membawa bocah laki-laki itu ke dalam pelukannya. "Daddy hanya sibuk bekerja Sayang, jadi tidak ada waktu bersama dengan Gerald. Tapi sekarang Gerald jangan sedih, kan ada Mommy." Anna mengerlingkan matanya sebelah.
"Iya Mom. Gerald sayang Mommy,"
"Mom juga sangat sayang Gerald,"
Ada banyak hal yang belum Anna ketahui tentang Jeremy. Di mana ibu kandung Gerald dan alasan kenapa pria itu dengan tega mengurung Gerald di kamar sesempit itu.
Ana menyodorkan gelas berisi air putih, "Minum dulu, nasinya sudah habis. Apa Gerald masih lapar?"
Gerald menggeleng, "Sudah kenyang Mom."
"Oke. Setelah ini Gerald mandi ya, Mommy mandikan,"
"Baik Mommy,"
***
Hari sudah semakin malam, dan Anna masih belum melihat batang hidung Jeremy. Laki-laki gila kerja itu tak ingat waktu, tapi apa peduli Anna. Lebih baik ia menghabiskan waktu bersama Gerald.
Rose mengatakan ini pertama kalinya ia melihat Gerald bahagia, tertawa riang dan berlari ke sana kemari seperti anak kecil pada umumnya. Anna juga bisa merasakan aura Gerald yang berbeda saat pertama ia melihatnya dengan sekarang, sangat jauh berbeda.
"Gerald, sini makan dulu Sayang," panggil Anna.
Gerald berlari ke arahnya. Anna menggendong dan mendudukkan Gerald di salah satu kursi meja makan. Saat ia hendak menyuapi Gerald, suara mobil Jeremy terdengar.
"Mommy apakah itu Daddy?" Tanya Gerald dengan wajah yang ketakutan.
Anna mengangguk, "Tenanglah Sayang. Tidak ada apa-apa, ada Mommy di sini bersama Gerald."
Hati Gerald menghangat, baru pertama kalinya ada sosok yang membelanya. Ia merasa aman bersama Anna, mungkin Anna adalah malaikat baik yang Tuhan berikan untuk menolong dari kesendiriannya selama ini.
Saat pria itu masuk ke dalam mansion miliknya, Jeremy tampak terkejut melihat pemadangan dua orang di depannya. Namun beberapa detik berikutnya ia kembali memasang wajah dingin yang membuat Anna ingin menamparnya. Anna menatap Jeremy dengan tatapan seringai.
"Siapa yang menyuruh dia ada di sini?" tanya Jeremy dingin.
Anna mengerti siapa yang dimaksud dengan pria tersebut. Mendengar itu, Gerald beringsut dari kursi lalu memeluk Anna, seakan ia membutuhkan perlindungan. Oh Gerald yang malang.
"Aku, kenapa?" Jawab Anna tanpa merasa takut dengan pria bertubuh tegap di depannya.
"Berani-beraninya kau mengajak dia hah?" Kilatan kemarahan terpancar dari binar milik Jeremy, entah kenapa ia terlihat sangat marah hanya karena perihal Gerald yang makan di meja makan.
Anna mencoba untuk tidak terpancing, "Ya apa salahnya. Sekarang dia juga anakku kan? Jadi kalau kau tak mau di sini, terserah kau saja. Tapi aku mau bersama Gerald."
Karenal tidak ingin melihat Gerald semakin takut dengan kemarahan Jeremy, Anna mengajak Gerald untuk ke kamarnya saja, "Gerald kita makan di kamar mommy saja ya, mendadak aura di sini jadi panas." ujar Anna dengan menyindir Jeremy.
Anna cepat-cepat menggendong Gerald sambil membawa makanan Gerald untuk ia bawa ke dalam kamarnya. Meninggalkan Jeremy yang masih berkobar emosi.
"Dasar wanita sialan!" Jeremy membanting tas kantor miliknya.