Bella POV.
“Pih…” rengekku menahan papi yang bersiap masuk lift.
Papi menghela nafas dulu sebelum membiarkan pintu lift tertutup lagi.
“Pulang…” rengekku lagi supaya papi mengurungkan niatnya untuk mencari bang Noah.
Beruntungnya aku, karena papi akhirnya merangkul bahuku untuk membawaku beranjak dari kantor Sumarin Group. Aku tidak tau papi ada keperluan apa, tapi aku bersyukur bertemu papi saat ini. Dan ternyata papi membawaku ke sebuah coffee shop di dekat kantor Sumarin Group. Bagus bukan ke coffee shop di loby kantor yang memang punya om Nino. Papi biarkan aku tenang dulu juga dengan memesankan aku minum lalu papi diam mengawasiku dan aku tidak berani menatap papi.
“Apa lagi sekarang Bel?, Noah lagikan?” tegur papi bersuara.
Semakin buat aku tidak berani menatap papi di hadapanku.
“Cukup nak, jangan sakiti hatimu lagi. Mau sampai kapan kamu seperti ini?. Sekalipun kamu tahan dengan rasa sakitnya?, tapi papi tidak tahan” keluhnya kemudian.
Jadi mewek lagi aku, dan papi biarkan.
“Dari dulu begitu. Papi dulu diam, karena papi pikir kamu masih kecil untuk mengerti kalo apa yang kamu lakukan sia sia. Tapi sekarang kamu sudah mengerti kalo sebenarnya semua sudah tidak sebanding lagi untuk kamu jalani” masih papi yang bicara.
Aku bertahan diam, karena sibuk dengan kesedihanku. Jadi bukan sedih karena bang Noah lagi. Papi benar kalo aku mungkin bisa tahan dengan rasa sakit hati yang aku rasakan karena bang Noah. Tapi papi tidak bisa, karena pasti sedih kalo melihatku sering bersedih karena ulah bang Noah. Sampai papi menyodorkan tissue untuk mengusap air mataku, baru aku mengangkat kepalaku untuk menatap papi.
“Maaf…” rengekku menatap papi lalu air mataku malah meleber lagi.
Papi menghela nafas lalu pindah duduk di sebelahku.
“Sayang…tujuan hidup itu, selain bahagianya mami, adalah bahagiamu dan Irash. Papi akan lakukan apa pun agar kalian bertiga bahagia, sekalipun papi harus mengorbankan banyak hal. Tidak masalah untuk papi, karena setimpal kalo segala pengorbanan papi di bayar dengan bahagia kalian” kata papi sambil mengusap punggungku.
Aku mengangguk walaupun aku menunduk untuk mengurus airmataku lagi. Padahal papi duduk menghadapku dan aku malah menghadap meja di depanku.
“Papi pernah ada di kondisi tidak bisa melakukan apa pun, saat tante Risda ada di posisimu, yang berjuang untuk cinta dalam hidupnya, tapi sendirian, karena tante Risda terlambat menyadari kalo usahanya sia sia untuk memperjuangkan cinta yang dia punya pada lelaki yang salah” kata papi lagi.
Aku diam menyimak, walaupun aku tidak terlalu mengerti apa yang papi maksud.
“Sama juga kondisimu sekarang dengan tante Risda, karena pernah jatuh cinta pada orang yang papi kenal baik. Papi kenal baik orang tua Noah, walaupun papi tidak mengenal baik Noah secara pribadi. Persis opa Ata dulu pada lelaki yang tante Risda suka, opa Ata kenal baik orang tuanya, walaupun tidak mengenal dengan baik lelaki yang sudah buat tante Risda jatuh cinta. Papi lakukan apa yang opa Ata lakukan dengan memasrahkan semua pada Tuhan, berusaha percaya, kalo putri papi, perempuan baik baik yang pasti akan dapat pasangan yang baik juga” lanjut papi lagi dan tangannya bertahan mengusap punggungku.
Papi seperti mengabaikan tatapan orang di sekeliling kami yang mungkin menatap kami.
“Tapi jadi berbeda posisi papi sebagai ayahmu, dengan posisi opa Ata sebagai ayah tante Risda. Karena lelaki yang tante Risda suka, dan teman baik papi, sekalipun tidak pernah melakukan apa yang Noah lakukan padamu. Lelaki itu tetap menghargai segala bentuk perhatian dan kasih sayang tante Risda, dan di sini tante Risda yang salah, karena cinta membutakan logikanya sampai dia memilih bertahan sekalipun dia tau, kalo lelaki itu tidak pernah memberikannya harapan, selain menganggap tante Risda adiknya karena lelaki itu menghargai papi sebagai abang tante Risda. Untuk itu opa Ata bisa tahan dan memilih tetap memasrahkan semua pada Tuhan. Opa Ata kembalikan semua ke konsep jodoh. Kalo memang lelaki itu jodoh tante Risda, pasti akan ada jalan. Begitu pun kalo ternyata lelaki itu bukan jodoh tante Risda, pasti akan ada jalan untuk tante Risda move on dan berusaha membuka diri untuk lelaki lain yang bisa membalas perasaan cinta dan kasih sayang yang dia punya” lanjut papi.
Aku bertahan menyimak, dan hanya sesekali sibuk dengan ingus yang meler dari hidungku efek aku menangis trus dengan tissue yang aku ganti terus.
“Tapi Noah tidak melakukan apa yang teman baik papi lakukan pada tante Risda. Noah selalu ketus padamu, tapi lalu dia baik lagi padamu. Dia seperti mempermainkan perasanmu. Papi masih bisa membiarkan, tapi mau sampai kapan, kalo sampai kamu lulus SMA, lalu kuliah sampai saat ini, kamu malah bertahan dengan apa yang kamu jalani selama ini. Kamu tidak cape?. Papi saja lihatnya cape. Nanti kamu happy, happy sekali malah. Tapi tak lama kemudian kamu suntuk. Dulu ada teman temanmu, jadi papi bisa tenang karena bisa berharap pada teman temanmu untuk memberikan kamu masukan kalo yang kamu lakukan salah. Papi juga bisa berharap pada teman temanmu, kalo mereka bisa menggantikan papi untuk jadi teman kamu curhat, karena papi ngerti, kalo ada hal yang mungkin bisa buat kamu malu untuk cerita soal lelaki yang menarik perhatianmu pada papi. Tapi sekarang papi tidak bisa lagi berharap pada teman temanmu. Karena kesibukan mereka mengejar masa depan mereka juga, yang membuat kamu dan mereka jadi susah untuk sering sering bertemu dan berkumpul bersama seperti waktu kalian SMA” lanjut papi lagi.
Aku mengangguk kali ini. Memang trio bestuyku pun sudah mulai on the track untuk merancang masa depan mereka.
“Belum lagi Noah juga memberikan perhatian pada anak gadis lain” kata papi dan membuatku menatapnya.
Tapi papi tersenyum menatapku.
“Cukup ya sayang, membayangkan jadi kamu aja papi gak sanggup, tapi kenapa kamu masih saja sanggup bertahan?” tanyanya.
Aku menghela nafas lalu menghindari tatapan papi. Aku takut papi semakin menemukan duka yang berusaha aku tekan. Papi pasti tau kalo bang Noah juga memberikan perhatian pada kak Naya, bahkan dari semenjak kami sama sama kecil. Orang tua kak Naya juga teman baik papi seperti orang tua bang Noah.
“Jangan kamu lalu mencoba niru papi yang kamu pikir mau terus menerus bertahan mengejar mamimu karena kamu mendengar cerita orang lain tentang masa lalu papi dan mami. Papi lelaki nak, papi memang harus melakukan itu. Papi harus berjuang untuk mendapatkan mamimu, karena memang hanya mami yang papi mau. Tapi perempuan gak harus berjuang sebegitu kerasnya, apalagi untuk lelaki yang tidak bisa menghargai apa yang perempuan perjuangkan. Perempuan cukup diam menunggu, karena posisi perempuan memang di pilih, dan bukan memilih. Sekalipun kamu merasa punya banyak kebaikan untuk di pilih lelaki, bukan berarti kamu harus berjuang untuk mendapatkan lelaki yang kamu mau. Gak bisa nak, efeknya ya seperti ini, kamu akhirnya tidak di hargai. Lebih baik kamu terus belajar meningkatkan potensi dirimu, tingkatkan segala hal baik yang sudah kamu lakukan, belajar mengurangi sifat dan sikap burukmu, agar nanti saat ada lelaki yang memilihmu, dan kamu suka juga. Kamu nantinya punya kekuatan untuk membantu lelaki yang kamu suka dan memilihmu mencapai titik kesuksesan, lalu lelaki itu tidak punya cukup alasan untuk meninggalkanmu, karena kamu penyempurna hidupnya. Seperti yang papi rasakan karena memiliki mamimu. Papi gak akan jadi seperti sekarang tanpa mamimu sayang. Itu yang membuat papi tidak akan pernah meninggalkan mamimu, karena belum tentu ada perempuan lain sehebat mamimu untuk papi” kata papi lagi panjang sekali tapi aku simak tiap katanya untuk meyakini kalo yang papi bilang itu benar.
Aku lalu mengangguk saat aku yakin yang papi bilang benar. Pasti benar sekalipun tidak perlu aku coba yakini lagi. Papi ayahku, pasti dia tidak mungkin akan mengatakan sesuatu yang akan berakibat buruk untukku yang jadi putrinya.
“Jadi tolong nak, papi mohon padamu. Kalo kamu tidak bisa menjauhi Noah, tolong jauhi Noah demi papi. Papi sayang kamu nak. Hal terberat dalam hidup papi sebagai ayahmu, adalah melihat air mata kesedihanmu, jadi tolong pertimbangkan permintaan papi” rengek papi dan buat aku menangis lagi.
“Tapi gimana kalo bang Noah cari aku lagi?” tanyaku menatap papi.
Papi menghela nafas.
“Kapan pun Noah mendekatimu, cari papi, biar papi yang hadapi. Atau kamu mau papi bicara pada Noah soal ini, supaya Noah yang menjaga jarak darimu?” jawab papi.
Aku menggeleng.
“Gak usah pih, biar aku yang berusaha. Lagi pula aku udah bilang kok sama bang Noah tadi, kalo aku gak akan dekat bang Noah lagi, dan gak akan repotin bang Noah lagi. Dengan harga diriku yang tersisa, aku janji sama papi, kalo aku bakalan menjauh dari bang Noah, sejauh yang aku bisa. Tapi tolong kalo aku mulai ragu, papi jangan tinggalin aku” pintaku dengan airmataku.
Tanpa menjawab papi malah memelukku.
“Sayang papi…papi sayang kamu nak, sayang sekali walaupun papi mulai jarang bilang itu padamu, karena kamu semakin besar. Tapi jangan pernah ragukan kasih sayang papi padamu, sekali pun jangan pernah Bel. Mau kamu dalam kondisi apa pun, mau kamu mengecewakan papi sekali pun, rasa sayang papi tidak akan pernah berubah padamu” kata papi dengan suara serak.
“Sayang papi juga…” rengekku dengan isak tangisku.
Aku tidak bisa seperti papi yang bisa menahan air matanya. Jadi aku balas pelukan papiku. Tempat ternyaman dan yang aku rasa aman, adalah pelukan papiku. Cukup lama kami berpelukan, sampai tangisku reda, baru papi melepaskan pelukan kami.
“Sana cuci muka nak, kita cari masjid, urusan dunia sampai buat kita lupa pada Tuhan. Magrib sudah lewat sayang. Tapi papi rasa Tuhan akan memaafkan kalo kita tetap menggantinya sambil usoli isya. Ayo sayang…semangat, kamu akan baik baik saja, kalo kamu belajar mengsugesti pikiranmu, kalo semua akan baik baik saja. Masalah ada, karena kamu terlalu drama menghadapi kehidupanmu” kata papi.
Aku mengangguk menurut, untuk cuci muka lalu menurut juga saat papi mengajakku mencari tempat supaya kami bisa usoli magrib yang tertinggal dan isya sekalian lalu kami pulang ke rumah.
“Jangan bilang apa pun yang telah terjadi hari ini dan di hari depan pada mamimu, atau Irash. Jangan rusak hubungan baik mamimu dan tante Adis, juga hubungan baik Irash dengan Aiden juga Puput saudara Noah. Biar silaturahmi itu tetap terjaga, tidak ada yang salah dengan hubungan baik keluarga kita dengan keluarga Noah selama ini. Jadi biar tetap baik. Papi tidak bermaksud mengajarimu berbohong pada mamimu, papi hanya berusaha mencegah kerusakan yang harusnya tidak terjadi, karena tidak baiknya hubunganmu dengan Noah. Om Radit, Mami, tante Adis, Irash, Aiden dan Puput tidak salah. Kalo pun ada yang harus di salahkan adalah keadaan nak. Tapi kamu akan rubah keadaan yang salah itu dengan melakukan apa yang papi minta tadi padamu. Papi pun tidak akan merubah sikap papi pada Noah, atau om Radit, juga pada tante Adis, Aiden atau Puput. Papi akan berusaha tetap menjaga silaturahmi kita dengan keluarga Noah yang lain. Bisa bukan?” tanya papi sebelum kami pulang ke rumah setelah papi menjawab telpon mami.
“Insya Allah pih, doak aku” jawabku.
“Pasti sayang. Ayo kita pulang, kita kumpul sama mami dan Irash. Kita bisa nonton film sama sama, dan papi mau deh jadi tukang pijit kamu, kalo kamu lelah sekali hari ini” gurau papi.
“Okey” jawabku sambil tertawa.
Dan agak susah sebenarnya pura pura depan mami, tapi papi membantuku.
“Loh, mami pikir kamu di jemput Noah terus kalian jalan jalan, ternyata bareng papi” komen mami saat kami pulang.
Papi berdecak.
“Aku sudah bilang sama kamu di telpon, kalo Bella sama aku. Memangnya kenapa kalo aku habiskan waktuku dengan putriku?” papi yang jawab.
Mami tertawa.
“Ya maaf, aku pikir kamu sibuk urusan dengan Radit soal media promosi acara kompetisi futsal di sport center Radit, kok malah kamu sama Bella” jawab mami.
“Astagfirullah, aku lupa” jawab papi.
Oh pantas papi datang ke kantor Sumarin Group, mau ketemu om Radit. Mami lalu tertawa.
“Tapi Radit juga gak cari aku. Jadi aku jemput Bella lalu nongkrong dengan putriku di coffee shop. Sibuk mungkin Radit, kalo sampai lupa. Sudah Bell, mulai nanti biar papi yang jemput kamu magang. Noah mungkin juga sibuk urus kerjaan dari papanya, jadi jangan ganggu Noah kerja juga” kata papi.
Aku mengangguk saja waktu mami tertawa lagi karena handphone papi berdering dan dari om Radit.
“Rasakan, memang kamu semakin tua sayang, makanya kamu lupa janjimu dengan Radit” ejek mami saat papi langsung menjauh untuk menjawab telpon om Radit.
Aku ikutan tertawa.
“Ayo sayang sana mandi, belum makan malamkan sama papi di luar. Mami siapkan dulu untuk makan malam kita. Sekalian panggil Irash di kamar tadi pamit usoli sambil tunggu kamu dan papi pulang” perintah mami padaku.
“Okey mih” jawabku dengan kelegaan karena papi berhasil mengalihkan focus mami dengan pertanyaan soal bang Noah.
Besoknya aku mulai galau lagi, antara memblok nomor bang Noah atau membiarkan. Tapi aku pikir tidak perlu aku khawatirkan, pasti bang Noah juga gak akan cari aku lagi lewat mana pun, kalo dia semarah kemarin sama aku. Jadi aku diamkan tanpa memblokir nomornya, tapi aku arsipkan di aplikasi WA milikku. Lalu aku khawatir soal Kimmy, apa Kimmy tau soal rencana kepergian bang Timmy ke Amrik?. Bakalan sedih gak ya?, aku takut Kimmy sakit. Jadi aku janjian dengan Kiera dan Maura kembaran Kimmy untuk bertemu. Maura masih di izinkan keluar rumah tanpa pengawalan kalo Kimmy tidak mungkin, sekalipun om Nino beri izin, bisa jadi bang Timmy tidak beri izin. Dan karena kebetulan aku libur magang, jadi aku bisa bertemu dengan Kiera dan Maura juga di salah satu cabang coffee shop milik om Nino juga.
“Serius loh bang Timmy mau ke Amrik?, tau dari mana?” tanya Maura kaget ternyata.
Aku mengangguk.
“Bella tau dari mana lagi kalo bukan dari bang Noah, iyakan?” tanya Kiera.
Aku mengangguk saja, supaya Kiera tidak tanya lebih jauh.
“Waduh, Kimmoy tau gak ya?” keluh Maura walaupun jutek tapi selalu sayang pada kami semua terutama kimmy yang jadi kembarannya.
“Mana mungkin bang Timmy gak cerita. Pasti Kimmy taulah” bantah Kiera.
Maura manggut manggut.
“Lagi ayah elo, gak cukup apa bang Biyan di kirim ke Amrik, terus sekarang bang Timmy juga. Takut banget perawannya di macam macamin sebelum siap nikah” omel Kiera.
Maura tertawa.
“Kan demi masa depan Kie” sanggah Maura.
“Bacot lo bilang demi masa depan. Halo apa kabar sama curhatan elo ke gue, bilang kangen bang Biyan trus, terus elo takut cowok elo kecantol cewek bule Amrik. Secara elo bule karbitan” ejek Kiera.
Maura tertawa lagi dan kali ini ikutan.
“Om Nino mau bersikap adil kali, jadi gak cuma Ara yang LDR-an tapi juga Kimmy juga mesti begitu” komenku.
“Bisa jadi sih, Ara pasti protes mulu sama bokapnya, secara mesti banget lihat kembarannya pecongan mulu, terus dia mesti rela jadi laler apa di lalerin” ejek Kiera dan Maura menendang kakinya di bawah meja.
Aku terbahak melihat Kiera meringis.
“Bacot lo Kie!!” protes Maura.
Baru Kiera terbahak.
“Udah Bel, belum tentu juga bang Timmy ke Amrik. Omongan bang Noah elo percaya. Kimmy bisa semaput kalo bang Timmy di ekspor ke Amrik, mereka sama sama terus, pasti om Nino gak mau ambil resiko Kimmy sakit” kata Kiera.
“Benar juga. Tapi gue mau tanya Kimmy ah” kata Maura kemudian.
Lalu kami ngobrol ngalor ngidul sampai om Nino telpon Maura lalu menyuruhnya pulang.
“Bokap gue, kapan sih mikir gue udah gede, masih aja di satpamin. Heran” keluh Maura tapi menurut pulang.
Maura aja nurut pada ayahnya yang mendekati sakit jiwa, masa aku tidak menurut pada papiku yang selalu menyenangkan di posisinya sebagai ayahku.
“Udah pulang, tar elo gak dapat restu di lamar bang Biyan. Nurut aja sih, berrakit rakit ke hulu dulu, senangnya gak tau kapan” ejek Kiera lagi yang selalu suka memancing kejutekan Maura.
“Lama lama gue tuntut perbuatan tidak menyenangkan lo!!, gak perduli gue kalo babeh elo pengacara, kan anak buah babeh gue” ancam Maura.
“Wih, ratu Maura Sumarin menunjukan kuasa absolutenya, bakar BEl!!” jawab Kiera.
Aku terbahak. Malas melerai mereka, dulu aku juga begitu dengan Kiera seperti Tom and Jerry, sekarang malah semakin jarang kami saling bully atau ledek, gantinya Kiera mencari lawan lain, siapa lagi kalo bukan Maura yang memang sumbunya pendek, jadi gampang emosi.
Lalu aku bersyukur teman temanku tidak ada yang bahas apa pun soal aku dan bang Noah, karena mungkin sebelum kejadian kemarin, aku cerita baik baik saja dengan bang Noah, bahkan malah pamer kalo bang Noah semakin jarang jutekin aku atau ngomel. Jadi wajar kalo bestuy bestuyku pikir kami baik baik saja.
Padahal aku tidak baik baik saja, saat jadwal magangku tiba, dan papi jemput aku pulang, aku dan papi malah bertemu bang Noah di loby rumah sakit. Kalo aku sudah mengkeret memeluk lengan papiku karena takut di dekati bang Noah, karena ingat amarah dan bentakan bang Noah waktu itu. Papi malah santai mendekat.
“Hadapi, jangan di hindari. Kamu akan semakin kuat kalo kamu berhasil melewati ini” kata papi sambil tetap melanjutkan langkah kami.
Malah bang Noah yang terlihat berhenti karena melihatku dan papi sampai papi justru mendekat pada bang Noah.
“No?, kamu ngapain di sini?, kamu sakit?” tanya papi setelah bang Noah mencium tangannya dengan mode canggung dan aku memilih menghindari tatapannya.
“Itu om…aku….” jawabnya gagap sambil mencari tatapku mungkin meminta bantuanku.
Tapi aku menguatkan hatiku untuk tetap menatap papi, dan menyerahkan semua pada papiku untuk menyelesaikan urusan ini.
“Mau jemput putri om?” tanya papi kemudian dan bang Noah semakin kelihat gugup.
Jadi aku lihat juga dia yang cengar cengir canggung lalu mengangguk pelan.
“Makasih ya untuk niat baik kamu No” kata papi sambil menepuk pelan bahu bang Noah.
Bang Noah mengangguk dan masih tersenyum canggung menatap papi.
“Tapi mulai sekarang gak usah jemput putri om lagi ya No. Putri om jadi semakin manja. Lalu om jadi tidak enak sama kamu, karena putri om jadi merepotkan kamu trus” kata papi lagi.
Lalu aku lihat bang Noah terbelalak walaupun sedikit lalu menatapku sekilas sebelum menatap papi lagi.
“Maaf ya No, kalo selama ini putri om buat kamu repot. Harusnya dia repotin om. Jadi biar om ambil alih lagi urusan ini dari kamu. Kamu lebih baik konsen pada urusan dengan papamu. Om agak gak enak pada papamu kalo kamu terus menerus harus meladeni urusan putri om, padahal masih tanggung jawab om” lagi lagi papi bicara.
Bang Noah terlihat menghela nafas lalu mengangguk pelan.
“Okey ya, om sama Bella dulu, taukan manjanya Bella, sudah ribut cape dari tadi. Ayo sayang, kita pulang. Asalamualaikum No” pamit papi lalu ganti merangkul bahuku melewati bang Noah.
“Walaikumsalam om” jawab bang Noah yang masih bisa aku dengar saat aku bertahan untuk tidak menoleh ke arahnya lagi.
Aku memilih mengimbangin langkah papiku sampai kami tiba di loby rumah sakit lalu menunggu sebentar sampai supir papi membawa mobil ke arah kami, lalu kami masuk mobil dengan papi yang membukakan pintu mobil untukku.
“Kalo belum ada lelaki yang bisa memperlakukan kamu layaknya ratu, biar papi yang melakukannya untukmu nak!” kata papi tepat mobilnya membawa kami berlalu dari depan loby rumah sakit.
“Sayang papi banyak banyak” jawabku lalu memeluk papiku dan mencium pipinya.
Jelas aku lebih sayang papiku, jadi maaf bang Noah, kali ini aku akan menurut pada lelaki yang selalu menyayangiku dan bersedia memperlakukanku layaknya ratu dalam hidupnya.