“Tidak aman, banyak gangguan. Banyak keributan. Tidak bisa aku”.
“Ok, saya ikut kamu Kemana aja, asal saya dijemput dan diantar balik ke rumah dengan selamat tanpa luka sedikit pun”.
“Baik tuan putri. Saya kabarin selanjutnya”.
Selang beberapa jam
“Weekend, hari sabtu, aku jemput jam 10. Kita nginap semalam”.
“Ok”. Jawabnya singkat
Bahas Uwing adalah bahas masa depan yang dipertaruhkan, demi sebuah kehidupan yang lebh baik. Ini tidak mudah tapi ini sudah lumayan baik dibandingkan dengan yang lainnya. Memiliki apa yang kamu cintai, mengerjakan apa yang kamu cntai, bersama dengan yang kamu cintai.
Seperti biasa Nirmala langsung menyiapkan peralatan campingnya. Kalau bermalam pasti mereka akan bepergian ketempat agak jauh dan di tempat hijau terbuka.
Tentu saja baju ganti tidak boleh terlupakan minimal 3 pasang lengkap dengan aksesoris. Ini semua untuk menunjang kenyamanan hidup bersosialisasi. Ini akan menguntungkan bagi kita semua, pemakai dan penikmat fashion.
Setidaknya membawa bahan yang nyaman untuk dipakai dari bahan katun. Tidak lupa juga jaket penahan dingin serta sarung yang serba guna dalam pemakaiannya.
Selebihnya kita membutuhkan make up dan kebutuhan bebersihan.
Semua sudah di packing dengan aman. Saatnya menunggu hari yang disiapkan. Tidak perlu mengkhawatirkan sesuatu, karena mereka berdua sangat baik, Rudi dan Setyawan. Selalu membuat nyaman hidupnya. Menyiapkan keperluan untuk berlindung dari panas, hujan dan lapar. Maka, nikmat tuhan manalagi yang kamu dustakan?
Semua terasa menyenangkan, membuat kehidupan semakin mudah dan berseri. Hanya perlu dinikmati, itulah peptah para pejalan.
Jarum jam menunjuk ke angka 10, Nirmala mengeluarkan semua peralatan ke garasi rumah, mereka akan segera tiba sesuai janji yang telah di buat. Benar saja, saat nirmala meletakkan tas ranselnya, Mobil putih milik rudi telah tiba.
Mereka berhenti membuka bagasi dan siap untuk melaju menuju area perkemahan.
“Bagaimana kabar kamu?”
“Baik, Alhamdulillah. Kalian?”
“Seperti ini, Alhamdulillah, Baik juga”.
“Seperti ini?”
“Iya, kita sedang mempersiapkan proyek besar, saya harap kamu bisa bekerja sama. Saya tidak ingin kita gagal lagi. Kalau bisa Uwing sudah launching awal tahun depan”. Rudi mulai membicarakan Uwing. Rudi yang paling bersemangat. Dia memang sangat jago dalam bidang IT dan komunikasi.
“Saya sih ok-ok saja. Ini semua tergantung dengan kesiapan kita. Gimana server?”
“Sejauh ini bagus”.
“Kamu nggak butuh tambahan Tim?”
“Sejauh ini tidak, untuk selanjutnya pasti butuh”.
“Iya, nanti dibicarakan”.
“Kalian ada kabar apa dari Cakrawala, pernah komunikasi sejauh ini?”
“Tidak, terakhir kita bertemu waktu itu”.
“Menurut kalian bagaimana seorang Budi Harun di pekerjaan?”
“Perusahaan segede Cakrawala tentu hanya bisa di handle orang yang capable dibidang, kalau tidak mana bisa bertahan”.
“Dia sangat perfect untuk itu”.
“Itu sangat bagus, kita bisa Uwing kesana, bersama mereka dan mereka memilih kamu untuk menangani proyek sebesar ini”.
“I am not really capable working with him”.
“saya tahu itu, dan itu tidak mudah bagi perempuan”.
“Memangnya perempuan saja yang punya hati?”
“Bukan begitu”.
Nirmala mulai manyun. Kenyataannya dia gagal untuk tidak berperasaan dengan seorang yang dipuja oleh kaum hawa demi sebuah kemapanan. Ini semua terjadi sangat lama dan masih terngiang.
“Ayolah, Move on. I am sure you get better then him”.
“I am sure”.
“Setiap ngebhas Cakrawala, selalu terbawa pemiliknya”.
“Karena pemiliknya selalu saja menjadi bahan penyedap rasa”.
“kadang-kadang saya tidak ingin hal itu terjadi di masa lalu”.
“Its ok”.
“Sulit”.
“yes”.
“Saya yakin kamu bisa”.
“You are to much love him”
“we do”.
“Ok”.
Mobil terus melaju, hening. Tidak ada kata-kata yang terdengar. Mesin mobilpun terdengar nyaman. Yang gulana hanya hati yang tidak pernah usai.
Lelaki itu, pemilik cakrawala terus menghantui hatinya, padahal Nirmala berusaha untuk menjauhkan diri. Apa daya, dunia hanya seluas daun kelor. Tetap saja bertemu, meskipun tidak ingin ada pertemuan.
Hatinya terus menyelami rasa-rasa yang tidak pernah diundang. Sudahlah, waktu yang akan menjawab semua. Waktu yang akan menyelesaikan semua rasa yang tidak karuan ini.
“La”.
“Iya”. Jawab Nirmala sepotan, mendengar namanya dipanggil.
“Masih baik-baik kan?”
“Tidak tahu, nih. Perasaanku gampang sekali kena”.
“Sabar, ingat tujuan kita bukan itu”.
“Iya, saya tahu”.
Hening kembali menyergap, seisi mobil tahu. Suasana sedang tidak baik-baik saja.
Dengan sangat pelan dan lambat. Nirmala mulai berkata-kata
“Kalau suatu hari saya buat keputusan yang kurang menyenangkan, saya harap kalian tetap berjalan di tujuan kita dari awal”.
“Jangan gitu”.
“Kita bahagia, kamu ada disini bersama kita. Kita punya tujuan yang sama, hobi yang sama dan rencana yang sama. Kenapa bicara seperti itu?”
“Sepertinya saya tidak cukup kuat, saya sudah berusaha meminimalisir ini semua, nyatanya masih menganggu”.
“Kami bakalan ada buat bantu kamu”.
“Saya mohon maaf”.
“tuh kan, seperti perpisahan saja. Sudah, nggak dibahas lagi yang bikin hati mendung. Jangan hujan-hujan lagi lah”.
“Semua akan baik baik saja”.
Ok
Mobil terus melaju membawa mendung dengan sedikit kabut kesedihan.
“Tapi tidak salah, kalau kamu masih menyukainya”. Suara Rudi bagai halilintar yang membelah ruang sepi, bagaikan hamparan pasir yang terkena badai, tentu menyesakan.
Nirmala kaget, segera menolehkan kepala, meminta kata lebih dengan sorot tajam yang penuh amarah, siap menerkam. Jika saja ada kata yang salah terlontar.
“Hush”.
“maaf!”. Rudi memohon maaf, seakan menyengaja kata-kata itu, hanya sekedar memancing hujan yang hendak turun.
Nirmala hanya diam, dia enggan melanjutkan pembahasan. Nyatanya hatinya masih terpesona dengan Budi Harun. Kalau saja dia tidak terpesona tentu saja keadaan tidak serumit ini.
“Keluarga kamu dan keluarga Budi Harun saling mengenal, bukan?”
“Iya, orang tua kami berteman sejak lama”.
“Itu bagus”.
Nirmala menarik nafas panjang, guna membuang sesak dihati yag tidak pernah habis. Dulunya manis, semanis madu. Dulunya indah, seindah purnama. Sekarang hanya sesak, sesak di d**a dan di pikir.
“Setelah pertemuan ini saya harap kalian baikan. Saling menerima”. Ujar Rudi tanpa salah.
“Menerima uang”.
“Iya, itu kesepakatan kita bersama”.
“Sayang banget, kita seperti ini. Padahal semua sangat mumpuni untuk kerja sama”. Kata Nirmala lirih