"Nafisah aku minta maaf atas segala dosa yang aku perbuat padamu. Aku sudah mendzolimi dirimu karena menikah dengan suamimu ketika kamu koma. Kamu mau kan, maafin aku?"
"Aku sudah memaafkanmu."
"Kanker rahim stadium akhir. Aku sadar, mungkin ini adalah karma buat aku."
Nafisah terdiam. Menatap layar laptop didepan matanya yang menyala sejak tadi. Ntah kenapa tiba-tiba ia teringat masalalu buruk itu. Semuanya, sudah terjadi 5 tahun yang lalu. Waktu yang terus tertinggal tapi kenangan tak mengenakkan hati itu kembali terbayang di pikirannya. Apalagi ketika almarhum suaminya semasa hidup menikah lagi dengan Ela.
"Dia... " Nafisah menghela napasnya. Akhirnya ia bersender di kursinya setelah sejak tadi duduk tegak.
"Kamu meninggal itu adalah takdir yang sudah terjadi." ucap Nafisah lagi.
Nafisah menatap ke kaca jendela besar yang ada di sampingnya. Jalanan kota batu terlihat lenggang. Suasananya begitu sejuk meskipun matahari sudah tinggi dan cerah.
Byur!
Brak!
Nafisah terkejut. Lamunannya buyar setelah tiba-tiba seorang pria terpeleset di samping mejanya dan terduduk tepat di samping kakinya. Tak hanya itu, laptop yang sejak tadi menyala tiba-tiba mulai meredup akibat segelas jus tumpah di atas keyboardnya.
"Astaga, maafkan aku, aku-"
Pria itu terdiam. Ia menatap Nafisah sejenak. Wajah yang manis tanpa polesan make up. Cantiknya begitu natural, itu yang ia pikiran saat ini.
"Aku sengaja.. "
Nafisah mendengkus kesal. Situasi sedang tidak baik-baik saja tapi pria di hadapannya ini malah bertingkah konyol. Bahkan pria itu langsung duduk di hadapannya.
Sekarang, naskah n****+ yang ia ketik saat ini gagal total. Bodohnya lagi ia tidak sempat menyimpan apalagi mencadangkan file nya.
"Kamu, kemarilah!" Pria itu malah memanggil salah satu karyawan cafe yang sedang ketakutan dan merasa bersalah karena lupa meletakkan papan wet floor setelah aktivitas mengepel lantai. Dengan tergopoh-gopoh karyawan tadi mendekati pria itu. Wajahnya sudah pucat.
"Kak, maafkan saya, gara-gara saya Kakak terpeleset.."
"Oke, oke, nggak masalah. Siapa nama kamu?"
Nafisah terlihat sibuk membereskan barang bawaannya yang sebagian sudah basah menggunakan tisu. Seperti totebag, pulpen, buku catatan, dan laptopnya.
"Nama saya Tristan, Kak."
"Saya Daniel. Kalau begitu Terima kasih sudah membuat saya terpeleset dan terjatuh."
"Ha?"
"Ini.. " Tiba-tiba Daniel mengeluarkan selembar cek dari dalam tas slempang yang ia bawa. Menuliskan angka nominal di kertas tersebut.
"Buat kamu!"
"Maksudnya apa, ya Kak?" tanya Tristan dengan bingung.
"Tanda Terima kasih dari saya. Karena kamu, saya terpeleset tepat di samping bidadari cantik yang turun dari kayangan ini. Dan juga, antisipasi kalau kamu di pecat oleh kejadian barusan. Tuh CCTV di atas sana nyala. Kejadian barusan pasti sudah terekam dan bisa di lihat atasanmu."
"Tapi,Kak-"
"Kamu bisa gunakan uang ini untuk modal usaha atau kebutuhan kamu selama belum mendapatkan pekerjaan."
"Kalau saya nggak di pecat?"
"Ya pakai lah. Hitung-hitung ngurangin stok kertas didalam brankas saya."
Daniel tersenyum dengan nada bicaranya yang sombong bahkan terlihat santai. Tristan melongo. Di saat yang sama Nafisah langsung pergi begitu saja.
Dengan mendengar ucapan pria aneh didepan matanya tadi, Nafisah sudah bisa menyimpulkan kalau pria seperti itu adalah pria kaya yang angkuh dengan segala sesuatunya apa-apa bisa di bayar dengan duit.
"Hei! Tunggu!"
Daniel mengejar Nafisah. Bahkan sekarang mencekal lengannya.
"Hei... "
"Jangan pegang-pegang!"
"Kalau begitu jangan pergi kalau nggak mau di pegang." Daniel menarik turunkan alisnya.
Nafisah membuang pandangannya ke samping. Ia akui, pria aneh itu sangat tampan. Bukan warga negara indonesia. Iris matanya biru. Bahkan hidung pun begitu mencung. Tak hanya itu, ada lesung pipi yang terlihat ketika pria itu tersenyum menyengir.
Tiba-tiba Daniel mendekati Nafisah. Berdiri menjulang yang Nafisah sadari pria itu setinggi standar orang eropa. Nafisah langsung memberi jarak.
"Tidak perlu ganti rugi soal laptop saya yang kena tumpahan jusmu." ketus Nafisah dingin.
"Kalau ganti dengan hati saya boleh?"
Nafisah mendengkus kesal. Dan lagi, sudah bisa ia tebak pria aneh ini adalah tipe-tipe buaya darat yang suka menggombali banyak wanita dengan tampang nya yang good looking itu.
"Saya juga tidak butuh itu. Assalamu'alaikum."
Daniel terdiam menatap kepergian Nafisah. Tidak menjawab ucapan salam yang ia ketahui ucapan salam dari orang muslim, agama mayoritas negara Indonesia.
"Hati ini sudah tertutup, tidak akan terbuka lagi untuk siapapun. Cinta, pernikahan, dan kepercayaan, hanya akan menambah luka nantinya buatku.." sela Nafisah dalam hati.
****
"Ayo ibuk! ibuk! Kakaknya, silahkan kalau mau beli. Ini gamis homeydress nya ready stok ya. Bahannya rayon premium. Adem banget pokoknya!"
Dengan serius Zulfa membaca komentar komentar yang telah di kirimkan followersnya ketika saat ini sedang melakukan live i********:.
"Kak motifnya apa aja?"
"Busui nggak?"
"Oh iya say, ini motifnya macam-macam ya. Ada motif batik pekalongan, bunga, abstrak dan masih banyak. Ini contohnya di belakang aku.."
"Ini busui ya say. Ada resleting dan wudhu friendly.."
"Ready stok say! Gercep! Gercep! Sebelum kehabisan. Hanya 65ribu. Ukuran All size. Promo sampai besok sore ya, yang sudah order biar langsung kita rekapan.. "
Nafisah menyedot segelas minuman es bobba di tangannya. Sudah 15 menit ia menatap Zulfa yang profesinya adalah owner online shop pakaian wanita sedang melakukan live i********:.
Zulfa, 5 tahun ia kenal dekat dengan wanita itu selama kepindahannya di kota batu, malang ini. Di bilang sahabat juga tidak. Tapi ia merasa nyaman dengan sosok Zulfa. Walaupun Zulfa sedikit lebay, Nafisah tidak mempermasalahkan semua itu.
"Assalamu'alaikum.. "
Pintu di ketuk pelan. Masuklah seorang pria yang Nafisah juga kenal. Pria itu adalah Hanif, rekan partner Zulfa yang berprofesi sebagai kurir lokal.
"Wa'alaikumussalam." jawab Nafisah.
Hanif masuk sambil melepas helm nya. Lalu ia duduk di lantai dengan melepas lelah. Di sebelahnya ada karung berukuran besar yang selalu ia bawa untuk mengisi banyak nya paket orderan seller.
Hanif menoleh ke arah Zulfa yang sibuk live i********:. Sudah menjadi pandangannya sehari-hari kalau ruangan ini juga di penuhi dengan stok jualan Zulfa. Tak lupa Hanif mengeluarkan isi karungnya. Ada 10 paket yang di retur oleh pembeli Zulfa.
"Banyak banget.. " tanya Nafisah heran.
Detik itu juga Zulfa langsung menoleh ke arah Hanif. Ia syok. Secepat itu ia langsung mengakhiri live jualannya.
"Ya Allah!"
"Astaghfirullah!"
"Allahuakbar!"
"Kenapa barang retur aku banyak banget????!!!!"
Zulfa terlihat panik. "Bikin rugi aku tahu nggak sih. Hanif kenapa ini banyak ihhh!!!!!!!! "
"Ya aku nggak tahu, Zul. Keterangan alasan disini macam-macam sih. Ada yang nggak ketemu alamatnya. Ada yang nggak mau bayar, ada yang-"
"Stop! Stop! Stop!"
Hanif terdiam. Nafisah dan Hanif saling berpandangan.
"Jangan di terusin omongannya. Jantung aku nggak sehat rasanya. Aku-"
"Kalau jantungnya mau sehat. Saya beliin dagangannya.." sela Daniel tiba-tiba.
Mereka semua melongo ke arah pintu. Tiba-tiba Daniel muncul bagaikan hantu. Zulfa menatap Daniel dengan serius yang tiba-tiba datang apalagi terlihat orang kaya. Seketika jiwa bisnisnya meronta-ronta.
"Alhamdulillah.. Ya Allah.. Habis gelap terbitlah terang. Ya Allah, baik banget ngirimin rezeki melalui perantara orang seperti ini.. " Zulfa kesemsem. Ia langsung berdiri.
"Jadi mau beli berapa bajunya nih Kak?"
Daniel melepas kaca mata hitam berbentuk bingkai yang tersemat di hidung mancung nya. Tatapannya tak lepas dari Nafisah sambil tersenyum dengan raut wajah sombong.
"Saya beli semua dagangannya. Berapa semua? Saya akan bayar dengan cash tanpa di cicil.. "
****
???
Masya Allah Alhamdulillah. Halo semuanya.. ?
Makasih ya sudah baca.
Alhamdulillah aku up lagi nih.. ?
Gimana part ini? Semoga suka ya?
Wahhh gimanaa yaaa reaksi Nafisah nantinya ?
Jgn lupa vote dan komentarnya ?
With Love❤ Lia
Instagram : lia_rezaa_vahlefii