Chapter 13

847 Kata
"Sebenarnya kasus ini sudah tidak di usut lagi. Tapi beberapa orang kembali melapor atas tindakan penipuan itu." "Apakah kita harus mencarinya?" "Tentu. Dia melakukan pelarian di salah satu negara asia." "Dimana?" "Indonesia. Dan aku sudah memiliki mata-mata disana. Bahkan dia sudah mengganti identitasnya. Pelarian yang dia lakukan itu bersama seorang wanita yang juga terkena kasus pembunuhan." "Ya ampun, miris sekali." "Tapi sulit bagi kita untuk bisa menangkapnya, Pak. Dia berada di negara orang lain. Bisa saja dia di lindungi atau mungkin mereka menyimpan semua bukti, uang, dan harta hasil penipuannya di negara itu sehingga kita tidak bisa berbuat apapun." "Bahkan ketika dia berada di sana pun bukankah dia sudah melakukan tindak pidana juga? Yaitu pemalsuan identitas?" "Untuk pemalsuan identitas, biar hukum negara di sana saja yang memprosesnya. Tugas kita adalah menindaklanjuti kasus penipuan itu." * Akhirnya Daniel keluar dari mobilnya. Ia melepas kaca mata hitamnya. Niatnya untuk mengacungkan pistol ke arah Hanif ia batalkan karena ia tidak ingin gegabah. BUG! Daniel tersungkur begitu saja. Hanif menyerangnya secara tiba-tiba hingga membuatnya terjatuh ke tanah. Suasana jalanan begitu sepi. Sehingga tidak ada satupun pengendara yang lewat. "Apa yang kamu lakukan pada Adikku, HAH?!" BUG! Hanif meninju pipi Daniel. Bahkan ia tidak memberi kesempatan pada pria itu untuk melawan. Perut Daniel terasa sakit, apalagi Hanif menduduki perutnya dan meninju wajahnya. "Aku-" BUG! Kini Hanif meninju lehernya. Daniel sampai terbatuk darah. "Gara-gara kamu, adikku sampai sakit. Apakah kamu tega melakukannya sampai-sampai di terlihat sejatuh itu?!" Hanif merubah posisi, ia menarik kerah baju Daniel lalu menubruknya ke arah mobil. Daniel tersentak, punggungnya begitu nyeri. "Sekali lagi kamu sakiti adikku, aku tak akan segan-segan melaporkan dirimu atas tindakan pelecehan-" Dengan amarah Daniel menedang perut Hanif menggunakan lututnya. Hanif temundur ke belakang, Hanif tak tinggal diam, justru ia membalas Daniel namun secepat itu Daniel mengeluarkan pisau lipat dari dalam kantong celananya. "Aku tidak akan mengeluarkan benda tajam ini kalau saja kamu tidak berlebihan!" Hanif terdiam, ia memundurkan langkahnya. Sementara Daniel mengusap ujung hidungnya yang sudah berdarah. Bahkan sudut bibirnya terluka. "Berlebihan katamu?! Justru kamu yang sudah berlebihan! Kamu mendekati adikku, kamu menyentuhnya walaupun hanya seujung kuku! Pria b***t tidak akan pernah mau sadar atas apa yang di lakukanya" "Iya, aku memang b***t! Tapi aku tidak akan menyakiti wanita yang aku cintai!" "Cinta?" Hanif tertawa lebar. Ia terlihat meremehkan Daniel. "Simpan saja semua mimpimu itu! Kalian bukan mahram, jadi percuma saja!" "Benarkah?" Daniel tersenyum sinis. "Kamu yakin kalau aku sama Nafisah bukan mahram?" "Apa maksudmu?" Daniel tak menjawab. Akhirnya ia pergi begitu saja meninggalkan Hanif yang di penuhi tanda tanya. **** Sofia duduk di ruang tamu sambil melamun. Akhir-akhir ini ia heran dengan Daniel. Ia merasa kalau pria itu telah banyak berubah. "Kenapa Daniel seolah-olah tidak ingin aku dekati?" "Dan kenapa juga dia terlihat menjaga jarak denganku? Bahkan.." Sofia menatap keseliling ruang tamunya nya. "Bahkan dia sudah tidak tinggal lagi disini. Kalau dia tidak tinggal disini, dimana selama ini dia tidur?" "Ada yang aneh. Pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku." Maka Sofia pun akhirnya menghubungi Daniel. Setelah tahu apa yang terjadi, Sofia syok. "Ya ampun, apa yang sudah terjadi? Aku harus ke rumah sakit sekarang.. " **** "Ini resep obatnya ya, Ibu Nafisah. Pusing yang ibu rasakan di sebabkan oleh masuk angin. Terus waktu kehujanan, kebetulan perut Ibu kosong alhasil ibu juga mengalami maag." "Baik Dok, Terima kasih penjelasannya." "Sama-sama. Rutin minum obatnya ya, Bu. Semoga cepat sembuh." Nafisah hanya mengangguk, kemudian segera pergi dari sana. Sekarang ia harus menuju apotek untuk mengambil obat. "Gara-gara si hantu itu, sekarang aku jadi sakit!" "Gara-gara dia juga, n****+ aku batal terbit. Impian aku yang ingin punya karya di pajang di toko buku seluruh Indonesia kayaknya emang ekspetasi aja. Lagian siapa yang mau bekerjasama dengan pimred c***l macam dia?" Nafisah tak perduli jika ia terlihat mengomel sendirian. Ia sudah meletakkan resep obat pada apotek. Sekarang ia tinggal menunggu di panggil untuk mendapatkan obatnya. "Ibu Nafisah?" "Ya?" Nafisah berdiri. "Padahal lagi banyak pasien. Kenapa namaku begitu cepat di panggil?" "Totalnya biayanya berapa?" tanya Nafisah begitu berada di depan petugas apoteker. "Semua biaya sudah di tanggung Ibu. Jadi semuanya lunas.. " "Di tanggung? Tapi saya nggak pakai jaminan kesehatan. Saya bayar pribadi." "Ini struknya." Nafisah menerima struk tersebut. Total pengobatan sejumlah Rp. 85.000 telah di bayar dengan lunas. "Tapi, Mbak.." tanya Nafisah bingung. "Saya kan-" "Permisi, kotak resep obatnya di sebelah mana ya?" Nafisah menoleh ke samping. Lagi-lagi Daniel muncul di sebelahnya. Wajah pria itu lebam di daerah pipi dan pelipis mata. "Di sebelah sana Pak kotak resep obatnya. Silahkan letakkan dan mohon tunggu antrian." Daniel tak menggubris. Ia malah menatap Nafisah. "Saya yang bayar biaya pengobatanmu. Sudah ya, saya libur dulu gombalin kamu. Wajah tampan saya lagi tidak baik-baik saja. Assalamu'alaikum.." Nafisah tersentak. Bukan karena ucapan konyol Daniel. Melainkan ucapan salam yang dari pria itu. "Bukankah dia non muslim? Tapi kenapa... " **** Dimana aja, Daniel tiba-tiba muncul ? Dan meninggalkan Nafisah dalam keadaan tanda tanya ? Makasih ya udah baca. Kalau bingung mau kasih komentar, tolong di vote aja ya, biar peringkat cerita ini insya Allah baik. Terima kasih ❤❤ With Love, Lia Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN