Nayla berhenti memijat lengan Widi, ia duduk menyamping, menyembunyikan wajahnya dari tatapan Widi. haruskah ia bicara dan menumpahkan semua pertanyaan yang mengganggu pikirannya? Widi duduk dan memeluk bantal, ditatapnya Nayla lekat seolah ada yang ingin ia utarakan. “Kamu rindu pada Arman?” tanya Widi tanpa basa basi. Nayla menoleh, mata keduanya saling beradu. “Kenapa mas menuduhku seperti itu?” “Karena itu yang kurasakan! Sejak Arman pergi entah kemana, kamu lebih banyak diam dan melamun.” “Sejak Nayla dan mas Arman bercerai, mas Widi selalu sibuk, pergi pagi pulang malam. Hampir tidak ada waktu untuk kita berdua. Lalu aku harus apa?” Mata Widi membulat menatap Nayla. “Kamu benar-benar tidak tahu harus apa?” tanyanya dengan intonasi kesal. Nayla menelan ludah, lalu memalingkan