“Keluarga ibu Maya mana?” tanya zuster melirik Maya. Tangannya cekatan mengganti botol cairan infus yang kosong. Keningnya berkerut melihat makan malam masih utuh di meja. Maya hanya diam, wajahnya bertekuk. Marah, kesal, sedih, bercampur aduk di hatinya. Melihat Maya diam, zuster tak lagi mengajaknya bicara. Ia juga memilih diam. Usai mengganti cairan infus, ia beranjak pergi. Maya menoleh jam dinding, sudah hampir pukul tujuh malam, tapi Anya tidak kunjung datang. Arman juga tidak kembali. Tidak adakah yang peduli padanya? Tidak adakah yang kasihan melihat kondisinya? Setitik buliran bening tumpah di pipinya. Ada perih di hati, ia merasa sendiri. Jangankan teman-temannya, saudara kandungnya saja, tidak ada yang peduli. Maya mencoba memejamkan mata, ia ingin tidur melewati waktu yang P