Part 28

1027 Kata
Part 28 "Malik sibuk sama ceweknya mulu nih, jarang kumpul bareng kita." Zidan mencibir melihat Malik yang baru saja datang ke kelasnya dan duduk di sebelahnya. Tempat duduknya di tempati Vardo untuk tidur dan sudah kerjaan Vardo menjadi tukang rebahan di dalam kelasnya. "Halah setiap hari sama lo juga gini, tetep aja gue gak dianggap." Malik mendengus sebal. "Terlalu lebay itu si Zidan, maklum orang kesepian dan gue juga dikatain tidur mulu. Lha terus selama ini gue nemenin dia minta bantuan, dikira arwah gue doang yang jalan?" Walau matanya sedang tertutup, Vardo masih mendengar dan merespon ucapan temannya. "Haha." Malik tertawa terbahak-bahak, temannya satu itu suka lebay sekali dan apa-apa terlalu dilebih-lebihkan. "Lebih baik lo cari pacar baru sana, lo kesepian malah nyusahin teman sendiri deh." Malik menepuk bahu Zidan. "Belum ada yang mau sama gue," jawab Zidan merasa frustasi. "Iy lo harus berjuang buat dapetin cewek yang lo incar dan gak nyerah gitu aja. Lo menyerah sampai dia emang sudah punya pacar, tuh kayak Malik. Malik aja kerja keras banget dapetin hatinya Cantik yang sifatnya sekeras es batu tapi akhirnya cair juga tuh esnya." Vardo kembali memposisikan tubuhnya duduk dan menguap lebar sembari merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. "Iya nih, lo cowok juga jangan lemes gini deh. Ini soal harga diri cowok sih, lebih baik cowok yang mengejar cewek dibanding cewek ngejar cowok. Jangan buat cewek ngemis ke kita sih ya walau banyak yang ngejar gue, ah jadi bingung gini." Malik tersadar bahwa dirinya juga dikejar-kejar banyak cewek tapi Malik menganggap mereka hanya penggemarnya saja walau kadang suka kasian ketika mengabaikan mereka. Tapi mau gimana lagi? Lama-lam juga risih diganggi padahal Malik merasa tidak ada yang dibanggangkan pada dirinya sendiri dan ia juga tidak pernah mengikuti perlombaaan apapun. "Harga diri bisa dilihat cara kita memperlakukan cewek itu seperti apa, kita sebagai cowok harus bisa menghargai dan menghormati wanitanya kita suatu saat nanti. Jangan sampai pula menginjak harga diri wanita karena mereka itu sangatlah mulia." Kata-kata bijak dari Vardo mampu membuat temannya tercengang. "Vardo teguh nih, gue bangga." Zidan menepuk dadanya bangga dan tampak wajahnya songong sekali. "Betul itu yang dikata Vardo, gue juga punya adik-adik cewek dan gue jagain mereka dengan sebaik mungkin. Gue bakalan marah besar ke cowok yang berani nyakitin adik gue waktu dah besar nanti. Kakaknya aja gak pernah nyakitin cowok tapi dengan seenak jidatnya ada cowok yang berani nyakitin adik gue." Malik seketika emosi membayangkan suatu hari nanti ketika adiknya sudah tumbuh remaja dan memiliki seorang pacar yang menyakiti adiknya. Malik akan menghajar habis-habisan cowok tersebut dan tidak peduli resikonya apa nanti. "Wah ngeri juga ini Malik." Zidan sampai bergidik ngeri merasakan emosinya Malik dan ia juga mengusap kedua lengan tangannya sendiri. "Itu masih adiknya, belum ceweknya ya gak Lik?" tanya Vardo pada Malik untuk memastikan apakah benar ucapannya. "Apalagi cewek gue nantinya, kalau diganggu dan dilukai. Gue siap pasang badan paling depan dan gue gak peduli lawan gue itu cewek. Yang terpenting tugas gue juga jagain cewek gue sebaik mungkin, gak ada yang perlu dikasihani dan adanya diberi pelajaran supaya tidak mengulangi kesalahan yang sama." Ucapan Malik membuat dua temannya itu mengangguk setuju. "Tapi kalau yang ganggu cewek, lo baku hantam?" Pertanyaan Zidan yang terasa aneh ini membuat Vardo tertawa terbahak-bahak sampai perutnya sakit dan menesteskan sedikit air matanya diujung matanya. "Mending lo deh yang gue hajar." Malik melemaskan jari-jari tangannya dan nyali Zidan mendadak menciut. "a*u emang, gah." Zidan menggeleng takut dan menjauhkan tangan Malik yang akan meremas lengannya. Zidan dulu pernah merasakan diremas kuat dari Malik. "Lagian pertanyaan lo aneh banget deh, kan gak mungkin seorang Malik menghajar cewek dan ada cara lain juga kalau ingin memberi pelajaran buat cewek. Aneh-aneh saja deh lo Dan, eman edan." Vardo geleng-geleng kepala dan sangat sabar pula menghadapi sikap Zidan yang selalu menyusahkannya dimana pun dan kapan pun. "Lo sebut edan, gue hajar deh lo!" Zidan beranjak berdiri sembari menarik lengan seragamnya ke atas. Bersiap ingin menghajar Vardo yang masih duduk di depannya. "Hadeh mulai dah mulai. Berisik tau gak!" Sentak Malik dan menatap tajam ke Zidan walau gak mempan sepertinya. "Kita adu kejantanan kita." Ceplos Zidan. "Ambigu anjer." Vardo memekik panik dan melempar buku tulisnya ke arah Zidan. "Eh iya kah?" tanya Zidan dan mengedipkan kedua matanya beberapa kali. Wajahnya yang sangat polos itu ingin rasanya Vardo mencekiknya. "Lebih baik diam deh, damai napa si. Bertengkar mulu, lama-lama gue jodohin deh kalian." Malik mulai mengeluarkan mata pelajaran jam pertama dan cowok itu juga mematikan volume diponselnya. Terkadang ayahnya suka menelpon mendadak dan bikin Malik ketar ketir. Takutnya ponselnya kesayangannya ino disita dan ia entah harus ngapain hidup tanpa ponselnya yang berisikan hal-hal penting. "Ih amit amit jadi gay." Bulu kuduk Vardo dan Zidan sama-sama naik. Mereka juga saling pandang dan menatap geli. "Jijik sumpah lihat muka lo!" Cibir Zidan. "Gue juga anj, mual lihat wajah lo!" Mereka masih saja berantem hingga akhirnya salah satu dari mereka pamit izin ke kamar mandi. "Gue cuci muka dulu bro, masih ngantuk banget soalnya." Vardo menguap lagi sambil menggaruk rambutnya. "Iya dah, muka lo kucel gini." Malik berkomentar menatap keadaan muka Vardo. "Ah iya, bentar bro." Vardo berlari cepat menuju kamar mandi dan sadar sebentar lagi waktunya masuk ke dalam kelas. Ketika sudah berada di dalam kamar mandi, buru-buru Vardo mencuci mukanya dan membuang air kecil juga. Selesai urusannya di kamar mandi, Vardo bergegas kembali menuju kelasnya sambil sesekali menatap jam tangan berwarna hitam yang melingkar dipergelangan tangannya. Dipertigaan koridor pula dirinya hampir saja menabrak seorang gadis yang mungkin juga berlari sama sepertinya karena takut telat datang masuk ke dalam kelas. "Eh maaf," ucap gadis berseragam lengkap tersebut sembari mendongakkan wajahnya ke atas. "Ya." Vardo menjawab singkat. Vardo dan gadis itu sama-sama terkejur saat tau wajahnya satu sama lain. "Lo temennya Malik kan? Uhh ganteng, ketemu lagi." Gadis itu memekik kesenangan dan melonjak-lonjakan tubuhnya. "Sorry, gak kenal." Vardo langsung berlalu begitu saja meninggalkan gadis itu sendirian. Vardo sebenarnya sudah tau gadis itu siapa hanya saja ia tak mau berurusan dengan seorang gadis mana pun lagi dan cukup masa lalunya yang membuatnya trauma mengenal gadis lagi. "Hadeh, cowok cuek idaman tapi susah kayaknya didapatin." Gumam gadis itu yang tak lain ialah temannya Cantika yakni Melani. ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN