Part 33
"Arghh kenapa gue malu sih?!" teriak seorang lelaki yang baru masuk ke dalam kamar lalu melompat ke kasurnya.
"Argh malu!" Siapa lagi kalau bukan Malik, yang baru saja pulang sehabis mengantarkan Cantika pulang ke rumahnya.
"Oh tidak." Malik masih terngiang-ngiang karena hal tadi dan ia menutupi wajahnya dengan menggunakan bantalnya.
Zena menggodanya habis-habisan sampai wajahnya memerah hingga ke leher. Sungguh buleknya itu membuatnya Malu berhadapan dengan Cantika. Apalagi Cantika yang menatapnya terus menerus dan bertanya soal wajahnya yang memerah.
"Argh malu sumpah." Malik merasa napasnya sesak pun menyingkirkan bantalnya dan tubuhnya telentang. Kedua tangan dan kakinya dibuka lebar. Napasnya diatur perlahan dan memejamkan matanya sejenak.
Entah mengapa malah memikirkan Cantika yang menatapnya penuh tanda tanya kepadanya dan ekspresi Cantika persis seperti tadi.
"Ah gue malah mikirin dia, pikiran gue tertuju ke dia doang." Malik mengacak-acak rambutnya. Ia frustasi karena pikirannya masih terbayang sosok gadis itu.
"Tapi dia manis banget si eh tapi---argh gak gak, gue sukanya sama dia karena berteman bukan lebih." Malik menggelengkan kepalanya.
Setelah itu Malik menuju ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Selesai mandi barulah ke meja belajarnya dan ia pun menghela napasnya pelan.
"Bukan perasaan suka kok ini, ini cuman perasaan suka karena berteman. Tapi kenapa orang-orang bilang kalau gue ini suka sama Cantika si? Emang gelagat gue ketika sama dia itu kayak orang lagi jatuh cinta sama Cantika ya? Perasaan gue juga b aja si. Gue gak mau pacaran intinya karena gak mau ambil resiko jadi berteman adalah pilihan terbaik bagi gue." Malik duduk termenung sesaat. Kemudian meraih ponselnya dan baru sadar bahwa Cantika tidak memiliki ponselnya.
"Oh ya, dia gak punya HP. Coba kalau punya mungkin sudah gue gangguin ini anak hehe." Malik tertawa sendiri membayangkan dia menggoda Cantika melalui pesan di ponselnya. Tapi sayang seribu sayang, Cantika tidak memiliki ponsel sehingga Malik harus ke rumah gadis itu ketika ingin memberitahukan informasi. Merepotkan dirinya si tidak bagi Malik hanya saja sampai kapan gadis itu tidak memiliki ponsel? Bukankah ponsel adalah barang yang sangat penting dan harus dimiliki?
"Tapi kalau gue beliin dia ponsel pasti Cantik marah ke gue karena kemahalan ya walau gak mahal si. Cukup sedikit menguras tabungan hehe."
"Emm apa bujuk dia ya, buat beli ponsel dan gue mau bantu kekurangannya. Mungkin setelah beberapa lamanya bekerja bisa beli HP. Mau gimana pun HP tetaplah penting buat komunikasi di saat lagi ada masalah entah dimana." Malik memiliki sebuah ide kecil yang akan diberikan kepada Cantika.
"Semoga dia paham sama maksud gue si, ini demi keamanannya mengingat ada orang jahat yang buat ulah. Eh iya baru ingat, gue mau minta bantuan papa si soal Cantika yang didorong sama orang. Semoga bisa." Malik beranjak berdiri dan menemui papanya yang entah dimana orangnya tersebut. Untung saja papanya masih belum kembali ke luar kota dan masih disini selama beberapa ke depan.
Mata Malik membulat setelah berhasil menemukan keberadaan papanya. Ternyata Angga sedang mengamati pephonon di halaman belakang dan papanya juga sendirian disana.
"Pa." Panggil Malik dan mendekati Angga.
"Napa Lik?" tanya Angga sembari menoleh sebentar ke putranya.
"Aku boleh minta tolong gak, Pa?" Malik menatap papanya penuh harap sekali.
"Minta tolong apa?" Angga mengernyitkan dahinya, tak biasanya putranya meminta dengan penuh harap begini.
"Jadi gini, Pa. Malik punya temen dan dia itu cewek. Teman Malik itu kemarin waktu sekolah tiba-tiba ada orang yang dorong dia hingga terjatuh. Aku yakin di daerah sana ada CCTV yang masih menyala, aku cuman pengen tau mereka disuruh sama siapa." Malik merasa cemas sekali, takutnya papanya menolak permintaannya ini yang lumayan merepotkan Angga juga.
"Kenapa gak dilaporin ke polisi saja? Di tempat umum kan?" Angga menyuruh Malik duduk di kursi kayu berukuran panjang dan dia pun ikut duduk di sebelah putranya itu.
"Emm dia gak mau dan nyuruh aku buat biarin aja. Iya Pa, itu kejadian di pinggir jalan si dan gak jauh dari sini." Malik mengingat-ingat kembali kejadian yang pernah rerjadi tepat di depannya. Mengingat itu pula Malik ingin menghajar orang-orang yang waktu itu jahat terhadap Cantika.
"Susah Lik sepertinya."
"Ayo dong Pa, kan papa punya temen yang kerjanya dibidang itu. Malik butuh bantuan papa, help me please pa." Malik terus mendesak papanya agar mau membantunya dalam urusan hal ini.
"Iya sudah papa tanya-tanya dulu ke temen papa dan semuanya gak bisa secara instan. Harus proses dulu, emang kamu kira itu punya kita apa." Angga hafal betul sifat putranya yang suka memaksa orang.
"Iya deh Pa, aku tunggu hasilnya dan gak sabar hehe."
"Emang temenmu kenapa kok bisa dijahatin sama orang? Tentunya ada sebab dan akibatnya seseorang melakukan ini." Angga ingin meminta penjelasan dari Malik lebih lanjut lagi dan tentunya ia tak ingin terlibat dalam masalah seseorang.
"Iya, Pa. Pastinya ada sebab dan akibatnya seseorang melakukan kejahatan ke temenku."
"Iya,kamu tanya dulu masalahnya apa." Angga menghela napasnya pelan.
"Tapi dia orangnya susah buat cerita dan tertutup banget." Malik menundukkan wajahnya.
"Nah kalau begitu papa mah gak mau berurusan, orang temenmu aja gak mau cerita dan ingat ya Malik, jangan ikut-ikutan sama masalah orang. Bahaya kalau ikutan sama masalah orang, belum tentu masalah orang itu sepele nah kalau besar gimana? Papa pasti kena juga sama masalah itu." Angga menegur Malik supaya lebih berhati-hati menyangkut masalah seseorang.
"Iya Malik tau kok Pa, tapi Malik ingin bantu temen masak gak boleh?"
"Hadeh, dia aja gak mau lapor ke polisi pasti temenmu itu yang salah. Kalau gak salah ya pastinya mau kalau orang yang jahatin dia, dilaporkan ke polisi." Angga tersenyum tipis dan menepuk pundak Malik beberapa kali.
"Jadi papa nolak permintaan bantuan dari Malik ya? Sama saja ini nolak kan Pa." Malik memasang muka sedih dan berharap papanya mau membantunya.
"Bukan masalah mau bantu atau enggaknya tapi lihat dulu masalahnya dan harus tau dulu. Emang tujuanmu pengen tau lebih detail soal orang-orang yang jahatin dia apa?" tanya Angga heran.
"Aku cuman pengen tau aja kok pa, pengen tau itu disuruh sama siapa dan kenapa kok dia tega celakain temen ku."
"Kamu mau masuk ke dalam masalah seseorang?" tanya Angga sekali lagi.
"Bukan begitu Pa, aku cuman pengen tau deh cuman pengen tau lebih jelas lagi. Aku tau pasti da sebabnya temenku gak mau cerita makanya aku cari tau sendiri."
"Ya sudah."
"Papa mau bantu kan?"
"Iya deh ya," jawab Angga yang pasrah pada putranya dan tidak tega menatap wajah Malik yang sedih.