Part 26
"Pagi."
"Haduh kaget gue." Cantika memegang dadanya setelah membuka pintu rumahnya dan di depannya terdapat seseorang yang memberikannya salam.
"Haha mukanya lho lucu banget."
"Lucu apanya sih, orang beneran kaget begini." Cantika menggeleng pelan.
"Ini."
"Apa?" tanya Cantika bingung.
"Marshmallow." Malik memberikan sebungkus makanan ringan kepada Cantika.
"Ha? Lo beliin gue ini?" Cantika menerima bungkus makanan manis tersebut dari Malik.
"Iya, biar lo tambah manis."
"Haduh gak usah repot-repot, lo selalu kasih gue makanan." Cantika merasa tidak enak pada Malik.
"Gak papa, dimakan ya nanti. Lagian kemarin habis nyolong punyanya si kembar hehe." Malik terkekeh dan tidak merasa bersalah kemarin mengambil makanan ringan milik si kembar.
"Heh kan kasian makanan mereka lo ambil, nanti dicariin gimana?" Cantika berdecak kesal. Malik sangat suka menjahili si kembar sampai menangis.
"Haha tenang saja, gue dah bilang ke bulek kalau ambil makanan mereka dan gue juga suka itu jajan. Tapi gue ingat lo jadi buat lo aja." Malik menunjuk makanan ringan yang dipegang oleh Cantika.
"Kan lo yang suka jajan ini malah dikasih ke gue."
"Sudah gak papa, itu buat lo titik dan gak pake koma." Malik tersenyum lebar.
"Iya sudah makasih buat jajannya." Cantika memasukan sebungkus jajan pemberian dari Malik ke dalam tas.
"Iya sama-sama, mana nyokap lo?" tanya Malik sambil celingak-celingukan menatap dalam rumah Cantika.
"Lagi di dalam kamar."
"Wo gak biasanya di dalam kamar dan biasanya duduk di ruang tamu atau kalau enggak nemenin lo sampai di pintu sini."
"Nyokap lagi gak enak badan."
"Lagi sakit?" tanya Malik cepat dan langsung mencemaskan keadaan Puji.
"Iya," jawab Cantika. Ingin mencegah Malik masuk ke dalam rumah sebab tak mau merepotkan lelaki itu lagi tapi lelaki itu malah sangat begitu khawatir terhadap ibunya.
"Dimana kamar nyokap lo? Gue pengen lihat keadaan beliau sakit."
"Emh iya ya gue anterin." Cantika tertegun mengetahui Malik tidak hanya peduli kepadanya saja melainkan terhadap ibunya. Lelaki itu memiliki sifat penyayang yang luar biasa dan ia akui sangat nyaman berada didekatnya.
Cantika masuk kembali ke dalam rumah dan mengantarkan Malik ke kamar ibunya. Saat sudah masuk ke dalam kamar, Malik pun duduk di atas karpet tipis dan Malik terenyuh hatinya melihat kondisi di dalam kamar Puji. Puji tidur di atas kasur yang sebenarnya sudah tidak layak pakai karena sangat begitu tipis sekali
"Nyokap lo lagi tidur?" tanya Malik pasa Cantika.
"Iya Lik, baru saja tadi kebangun terus tidur lagi soalnya kemarin malam gak bisa tidur dan sekarang bisa tidur lumayan tenang sepertinya." Cantika merapikan selimut ibunya yang agak berantakkan dan tak lupa memberikan minyak kayu putih di telapak kaki ibunya kemudian dipasangkan kaus kakinya.
"Syukurlah kalau sudah tenang, gue khawatir sama nyokap lo dan sudah gue anggap ibu gue juga soalnya."
"Bentar gue mau nyiapin air putih buat ibu."
"Oke Cantik." Setelah Cantika pergi, Malik beranjak berdiri dan merasakan selembar kertas foto jatuh dari atas kasur. Kemungkinan karena dirinya yang tidak sengaja menyenggolnya.
"Foto siapa ini?" Malik meraih foto tersebut dan mengamati tiga orang yang berada di dalam foto itu.
"Eh sepertinya gue kenal sama bapak ini, kayak pernah lihat deh tapi dimana ya." Malik mengernyitkan dahinya dan masih memandangi foto tersebut. Disana ada dua orang dewasa dan satu anak kecil yang masih dini usianya.
"Emm coba nanti gue ingat-ingat lagi, soalnya pikiran gue lagi senang-senang banget bisa akrab sama Cantika." Malik meletakkan kertas foto itu meja nakas yang tidak jauh dari kasur yang menjadi tempat tidurnya Puji.
"Gue gak mau ganggu pikiran gue yang lagi bahagia banget begini."
...
"Tapi bukannya fans lo pada gak suka sama gue ya?" tanya Cantika setiba mereka berdua di sekolah lebih tepatnya di parkiran motor.
"Nanti gue atur kok tenang aja," jawab Malik sangat.
"Gak mempan deh lo bilangin dan tetap saja secara terang-terangan ngatain gue." Cantika melepaskan helmnya kemudian berjongkok, membenarkan tali sepatunya yang lepas.
"Mempan saja." Malik juga ikutan berjongkok.
"Lo kalau benerin tali sepatu, dilihat dulu sikonnya. Tuh celana lo kelihatan."
"Gue kan pake celana pendek juga." Cantika mendegus dan menepuk lutut Malik. Malik berjongkok di depan Cantika demi menutupi sesuatu di balik rok Cantika.
"Iya gue tau itu celana pendek tapi ya harus tau tempat, coba kalau ada orang usil tetap saja ini aib lo."
"Hadeh iyaya."
"Gue bilang begini karena gue takut lo kenapa-napa." Malik pun berdiri dan membantu Cantika berdiri juga.
"Bentar." Malik merapikan rambut Cantika dan ada satu daun yang menempel di sela-sela rambut Cantika.
Cewek mana yang tidak merasakan kebawaperasaannya diperlakukan manis oleh lelaki tampan seperti Malik. Cantika terus merasa merinding karena perlakuan Malik yang sangat tidak diduga perhatiannya. Malik sosok yang lembut dan kasih sayangnya juga bukan main-main.
'Siapa pun cewek lo nanti, fiks dia beruntung dapat Malik. Cowok yang sabar, pengertian, perhatian, penuh kasih sayang begini jarang ada. Dia lelaki idaman semua orang dan pantas saja banyak yang mengincarnya'--ucap Cantika yakin di dalam hatinya.
"Yuk ke kelas!" ajak Malik dan keduanya berjalan beriringan. Mereka nanti berpisah di antara dua gedung antara IPS dan IPA.
"Lo mau nanti langsung kerjanya?" tanya Malik pada Cantika.
"Kan belum tau diterima apa enggaknya." Cantika menggeleng.
"Sudah pasti diterima, entar sore gue anterin."
"Gue bisa sendiri kan deket."
"Gue kan kerja juga."
"Emang boleh?" tanya Cantika tidak percaya.
"Jurus memaksa." Malik menyengir kuda
"Memaksa adalah jalan ninjamu." Cantika terkekeh pelan.
"Haha lagian kan kerja di tempat saudara sendiri, kalau di orang lain ya pasti gue kena marah sama ortu dan bulek sih. Enak aja kerja buat tambahan uang jajan juga." Malik terkekeh pelan sambil mencuri pandang ke arah Cantika. Gadis itu sekarang makin banyak mengeluarkan senyuman manisnya di depannya dan tidak lagi bibirnya itu ditahan untuk tidak tersenyum.
"Iya bener juga ya, tapi lo juga dapat pengalaman bekerja di usia lo muda."
"Sama aja kan kayak lo."
"Hmm iya sih."
"Cita-cita lo apa emangnya?"
"Gue pengen jadi koki."
"Wah keren, lo jago masak ya?"
"Iya dong." Cantika mengangguk yakin walau kemampuannya masih terbilang biasa saja tapi semangat kerja kerasnya tinggi demi menggapai sebuah impian dan membanggakan ibunya yang telah susah payah merawatnya sendirian sedari dirinya masih kecil.
"Kalau lo?"
"Gue mungkin nerusin kerjaan bokap."
"Emang lo gak punya impian?"
"Bukan begitu sih, ya ada impian tapi ini sudah amanah dari bokap sejak gue kecil jadinya gue sudah menyiapkan mental baja kedepannya hehe." Malik menggaruk tekuknya, mengatasi rasa gugupnya sebab Cantika terlalu lekat menatapnya.