Part 10

3006 Kata
PART 10 "Maaf ngerepotin lo." Setelah para adiknya sudah berada di rumah masing-masing, barulah Malik mengantar Cantika pulang. "Gak papa, lo juga sering bantu gue," balas Cantika. "Tapi makasih banget ya." "Sama-sama." "Gue ngajak lo berteman gak ada maksud ke soal perasaan sebenarnya tapi gue emang pengen punya teman cewek yang sikapnya kayak lo." Malik juga turun dari motornya saat Cantika sudah turun dari motornya dan Malik menahan Cantika untuk tidak masuk ke dalam rumah dulu. "Kan cewek di sekitar lo banyak, tinggal dipilih aja." Cantika bersedekap d**a dan merasa heran kepada Malik sebab dari seluruh cewek di sekolahan mereka, kenapa harus dia yang dipilih menjadi temannya? "Iya gue akui emang banyak tapi sikapnya yang kayak lo, gue jarang nemuin. Gue suka cewek yang sikapnya berbanding terbalik sama gue emm maksud suka gitu, suka deket cewek kayak gitu dan gue yakin setelah kita berteman dekat. Kita bakalan akrab dan asyik banget." Malik menyengir kuda. "Seyakin itu lo mikir gue bakal bisa akrab dan asyik ke lo?" tanya Cantika bingung pada Malik yang bisa berpikir soal sikapnya. "Iya, buktinya lo punya teman cewek yang sikapnya juga berbanding jauh sama lo dan gue lihat kayaknya seru deh bisa berteman sama cewek kayak lo. Tenang aja, gue cuman mau temanan sama satu cewek doang kok." Malik mengedipkan sebelah matanya dan Cantika merasa gereget saja ingin menculek itu mata yang suka menggodanya. "Mau lo temanan sama siapapun juga terserah lo sendiri. Gue gak ada haknya ngurusin lo." "Haha iya ya, tapi gue cuman butuh teman satu dan cewek gitu sih. Kan gue aslinya temanan tiga orang dan gue selalu merasa tersingkirkan jadi kalau ada lo, gue bisa sama lo hehe." Malik terkekeh pelan. "Gitu?" "Ya gak gitu doang, astaga intinya gue mau lo jadi temen gue! Titik gak pakai koma." Ucapan yang terlontar dari mulut Malik baru saja penuh penekanan. Sangat sulit sekali mengajak Cantika berteman tanpa ada rasa canggung. 'Andai lo tau, betapa susahnya jadi temen lo sebagai cewek. Lo gak lihat apa gue disingkirin sama fans-fans lo yang fanatik pengen ada di deket lo. Gue gak suka kalau diposisi ini dan serba salah'---batin Cantika yang menahan rasa sesalnya mengingat dirinya selalu didorong keluar dari kerumunan ketika pada gadis datang mengerumuni Malik. "Malah diam. Hey!" Malik mengetuk dahi Cantika dan gadis itu mengasuh lalu melototkan matanya sambil mengusap dahinya yang sedikit sakit. "Aduh, sakit tau." "Eh punya rasa sakit juga ya?" Malik menaikkan sebelah alisnya. "Emang gue robot apa!" teriak Cantika kesal. "Jangan teriak-teriak sudah malam ini!" Peringat Malik lalu meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Cantika. "Cih ngapa sih!" Cantika menepis tangan Malik apalagi jari telunjuk Malik mengenai bibirnya. "Eh dapat bonus." Malik memeluk tangannya sendiri. "Rese' deh lo!" Cantika mengepalkan kedua tangannya erat dan napasnya terdengar tidak beraturan. "Hahaha lucu muka lo kalau lagi ngambek begini." Malik tertawa meledek melihat Cantika yang memasang muka sebalnya kepadanya. "Darah tinggi deh gue deket lo lama-lama, gue mau pulang." "Ya kan sudah gue anter pulang." Malik menunjukkan rumah gadis itu dengan dagunya. "Cih." Cantika berdecih seraya membalikkan badannya dan berjalan cepat ke rumahnya. "Gadis yang lucu." Malik masih tertawa sambil menggelengkan kepalanya. ... "Bwa!" "Astaga!" Malik memekik kaget melihat duo kembar yang sama-sama punya sikap usil itu sudah di rumahnya dan salah satunya duduk di atas d**a bidangnya. "Hehe kakak Malik sudah bangun!" Satunya lagi berbaring di sebelahnya seraya dahinya dipukuli dengan tangan mungilnya. "Kembaran kembar nakal." Malik menghembuskan napasnya begitu berat, sesak dadanya saat Salma melonjak-lonjakan tubuhnya di atas dadanya dan segera Malik bangun dari berbaringnya. Malik duduk dan Salma tertawa berada dipangkuannya sedangkan Silma berusaha duduk dipundaknya. Malik hanya kaget saja mereka datang ke kamarnya di saat ia enak-enaknya tidur dan sedang menikmati mimpi indahnya. "Hadeh kalian ini, masih pagi lo." Malik menguap lebar dan mencari air minum. Hampir saja gelas plastiknya yang berisikan air mineral itu jatuh karena Silma yang sudah duduk di pundaknya itu menganyunkan kedua kakinya. Si kembar hanya ketawa saja dan senang menganggu Malik. Malik menatap jam dinding dan jam itu menunjukkan jam setengah enam. Tentu Malik agak panik dan beranjak berdiri. "Kakak mau mandi dulu." "Ikut." "Heh kakak sentil nih." Malik mengangkat tangannya dan menunjukkan jari-jarinya di depan si kembar. Si kembar malah cekikikan dan mulai bermain di kasurnya. Kasurnya yang berantakan gegara si kembar itu tak dipedulikan oleh Malik dan lelaki itu tetap pergi ke kamar mandi. Selesai mandi dan berseragam. Seketika napas Malik tercekat melihat keadaan kamarnya berantakkan dan si pelaku sudah kabur duluan sambil tertawa. Siapa lagi pelakunya kalau bukan si kembar? Malik pun menghela napasnya pelan dan memanggil pembantunya untuk membereskan kamarnya. Sambil menunggu kamarnya dibereskan, Malik merapikan penampilannya lalu memasukkan buku-bukunya sesuai mata pelajaran hari ini. Malik tidak pernah belajar dan belajar di waktu ada tugas saja. Setelah melihat kamarnya lumayan rapih, barulah Malik menguncinya dan baginya, kamarnya adalah privasi. Tak sembarang pembantu bisa masuk ke kamarnya dan harus ada izin dulu darinya itupun biasanya Malik yang menyuruh jika ada masalah genting seperti tadi. Andai tidak sekolah, Malik yang akan membereskan sendiri tanpa menyuruh orang lain. Selanjutnya, Malik turun ke bawah dan disambut meriah oleh adik-adiknya. Malik tersenyum tipis dan matanya sendu memandang meja makan yang isinya hanya dirinya serta adik-adiknya saja. "Bi, papa sama mama belum pulang semalaman?" tanya Malik heran. "Belum, Mas Malik. Mungkin sebentar lagi pulang dan Tuan Angga masih di luar kota." "Mama menginap lagi." Malik menghela napasnya mengetahui mamanya menginap di tempat kerjanya. Memang jarak tempat kerja mamanya dan rumahnya sangat jauh. "Kapan ya kakak, mama gak kerja malam kan Aisyah kangen liburan sama mama." Aisyah duduk termenung di sampingnya dan Malik mengelus lembut rambut adiknya tersebut. "Sabar kakak cantik, nantinya bisa liburan bareng juga sama ayah." Malik membantu memotong ayam daging ayam goreng supaya adiknya mudah memakannya. Tidak hanya Aisyah saja tentunya, si kembar sang adik keponakan merwsa iri dan sekarang membawa piring mungilnya di samping Malik. Si kecil Syabil pula ikut-ikutan di belakang si kembar. Malik terkekeh pelan, pemandangan menggemaskan ini sangat disayangkan kalau tidak diabadikan di status pesannya dan juga dikirim ke grup keluarga. "Kalian kok ke rumah kakak, kan bisa telepon kakak kalau pengen berangkat bareng dan gak capek-capek dateng ke sini," ucap Malik pada si kembar yang mulai makan sekarang. "Kita gak capek kakak, kan pakai mobil dan yang supirin kan bapak sopir. Kita cuman duduk doang kok." Omel Salma. "Makan sama sayur, Non." Pembantu datang lagi bermaksud membantu mereka makan namun mereka menggeleng semua dan hanya Malik yang makan sayur. "Makan sayur biar pintar kalau sekolah bisa cepet mikirnya," ucap Malik mencoba membujuk mereka agar mau makan dengan sayuran. "Pintar apanya, kakak aja sering dapat nol." Silma menunjukan jari membentuk bulat. "Ah gak, kata siapa?" Malik tampak santai walau di dalam hatinya, ingin menyetil si kembar yang pandai melawan bicaranya. "Kan kita lihat sendiri, ya kan Salma?" tanya Silma pada saudari kembarnya. "Iya, betul tuh betul." Salma makan lahap. "Kakak Malik pintar tauk!" Sentak Aisyah yang tak terima kakaknya pernah mendapat nilai nol. "Aisyah gak percaya." Salma menatap Aisyah tajam yang duduk di seberangnya dan dekat Malik. "Enggak, kakakku pintar dan katanya pintar semuanya." Aisyah merentangkan tangannya dan sangat semangat menceritakan tentang kakaknya yang katanya pintar. "Tuh Aisyah bilang kakak Malik pintar, sayang adekku." Malik merangkul Aisyah dan Aisyah tertawa cekikikan. "Ilih pintar apanya, pintarnya cuman minta duit ke bunda." Silma dan Salma menatap sinis ke mereka. "Makan dulu gih, bicara mulu itu mulut lemes banget pagi ini." Malik menyuruh adik-adiknya semua fokus pada makanannya masing-masing. Sesekali Malik membantu adik-adiknya yang kesusahan saat makan sendiri dan adik-adiknya hanya mau dibantu oleh Malik bukan pembantu rumah disini. "Kakak kakak." Aisyah menarik celana sekolah Malik dan Malik berdiri di sampingnya yang sedang merogoh tasnya entah mencari apa. "Iya Aisyah." Malik menatap adiknya yang berdiri di atas sofa. Malik dan adiknya itu sedang berada di ruang tamu utama. "Kakak pernah dapat nol?" tanya Aisyah penasaran. "Emm enggak kok." Malik tersenyum dan membohongi adiknya supaya Aisyah tidak meledeknya kalau tau ia pernah mendapat nilai nol. Walau Aisyah masih TK, Aisyah sudah mengerti nilai mana nilai yang paling bagus dan jelek. Semua yang mengajari itu dari si kembar. "Beneran?" "Iya bener." "Kalau bohong, Aisyah dapat apa?" Tangan mungil Aisyah bergelayut manja di lengan kakaknya dan sesekali menggigit pundak Malik saking gemasnya pada sang kakak. Lalu setelah itu mengusap bekas gigitannya setelah Malik berteriak kesakitan. "Emang Aisyah pengen apa?" tanya Malik pada adiknya. Ia tau adiknya bertanya hal tadi hanya ingin keingananya diwujudkan saja dan sudah hapal betul pasti ada apa-apanya dibalik Aisyah menanyakan kejujurannya. "Aisyah pengen kakak nanti bawa kakak Cantik ke rumah." Aisyah tersenyum sambil kedua matanya dikedipkan bersamaan. "Kakak Cantik?" Beo Malik ketika adiknya membicarakan Cantika. "Kakak Cantik!" Duo bocah datang berlarian menghampiri mereka saat mendengar nama kakak Cantik baru saja disebutkan. "Waduh!" Pekik Malik ketika adik-adiknya malah berdusel agar dekat dengannya. Tidak hanya para gadis di sekolah yang suka mendusel kepadanya, adiknya di rumah pun apalagi dan entah mengapa mereka suka berdusel ke Malik. Kata para gadis di sekolahnya, bahu Malik itu lebar dan nyaman menjadi tempat senderan mereka. Memang bawaan dari olahraga membuat Malik memiliki bahu yang lebar dan itu menjadi keinginan para lelaki. "Kakak aku juga mau kakak Cantik ke sini." Silma kangen pada sosok gadis itu dan merasa iri pada adiknya yang kemarin bisa bertemu Cantika. "Tapi." Malik tidak tau Cantika mau atau tidak sebab Cantika selalu menolak keinganannya walau keinganannya tidak ada yang aneh-aneh sebenernya.. "Ayolah kakak!" Si kembar menarik kedua tangannya dan Malik menyingkirkan tasnya ke bawah karena tadi tasnya diinjak-injak oleh si kembar. Sedangkan Aisyah memeluk perutnya sambil tangannya juga ikut meremas seragamnya. "Ayo akak!" Aisyah merengek dan bibirnya mengurucut sebal. "Iya ya nanti kakak bawa kakak Cantik ke rumah tapi." Malik menggaruk rambutnya yang tidak gatal dan bingung harus membujuk gimana lago supaya Cantika mau datang ke rumahnya. "Tapi apa kakak?" Semua bertanya dan menatap bingung ke Malik. "Kakak Cantiknya mau apa enggak kan harus tanya dulu," jawab Malik dan memeluk mereka bertiga. "Iyahh." Mereka bertiga menghembuskan napasnya pelan dan jawabab Malik membuat mereka tidak yakin sekali kalau Cantika bisa datang ke rumah. Melihat wajah adik-adiknya lesu, Malik mencoba menenangkannya. "Adik-adikku yang kakak sayangi, kakak berusaha membujuk kakak Cantik nanti ya dan kalian bersiap sekolah." Malik tersenyum dan tangannya mengusap pipi gembul mereka bergantian. "Tapi aku pengen kakak Cantik ke sini dan main," balas Salma. "Kan kita gak tau kalau kakak Cantik nanti sibuk atau enggak." Malik berusaha menjelaskan pada mereka agar mereka mengerti. Meski sangat sulit menenangkan anak kecil yang tengah menginginkan sesuatu dan keinginannya bisa terwujud atau enggaknya. "Eh jangan nangis." Malik menangkup wajah Aisyah yang matanya sudah berkaca-kaca. 'Segitu pengennya mereka bertemu Cantika dan gimana membujuk Cantikanya ya? Cantika kan sulit banget. Kalau gak penting, dia gak bakalan mau dan gue harus mikir banget ini'--batin Malik resah. Tidak semudah itu membujuk Cantika dan ia harus berpikir keras agar Cantika mau datang ke rumahnya. ... 'Cittt brak' siluet kejadian di masa lalu datang, merasuk ke dalam mimpi Cantika. "IBU!" teriak Cantika langsung bangun dari tidurnya. Baru saja mimpi buruk terjadi dan sekujur tubuhnya dipenuhi keringat. Napasnya tak beraturan dan kepalanya pening. Cantika meremas rambutnya dan memejamkan matanya. Air matanya mulai berjatuhan dan tidak menyangka mimpi buruknya akan datang kembali. "Kenapa, Nak?" Dahi Puji berkerut seraya memasuki kamar putrinya setelah mendengar anaknya menjerit ketakutan. "Ibu." Cantika membantu ibunya duduk dan memeluknya segera. "Kamu tadi mimpi buruk?" tanya Puji khawatir. "Iya, Bu." Cantika menangis di dalam dekapan sang ibu. "Sudah minum belum?" "Belum." Cantika menggeleng lalu mencari gelasnya dan meneguk air putihnya hingga tandas. "Di atur dulu napasnya biar sedikit lebih tenang dari yang tadi." Puji sebenernya ingin tau hal apa yang selalu menjadi mimpi buruk anaknya. Namun Cantika tidak pernah menceritakan soal mimpi buruknya. Oleh karena itu, Puji selalu berdoa supaya anaknya tidak lagi memimpikan sesuatu yang buruk. "Iya, Bu." Cantika memegang dadanya yang berdebar kencang tak karuan dan untuk bernapas normal saja masih sulit bagi Cantika selepas bermimpi buruk baru saja. "Andai kamu mau cerita ke ibu, biar lebih lega." Puji mengusap pundak anaknya. "Cuman mimpi buruk aja, Bu. Cantika sudah tidak apa kok, Bu." Cantika tersenyum sedih. 'Kenapa mimpi buruk itu terjadi lagi?' Mimpi buruk tentang ibunya yang ditabrak sebuah mobil sedan dengan kecepatan tinggi yang membuat ibunya menjadi buta. Kecelakaan itu terjadi karena sang ibu menyelamatkannya dan yang membuatnya marah adalah para kepolisian tidak menjatuhkan hukuman berat pada si pelaku. Bahkan sampai sekarang pun, Cantika tidak tau siapa dalang dibalik kecelakaan yang menimpa ibunya. Semua karena uang, Cantika yakin pelaku itu masih berkeliaran bebas di luaran sana. "Ini sudah jam berapa Cantik?" tanya Puji heran. "Ini jam... Argh jam 6 lebih, Bu. Aduh telat!" Cantika buru-buru keluar dari kamarnya dan pergi ke kamar mandi. Puji tersenyum kecil dan menggeleng pelan. "Semoga suatu saat kebahagiaan yang melimpah datang ke kehidupnmu, Nak. Maafkan ibu yang suka merepotkanmu. Tugas ibu disini membimbingmu dan setelah kamu lebih dewasa, ibu akan pergi supaya kamu tidak merasa terbebani lagi di dunia ini. Walau kamu ingin ibu selalu ada disisimu." ... "Gue datang terlambat kayaknya." Cantika merasa dirinya hari ini datang ke sekolah kesiangan. Gadis itu mempercepat laju sepedanya dan ia berdecak kesal ketika ada kemancetan di tengah jalannya menuju ke sekolah. "Ah sialan." Cantika meruntuki dirinya sendiri yang kemarin masih saja nekat mencari pekerjaan sampai tengah malam dan itu membuang waktu serta tenaganya. Tidak hanya sekali ini saja Cantika datang terlambat sekolah bahkan hampir beberapa kali. Membuat Cantika juga hapal betul apa hukuman yang diberikan gurunya nanti. "Semoga poin gue gak penuh, bisa gawat kalau penuh." Gumamnya. Murid yang suka melanggar peraturan sekolah akan diberi poin jika poin sudah penuh, akan diberikan surat undangan panggilan orang tua wali murid dan kalau sampai orang tua tidak hadir, sekolah memberikan peringatan pertama. Ketika sudah peringatan kedua dilayangkan pula, sekolah akan mengeluarkan murid tersebut. Cantika memperhatikan jalanan sekitar yang ramai dan mencari cara jalan keluar dari kemancetan. Salah dirinya sendiri juga yang berangkat kesiangan sehingga Cantika mengalami terjebak di dalam kemancetan ini. Biasanya kemancetan terjadi karena di daerah ini banyak sekolah dasar dan di sekolah itu rata-rata para murid di antar menggunakan kendaraan mobil. Banyak mobil terparkir di pinggir jalan belum lagi mobil yang lewat berpapasan dengan mobil lain yang arahnya berseberangan. "Ah bingung ini." Cantika tak bisa apa-apa sekarang, ia pasrah di tengah-tengah kemancetan. Ingin keluar pun juga sulit, karena posisi kendaraan saling berdekatan. "Sulit." Cantika menggigit bibir bagian bawahnya. Setelah sepuluh menit merasakan dijebak mancet, Cantik akhirnya menemukan jalan keluar dari jalan raya ini dan dia saat ini berkendara di atas trotoar. Walau agak sulit juga karena ada pedangang kaki lima dan jumlahnya tidak sedikit. Cantika bernapas lega akhirnya bisa keluar dari kemancetan yang melanda tadi dan sampaikan di sekolahannya yang sudah sepi dengan gerbang yang sudah tertutup rapat. "Kan telat sudah." Cantika meringis saat ditatap tajam oleh seorang guru yang berjaga di balik gerbang itu. Cantika turun dari sepedanya dan mendekat ke gerbang sekolahannya. "Mau masuk sekolah atau tidak?" tanya guru BK itu dengan suaranya yang tegas sambil kedua tangannya dilipat di depan d**a. "Mau, Bu." Cantika menundukkan wajahnya dan siap diberikan hukuman atas pelanggaran sekolah di hari ini. "Buka gerbangnya, Pak!" Perintah guru itu pada seorang satpam dan gerbang sekolah pun dibuka sedikit. "Iya, Bu." Satpam sekolah mengangguk mengerti. "Masuk!" Perintah guru itu kepada Cantika. Cantika masuk ke dalam sambil menuntun sepedanya. "Parkir sepedanya dulu lalu ikut kumpul sama murid yang datang terlambat di lapangan basket." Guru itu pergi menuju lapangan basket, melanjutkan mengurus murid lain di sana dan Cantika bergegas memarkirkan sepedanya di parkiran khusus sepeda. Ketika keluar dari area parkiran, tak sengaja bertemu Malik yang tengah bersenda gurau bersama dua temannya dan mereka berjalan mengarah padanya. "Pagi, Cantik. Lho datang terlambat?" Malik terkejut Cantika rupanya datang terlambat, pantaa saja ia cari sedari tadi tidak menemukan keberadaan gadis. Sedangkan Zidan yang tau itu Cantika lantas bersembunyi dibalik punggung Vardo, kejadian tangannya yang dipelintir kemarin masih terngiang-ngiang di otaknya dan ia tak mau lagi tangannya dipelintir. Gadis itu diam-diam sangat menghayutkan menurutnya. Vardo tertawa meledek temannya yang ketakutan bertemu Cantika lagi. "Iya, gue telat. Permisi." Cantika langsung berlari buru-buru menuju lapangan basket. "Sepertinya dia belum sarapan." Gumam Malik yang mencemaskan kondisi kesehatan Cantika. "Lo suka dia ya?" tanya Zidan heran pada Malik. "Enggak, gue dari awal cuman pengen temanan doang." Malik menggeleng dan mereka melanjutkan jalannya menuju ke kantin. Padahal masih pagi tapi mereka nekat ke kantin mengetahui gurunya tadi sempat ada info yakni guru mata pelajaran di jam awal ini nantinya datang terlambat ke sekolah karena ban mobilnya bocor. Tentu di kelas mereka ada yang bersorak senang karena bisa bebas meski mendapat tugas dari guru tersebut. "Temen apa demen?" Sindir Vardo. "Temenlah, ya kali gue pacaran sama cewek yang bukan tipe gue." Cerocos Malik supaya teman-temannya tidak lagi menanyakan soal ini. "Hah? Bukan tipe lo?" Beo Zidan yang kurang paham. "Iya bukan tipe gue." "Terus tipe lo apa dong, wah wah lo ini diam-diam juga sudah nentuin tipe cewek yang lo suka." Zidan terkekeh pelan sedangkan Vardo memilih diam dan masih belum percaya ternyata Malik memiliki tipe cewek sendiri. "Ngapain gue cerita ke lo, entar tipe gue lo contek deh dan gue gak berbagi cerita soal tipe cewek gue," ucap Malik santai. "Ih gitu sama temen sendiri kan gue jadi penasaran tipe cewek lo kayak apa." Zidan menyipitkam matanya sambil menebak-nebak tipe cewek Malik. "Pikir aja sendiri." Malik mengedikkan bahunya acuh dan berjalan mendahului mereka berdua. "Eh lo tau tipe cewek dia gak?" Zidan malah bertanya kepada Vardo. "Ya mana gue tau gue kan gue gak denger." Vardo masih berjalan santai. "Oh lo mau jadi tuli ya?" Zidan mendengus sebal. "Oh lo mau tangan lo gue tambain sakitnya ya?" Vardo membalikkan kata-kata Zidan dan temannya itu memasang muka kesalnya. "Sehari bisa gak kita gak gelud gitu?" "Enggak, lo musuh bebuyutan dalam hidup gue." Vardo menahan diri untuk tidak tertawa. "Asyyu!" Pekik Zidan saat Vardo dengan sengaja menggeplak kepalanya dan berlari begitu saja meninggalkannya sendirian di sini. Diam-diam tanpa mereka bertiga sadari sedari tadi. Ada seorang gadis yang menyeringai dan hatinya merasa lega mengetahui bahwa Cantika bukanlah tipe Malik. "Oh syukurlah, btw tipe cewek dia kayak gimana ya. Gue jadi makin penasaran." ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN