Damian memasuki pelataran parkir sebuah rumah yang besar, rumah dengan pagar yang sangat tinggi, dan beberapa bodyguard yang berjaga didepan pagar dan didepan pintu utama rumah.
Ada dua mobil yang parkir didepan rumah, ada lamborgini berwarna kuning dan mobil sport berwarna silver.
Sejak tadi air liur Cahaya sudah menetes saking terkejutnya.
"Pak, ini rumah Bapak?" tanya Cahaya pada Damian.
"Masuk saja, Cahaya," jawab Damian yang berjalan duluan didepannya. Cahaya hanya ikut dibelakang Damian.
Sampai di sebuah ruangan, Cahaya membulatkan matanya penuh ketika melihat Erlando tengah berhadapan dengan seorang pria tua, pria tua yang masih terlihat tampan dan menarik. Mereka seperti sedang mengobrolkan sesuatu. Ada wanita muda yang duduk didekat pria tua itu, membuat Cahaya menoleh bergantian.
Erlando segera beranjak dari duduknya dan merangkul pinggang Cahaya, membuat wanita itu memekik.
"Ini wanita yang aku ceritakan, Grandpa," kata Erlando.
Cahaya menoleh sesaat menatap wajah Erlando yang begitu dekat dengan wajahnya. Tangan Erlando mengelus punggungnya memberi isyarat, dan tentu saja Cahaya tahu apa maksud dari elusan tangan Erlando.
"Ini wanita yang aku bawa ke acara pengangkatan Tuan Dermawan," kata Erlando. "Ayo duduk, Sayang."
Bella melihat dari ujung kaki sampai ujung rambut Cahaya, semua pakaian yang dikenakan Cahaya sungguh tak ada yang menarik.
Cahaya duduk disamping Erlando dan melemparkan senyum pada Ericksan dan Bella yang duduk dihadapannya.
'Kau harus membayarku mahal, Tuan Besar,' batin Cahaya dan menoleh menatap Erlando.
Cahaya memegang dagu Erlando membuat pria itu membulatkan matanya penuh.
"Kelihatannya kamu lelah, Sayang," kata Cahaya, membuat Erlando berdeham.
"Iya. Beberapa hari ini pekerjaanku padat," jawab Erlando membuat Cahaya menganggukkan kepala.
"Lihat lingkaran hitam dibagian bawah matamu, seperti mata panda, tapi aku tetap menyayangimu dengan tulus," kata Cahaya, membuat Erlando menggaruk tengkuknya dan berusaha tak terpancing dengan sikap Cahaya.
Sedangkan Ericksan dan Bella hanya menonton mereka berdua.
Erlando berganti memegang dagu Cahaya. "Kamu juga sepertinya sangat lelah, Sayang."
"Hem. Aku nggak bisa tidur karena terus memikirkanmu."
"Kita kan sering VC dan telpon-telponan," jawab Erlando seolah-olah menikmati akting Cahaya.
Suara tawa terdengar dari seberang, Ericksan tengah tertawa terbahak-bahak membuat semua yang melihatnya keheranan, sedangkan Damian juga tertawa meski tak terlihat.
Semua mata tertuju pada Ericksan.
"Apa kalian mau menipuku?" tanya Ericksan membuat Erlando mencubit pelan punggung Cahaya, itu isyarat agar Cahaya menghentikan sandiwaranya yang terlihat buruk.
"Apa maksud Grandpa?" tanya Erlando.
"Apa dia wanita yang kau bayar mahal untuk berhadapan denganku?
"Sungguh kejam Grandpa ini, dia bukan wanita yang seperti itu," jawab Erlando. "Dulu, aku tidak pernah menipu Grandpa dengan cara ini, dan memang benar dia kekasihku."
"Kalau begitu, buktikan," tantang Ericksan.
"Bukti apa yang Kakek butuhkan?" tanya Cahaya, membuat Erlando menoleh menatapnya. Erlando berharap Cahaya tak mengatakan apa pun yang akan membuat kakeknya itu tahu yang sebenarnya.
"Kakek?" Ericksan menautkan alis.
"Saya akan memanggil Kakek, karena kakek Erlando adalah kakek saya juga," kata Cahaya.
Dikepala Cahaya saat ini hanya uang dan uang. Ia membutuhkan uang, jadi ia harus mendapatkan uang meski harus berbohong seperti ini.
"Kami nggak berbohong didepan Kakek, saya dan Erlando memang sudah menjalin hubungan lama, hanya karena saya orang miskin dan nggak bisa di banggain, akhirnya Erlando memilih tak memberitahu Kakek tentang hubungan kami," kata Cahaya, membuat Erlando makin pusing dibuat Cahaya.
Ericksan memperhatikan Cahaya dan Erlando secara bergantian, ia berusaha mencari cela kebohongan keduanya, namun Ericksan tak menemukan apa pun.
"Bukti apa yang Grandpa inginkan? Katakan saja. Agar aku bisa secepatnya bebas," tanya Erlando.
"Kalau begitu, kalian harus menikah," ucap Ericksan spontan.
Cahaya membulatkan matanya penuh terkejut dengan keinginan Ericksan yang spontan.
"Baiklah. Kami akan menikah," kata Erlando. "Tapi dengan satu syarat."
Mata Cahaya terus membulat, bukan seperti ini ending yang ia inginkan. Menikah? Dengannya? Bukankah itu tak masuk akal.
"Apa syaratnya?"
"Grandpa tidak boleh ikut campur dengan urusan pribadiku, dan beri aku kekuasaan penuh pada perusahaan."
"Tentu. Semua akan kau dapatkan jika kalian benaran menikah," kata Ericksan.
***
Cahaya terus berdiam diri di mobil, sejak Erlando mengatakan akan menikahinya didepan kakeknya, Cahaya merasa seluruh hidupnya berubah. Ia mau kehilangan segalanya, asalkan bukan menggadaikan kehidupan cintanya.
Erlando terus menatap Cahaya dari belakang.
"Berhenti dan tinggalkan kami, Damian," perintah Erlando.
"Baik, Tuan," jawab Damian, lalu menghentikan mobilnya di dekat taman.
Damian lalu keluar dari dalam mobil dan menjauh dari mobil yang ia kendarai.
Erlando berdeham membuat Cahaya sadar dari lamunannya.
"Mau menikah denganku?" tanya Erlando pada Cahaya.
Cahaya tak berani berbalik menatap atasannya, ia merasa seolah-olah tak masuk akal menikah dengan seorang boss besar dari sebuah perusahaan besar. Cahaya tak memiliki perasaan apa pun pada Erlando, pantaskah mereka menikah?
"Kenapa Anda mengenalkan saya pada Kakek Anda? Kenapa bukan kekasih Anda yang waktu di Bandung?" tanya Cahaya.
Erlando menghela napas dan berkata, "Ada hal yang tidak bisa aku ceritakan. Yang pasti ia belum siap menikah karena jenjang karir yang sedang ia tempuh saat ini."
"Lalu kenapa tidak menunggunya?"
"Alasannya karena Grandpa," jawab Erlando.
"Tapi—"
"Jawab saja. Mau atau tidak?"
"Saya harus memikirkannya, Tuan."
"Buat apa dipikirkan? Kamu kan banyak hutang piutang diluar sana, aku akan membayarmu banyak dan membiayai pengobatan adikmu. Jadi lah istriku hanya sampai Jennyfer kembali," kata Erlando.
Memang benar, Cahaya membutuhkan uang untuk membayar hutang piutang almarhuma ibunya dan biaya pengobatan adiknya, namun pantaskah mempermainkan sebuah pernikahan?
"Hanya sampai 6 bulan. Setelah 6 bulan, aku akan menceraikanmu," sambung Erlando, membuat Cahaya belum bisa menjawabnya.
"Saya memang membutuhkan uang banyak, Tuan," kata Cahaya.
"Aku akan membayar jasamu dengan uang yang banyak. Bagiku uang adalah hal yang sangat kecil, uang bukan segalanya bagiku," kata Erlando.
Cahaya menghela napas panjang, ia pasti akan sangat bangga menikah dengan seorang milyader dan seorang yang dikenal di Negara ini. Bukan hanya di negara ini, namun luar negeri pun semua orang mengenal Erlando Maxevil.
"Baiklah, Tuan, saya mau. Prioritas utama saya adalah mendapatkan uang yang banyak dan membahagiakan keluarga saya, jika dengan menikah dengan Anda saya bisa mendapatkan itu, jangankan menjadi istri Anda, menjadi pesuruh dan apa pun itu saya mau."
"Baiklah. Kamu ke ruanganku besok siang, kita tanda tangani surat perjanjian."
Cahaya menganggukkan kepala.
"Kau bisa tinggal di penthouse bersamaku," kata Erlando. "Jangan khawatir, apartemenku itu luas memiliki tiga kamar. Kau tak perlu takut."
Cahaya menganggukkan kepala. Ia membutuhkan tempat tinggal, jadi dimana pun itu ia akan menerimanya meski harus satu rumah dengan pria seperti Erlando yang begitu dingin dan suka mengancam.
.
.
Bersambung.
Budayakan apresiasi penulis dengan cara voted, dan follow.
Aku bakal buat visual mereka. Follow akun IG - irhendirga91