Duapuluh

1509 Kata
Tasya dan teman-temannya berada di lantai 3 rumahnya. Rumah Tasya memang selalu dijadikan basecamp. Selain fasilitasnya lengkap sang tuan rumah juga dermawan. Stok makanan dan minuman tidak akan kekurangan. Bagi yang pertama kali berkunjung harus siap berurusan dengan Dany untuk diwawancara.Jika kebetulan bertemu pria itu. Namun setelah kenal dekat dengan ayah tiri Tasya, ia luar biasa ramah dan bersahabat. " Papa kamu ga ada?" Azril menanyakan keberadaan Dany. Dia satu-satunya yang trauma dengan Papanya Tasya. " Di kantor lah. Baru juga jam 1. Apalagi hari Senin suka lembur." Jawab Tasya. " Syukur deh. Aku suka grogi jika kalau ketemu Papa kamu." Azril tampak lega. Dia emang sosok playboy tapi pengecut. "Tunggu dulu ya aku mau ganti baju ." Ujar Tasya. Ia lalu melangkah menuju tangga. Hendak ke lantai dua dimana kamarnya berada. " Aku juga mau dong. Pinjem baju ya." Gina mengekor. " Yang mau minuman dingin ambil sendiri di kulkas ya." Tasya menunjuk lemari es yang berada di pojok ruangan. Demi kemudahan tanpa perlu ke dapur Lantai teratas rumah itu sengaja disediakan lemari es dan dispenser. Setiap akhir pekan atau jika ada pertandingan Bola, Dany dan teman-temannya suka nonton bareng. Jadilah ruangan itu tempat kumpul mereka pengganti cafe. Dany penggemar sepakbola sejati. Tasya kembali lagi ke atas dimana teman-temannya berkumpul, bersama Gina dan kedua ARTnya mereka membawa hidangan makan siang. " Tolong dong minta bantuan buat angkutin makanan dari dapur." Pinta Tasya kepada teman-temannya. Mereka lalu ke bawah dan kembali dengan aneka masakan yang lezat. " Pantesan lu montok gitu pakannya juga berkualitas." Ujar Asep. " Asep ih..mulut kamu tuh ya." Alin memperingati pacarnya yang suka ngomong blak-blakan. " Emang aku sapi apa." Tasya tertawa. " Eikk...Eik...gendong." Dhifa yang ikut ke atas dengan Tasya langsung menghampiri Erik yang duduk di samping Gina. " Kakak Erik..gitu dong sayang." Tasya memberi contoh yang baik. " Kaka Elik" Anak itu menirukan. " Pinter." Tasya memberikan pujian. " Oke digendong. Tapi sun dulu." Erik memberi syarat. " Ya Ampun Erik, Nadhifa lengket banget sama kamu." Gina menatap mereka berdua. " Pake sun-sunan segala." Asep protes. " Kalau minta sun Kakaknya kan ga mungkin jadi adeknya aja." Erik terkekeh. Sambil melirik Tasya. " Aneh kali lihat Bule. Spesies beda dari yang lain. Sama Papanya Erik juga nempel" ujar Tasya. " Aduh nih Balita udah punya selera ya." Satrio tidak percaya. " Suka Bule..bo..." seloroh Azril " Yuk ah makan dulu laper banget nih." Yusuf si gembul tak sabar menyamtap hidangan yang disuguhkan . Sekarang di atas karpet sudah tersedia aneka hidangan. Mereka juga pindah tempat meninggalkan sofa. Duduk berjejer lesehan gaya prasmanan mengitari makanan yang terhidang. " Berhubung Mama aku lagi ga ada jadi ini masakan yang bikin Mbak Ajeng. Lumayan enak kok. Walau ga sedahsyat buatan Mamaku." " Lagi laper gini mah. Mau enak apa kagak pasti disikat." Yusuf yang paling semangat. " yup." Gilang setuju. Urusan makan Gilang juga nafsuan. " Mau Mamam...ka Elik." seru Dhifa saat semua teman Tasya sibuk mengisi piringnya. " Suapin sama Kakak ya." lagi-lagi Erik harus siap direcoki Dhifa. *** Usai makan bersama mereka bersantai ria sambil menonton film. " Assalamualaikum. Wah banyak tamu nih." Mamanya Tasya baru saja pulang dari tokonya. " Waalaikum salam." Yang hadir serempak menjawab. " Maa..ma.." Dhifa mendekati sang Mama. " Iya nih Tante kita numpang makan en bikin repot." Basa-basi Erik. " Ini kue nya." Heni menyerahkan 2 kotak cake. " Makasih banyak Tante." Seru teman-teman Tasya. " Silahkan dimakan ya. Tante tinggal dulu." Wanita berkerudung hijau toska itu lalu kembali ke bawah dengan Dhifa. " Kalau Mama kamu mau adopsi anak ntar kabari aku ya. Aku mau daftar." Ucup kagum sama ibu kandungnya Tasya. " Ha..ha..ha..ih Ucup yang ada pasti pendaftaran calon menantu kali." Silvi merasa geli. " Itu mah gue ga kan ikut. Cewek gue mau dikemanain." Ucup sok setia kepada pacarnya yang anak kelas XII SMK. " Ucup kan seleranya sama kaya bokapnya Tasya suka sama yang mateng" Asep mengungkap rahasia sang KM. " Terakhir yang di keceng kan Bu Arini." Alin mempertegas pernyataan kekasihnya. " Stop ya, kalian lupa disini terpasang camera CCTV ." Gina memperingatkan mereka yang mulai tak terkontrol. " Itu mah nyindir." Tasya mendelik. " Ntar tuan besar marah. Kalian gimana sih udah dikasih makan minum gratias kok ngomongin Om gue sih." Erik tertawa. " Sorry. Bercanda" " Ayo kita santap kue nya." Satrio antusias. Dia penggemar makanan manis apalagi produk toko Mama Tasya. " Blackforest and cake keju. Tapi mana lilinnya." Ucap Azril. " Pake lilin biasa aja." Gilang memberi ide. " Ga usah pake niup lilin segala. Sorry itu bukan style aku." Seru Tasya " Aha..ha..." Semua yang hadir tertawa. " Jangan ketawa. Serius. Aku ga pernah rayain ultah tiup lilin bikin permohonan segala. Aku ga mau konyol ah. Berdoa tuh abis sholat lima waktu." Tasya sok religi. " Kalau begitu langsung potong kue nya." Satrio gak sabar. Tepat pukul 4 sore gengnya Tasya dan Erik pamit pulang. Tentunya setelah mereka membersihkan ruangan. *** " Gimana ceritanya lo bisa jadian sama si Gina." Satrio menatap Erik yang baru akan menyalakan Playstation. Mereka kini berada di kamar Erik. Sepulang dari rumah Tasya semuanya mampir dulu ke tempat Erik alasannya sih mau mengambil oleh-oleh Bali. " Iya. Gue penasaran banget." Azril butuh penjelasan yang detail. " Lo juga jadian ama si Silvi ga ngasih kabar. Perasaan yang lo kecengin kan si Tasya." Satrio mengalihkan pandangan ke arah Gilang. Di antara ke 4 sekawan itu Gilang adalah sosok paling romantis dan kalem. Tubuhnya agak tambun. " Gua patah hati jadinya gua nyatain cinta ke Silvi. Dari gelagatnya Silvi emang naruh perasaan ke gue" curhat Gilang. " Patah hati?" Azril tidak percaya ucapan Gilang. " Iya. Tasya tega banget jadian sama si Rangga." Gilang tampak kecewa. " Gua pikir lo ga seserius itu ke Tasya." Satrio terkejut. " Tapi dia ga ngelirik gua sama sekali. Mana berani gua gangguin Tasya. Tuh si Bos Erik juga ngelarang-larang deketin Tasya. Gua juga malu kalau ditolak." Gilang menjelaskan panjang lebar. " Cinta bertepuk sebelah tangan. Tapi jadinya lo mempermainkan perasaan Silvi. Dia jadi pelarian lo dong." Azril tersenyum menghina. Mendengar ucapan Azril jadi Erik yang tersindir. " Terus lo gimana? Belum klarifikasi?" Satrio mendesak Erik. " Gina udah lama kan ngejar gue. Dari awal kenal. Apa salahnya gue terima dia. Tuh cewek agresif banget berani nembak gue. Gina juga cantik." Jawab Erik. Ada kebohongan yang disembunyikannya. " Perasaan lo sendiri gimana ke si Gina?" Azril menatap sahabatnya. " Gina lumayan menarik. Gue suka sama dia." Jawab Erik pendek. " Gue sih cuma ga mau ketinggalan aja kalian semua punya gebetan masa gue single. Ngejomblo sendiri. Ga asyik kan. Sekalian buat lupain Tasya juga" Jujur Gilang. Setelah dekat dengan Silvi Gilang merasa cocok. Gadis itu emang enak diajak ngobrol. Wawasannya luas walau terkadang sok tahu. " Si Tasya udah bikin banyak cowok patah hati tuh." Ujar Satrio. " Si Rangga juga sama bikin cewek-cewek patah hati." Azril menimpali. " Eh si Gina matrenya minta ampun. Tanya aja sama mantannya dulu." Satrio membeberkan keburukan pacar Erik. " Hati-hati lo dimanfaatin." Ujar Gilang. " Semua cewek emang gitu kan pada matre, shopping sana sini, minta ditraktir, belum lagi pake acara nyalon segala." Erik seolah tak mempermasalahkan. Ia malah tertawa. Erik tahu banyak hal tentang itu karena ia sering lihat Tasya yang sering shopping bareng Oma dan Tantenya. " Ga juga ah. Itu mah cewek di keluarga lo aja kali." Kilah Azril. " Si Tasya ama gengnya semua pada gitu." Seru Satrio. " Ngomong-ngomong cewek lo tadi kok ga diajak ke rumah Tasya." Gilang penasaran. " Cewek gue pemalu. Dia minder sama Tasya." Jawab Satrio. " Gua lagi ribut sama cewek gue." Azril beralasan. " Baru sebulan jadian udah masalah."  Erik menggelengkan kepalanya. *** Satrio dan Gilang telah pulang duluan. Tinggalah Erik dan Azril. " Gue ga percaya begitu aja sama hubungan lo dan Gina." Azril mencurigai sahabatnya. Diantara ketiga temannya Azril yang paling dekat dengan Erik. Azril yang sering bareng bahkan menginap karena rumahnya memang sangat dekat. " Azril, knapa sih lo ?" Erik tidak mau ditekan. " Buruan jujur. Sebenarnya kenapa lo terima dia." Azril mendesak. " Gue cinta sama Tasya." " What?" Azril kaget. Tapi kalau diingat-ingat Erik yang cuek, kalau sama Tasya dia perhatian banget walaupun terlihat sering ribut kecil. " Serius." Jawab Erik " Gile. lo jatuh cinta sama sepupu lo sendiri." Azril tak habis pikir. " Sepupu tiri. Kalaupun sepupu kandung juga tetep kan gua boleh nikah sama dia." Erik menegaskan. " Ga nyangka ya. Tapi lo ga pernah ngomong sih." Azril masih menatap sahabatnya. Tatapan penuh selidik. " Gue sedih banget saat Tasya jadian sama Rangga. Gue ga mungkin ngomong juga kan ke kalian apalagi Tasya. Gawat kalau Om sama Tante gue tahu itu. Tahu kan Om gue kayak gimana." Curhat Erik. " Terus lo jadiin Gina pelarian juga kaya Gilang ke si Silvi?" Azril ga habis pikir. " Gue seneng deket sama Tasya, kalau gue jadian sama Gina otomatis bakalan sering jalan ama Tasya juga kan." Sebuah penjelasan yang membuat Azril menggelengkan kepalanya. Erik percaya kepada Azril. Ia selalu bisa menjaga rahasia. **** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN