Tujuhbelas

1135 Kata
Pagi yang cerah Tasya sudah sibuk membantu Mbak Tini mengurus si kembar. Hari ini Nadhifa berulah. Tidak mau mandi. Padahal selama 5 hari ini dia menjadi anak yang baik. Apa dia tahu kalau nanti siang Mama Papanya akan pulang. " Dhifa ayo mandi dulu, masa sih udah jam 8 ga mau mandi. Kak Tasya sama adik udah mandi udah wangi lho." " No...no..no.." Ia malah lari. " Hari ini Mama sama Papa pulang." Tasya terus membujuknya. " Mandi ama Papa." Jawabnya. " Aduh Papa pulangnya nanti. Yuk, Dhifa kan cantik. ntar kakak beliin yupi ya." " Ga mau." " Ada apa sih. Dhifa belum mandi? Sama Oma yuk!" Bu Ratih mendekati cucunya. " Ga maauuuu..." Gadis cilik itu malah berteriak. " Terus maunya sama siapa. Sama mbak Tini juga ga mau. Ntar Papa marah lho " Tasya mengeluarkan jurus ancamannya. " Mandiin Eik." Jawabnya. " Kak Eriknya ga ada sayang." Sang Oma tersenyum geli. " Ajak renang aja. Sama Faiz" Tiba-tiba datang Ambar memberi solusi. " Mau." Dhifa antuaias. " Terus nanti dipeganginya sama siapa?" Tanya Tasya. Ia lagi males berenang. Apalagi udah mandi dan dandan cantik. " Sama Kak Tasya lah. Tante kan ga bisa renang." Jawab Ambar. " Minta tolong Ayah aja Bund." Faiz memberi ide. " Ya udah sana ajak Ayah. Ada di atas sama Om Dimas dan Opa " " Emang Nadhifa mau? Dari kemarin dia takut banget sama Deri. Wajah brewokan gitu bikin serem anak-anak." Bu Ratih tampak ragu. " Dicoba aja dulu." Keukeuh Am bar. " Ya udah ga apa-apa sama kakak aja." Akhirnya Tasya mengalah. Ia tidak mau jika adiknya malah menjerit histeris lagi melihat Omnya yang bernama Deri. " Suruh Ayah kamu bersihin wajahnya. Dhifa jadi takut gitu." Sang Oma menatap Faiz dan ibunya. *** Dany dan Heni mengakhiri masa bulan madu mereka. Semua ini gara-gara program hamil yang sedang dijalankannya makanya pake acara bulan madu segala. Mereka berdua sangat mengharapkan kehadiran seorang anak laki-laki untuk melengkapi anaknya yang semuanya perempuan. Seandainya programnya gagal keduanya sepakat tidak akan mempermasalahkannya. Waktu menunjukkan pukul 11 siang saat keduanya tiba di Denpasar. Keluarga besar Hadiwijaya telah menunggu kedatangan mereka berdua. Bu Ratih dan Pak Yusuf serta 4 anaknya yang lain beserta keluarga telah menanti pasangan itu. Pasangan beda usia yang selalu tampil mesra dan bikin iri pasangan lain. " Selamat datang kembali. Gimana nih kabar bulan madunya." Diana yang baru tiba kemarin sore menjadi orang pertama yang menyambut kedatangan Dany dan Heni. " Apa kabar Di? Kapan datang?" Heni memeluk sahabat yang berstatus kakak iparnya. " Alhamdulillah baik.Kemarin sore kami baru tiba. Wah Kamu makin cantik aja Hen." Diana memperhatikan penampilan Heni. Ibu beranak tiga itu masih tetap cantik dan selalu modis. " Kakak Iparku ini bisa aja deh." Heni tersipu malu. " Serius." " Efek punya suami brondong kali. Ha...ha..." Heni tertawa sambil melirik ke arah sang suami. Sementara Dany hanya tersenyum. " Mas Edwin mana?" Tanya Dany. " Ga tahu lagi pergi kemana sama Erik." " Mama...Papa.." Pasukan Dhira Dhifa dan Tasya datang diikuti Bu Ratih. " Sayang apa kabar? Papa kangen banget sama kalian." Dany mencium dan memeluk anak-anaknya dengan hangat. Ia sangat merindukan mereka semua. " Mama juga kangen banget sama kalian. Nih Mama bawain oleh-oleh banyak sekali." Heni menciumi mereka sambil menunjukkan tas dan koper mereka. " Ayo ke teras belakang. Semua udah pada kumpul." Perintah sang Mami. " Bongkar oleh-olehnya nanti aja." Seru Diana Semuanya kini menuju teras belakang. Sementara barang-barang diurus ART. Di sana semua anggota keluarga sedang berkumpul. " Cie...cie...Dany makin hot aja." Deri menggoda sang adik. " Berisik...ah." Dany menyalami kakak-kakaknya diikuti Heni. " Selamat ya, Kita doain langsung jadi." Ujar Dimas. " Kita bakal kesalip Pa." Ida istri keduanya yang duduk di samping kirinya setengah berbisik. Sementara istri pertamanya yang berada di samping kanannya menahan tawa atas apa yang diucapkan sang madu. *** Tak ada kebahagian yang lebih indah selain dapat berkumpul dengan keluarga yang kita cintai. Canda tawa menjadi sesuatu yang berharga dan bermakna. Itulah yang dirasakan oleh keluarga Hadiwijaya. Acara kumpul keluarga yang dihadiri anak menantu dan cucu-cucunya benar-benar mempererat hubungan keluarganya. " Hari senin kita ke Yogya. Pulangnya hari Rabu." Bu Ratih memberitahu rencana perjalanan berikutnya. Mereka berniat mengunjungi rumah Deri dan juga Pabrik Batiknya. " Maaf Mi, kayanya kita ga ikut. Terlalu lama ninggalin kantor pekerjaan pasti numpuk." Dany menolak ajakan Bu Ratih. " Iya, kerjaan di toko juga pasti banyak." Imbuh Heni. " Ya udah. Kalian juga harus istirahat." Pak Yusuf memahami mereka. " Titip oleh-olehnya aja ya. Aku mau koleksi Batik terbaru Ambar" Heni tersenyum ke arah Ambar kakak iparnya. " Siap nanti aku kirimin. Tasya mau ikut ke Yogya? Kamu kan masih libur." Ambar bertanya kepada Tasya yang duduk di bawah bersama adik-adik dan juga sepupunya yang berjumlah 4 . " Iya nanti Tasya pulang bareng Oma sama Opa aja." Bu Ratih membujuk. " Tante Diana sama Om Edwin juga nanti ke Jakarta dulu." Diana memberi dukungan. " Kalau kakak mau ikut ya ikut aja." Heni mengizinkan. " Mau banget. Boleh ga Pa?" Tasya tampak senang tapi ia butuh persetujuan Dany. "Hmm. Iya boleh. Tapi di sana kamu jangan pernah pergi sendirian. Kalau mau kemana-mana minta anter Erik atau bareng Oma Opa." Seperti biasa Dany penuh dengan amanat. " Apa-apa harus minta izin dulu Papa ya." Diana menahan tawanya mendengar obrolan Tasya dan Dany. " Tuh, Papa galaknya minta ampun Tante. Biasanya ini ga boleh itu ga boleh. Setiap teman Tasya yang datang ke rumah pasti diintrogasi." Tasya mengadu. " Masa sih?" Dimas setengah tidak percaya. " Kalau ga percaya tanya aja Erik." Tasya melirik ke arah Erik yang duduk di samping ayahnya. Mereka berdua tidak banyak bicara. Apalagi Erik sejak tadi pagi terlihat dingin sama Tasya. " He..he.." Erik malah tertawa ringan. " Overprotektif banget sih Dan" Deri menatap sang adik. " Dia kan anak gadis belum cukup umur. kalau terjadi apa-apa kan orang tua juga yang repot dan harus bertanggung jawab. Ntar kalau kalian punya anak gadis baru kerasa gimana harus jagainnya." Dany memberikan argumen. " Oma dan Opa juga nggak larang-larang Erik." Tasya memberikan pembelaan. " Beda sayang, Erik tuh cowok. Ga kan ada yang ngapa-ngapain." Dany tersenyum. " Wah..wah...kita yang senior kayanya kalah sama Dany." Dimas salut dengan sifat Dany yang begitu melindungi Tasya. "Aku doain kalian juga punya anak cewek biar tahu seribet apa ngurusnya." Dany seolah menyumpahi. " Dany emang papable deh. Dewasa banget." Diana memeluk sang adik.. "Betul. Padahal yang paling terakhir nikah kan Dany." Seru Ida setuju. " Thanks ya Heni, kamu udah bikin adik aku yang b******k ini jadi so sweet." Diana mengeratkan pelukannya kepada sang adik " Iya tapi masih sering ribut sama Tasya. Masalah yang sepele gara-gara rebutan makanan. childish banget kan" Heni malah terkesan menjatuhkan Dany. " Ih Mama pake buka rahasia segala."Dany merasa dipermalukan. Semua yang hadir tertawa. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN