"Ada kekasihnya pak Angkasa, cantik banget."
Indira bersuara. Aku tentu saja tidak peduli meski laki laki itu mati sekali pun. "Oh, iya?" sahut Pak Toni.
"Iya. Tuh, lihat dia cantik banget. Dan Pak Angkasa menggenggam tangannya. Manis banget," tambah Indira, membuat ku semakin mual mendengarnya. Aku sengaja menyibukan diri agar tidak melihat laki laki b******k itu.
"An, lihat pak Angkasa. Ikhs mereka serasi banget." Indira mengajaku berbicara dan agar aku melihat ke arah lelaki b******k tersebut. Namun aku memang sama sekali enggak tertarik. Aku memilih melihat ponselku yang isinya adalah kabar kabar tentang artis yang aku sukai. Sepertinya laki laki biadab dan pacarnya sudah tidak lagi terlihat, sehingga keadaan ruangan pun kembali hening. Aku memutuskan untuk kembali kerja dan meletakan ponselku.
"Eh, aku udah nyobain blush on yang baru loh." Indira berkata. Saat ini kami berada di kantin untuk makan siang. Aku duduk bersama Indira, dan juga Pak Toni.
"Mana coba?" sepertinya Pak Toni ingin melihat wajah gadis itu lebih dekat. "Eh, bagus ya." puji Pak Toni. Dan hal itu membuat Indira mengedip kedipkan kedua matanya. "Aku tambah cantik dong?" godanya.
"Blush on nya bagus sih. Tapi orangnya gitu gitu aja, --Ah!" ledeknya, yang ditanggapi Indira dengan sebuah pukulan kuat di lengannya.
"Ini tuh warnanya campuran ya. Jadi enggak terlalu pink gitu?" AKu ikut menimbrung.
"Iya. Pakai blush on ini bikin kita kelihatan alami, seolah enggak pakai blush on. Pokoknya nomor wahid deh." Indira kembali berkata. "Kamu harus pake. Kamu tuh punya kulit yang bagus banget. Kalau pake ini pasti tambah bagus warnanya." pungkasnya.
"Bener, tuh." sahut Pak Toni. "Kamu ko enggak suka pakai make up atau bagaimana?" tanya nya.
"Suka ko, cuma karena sekarang aku lagi hamil. Jadinya aku agak malas dandan." jawabku.
"Eh, tapi tetep cantik ko, menurutku, meski enggak dandan." kembali Pak Toni bicara. Kami makan siang seraya mengobrol. Indira kembali heboh tentang kedatangan pacarnya si b******k itu. Indira bilang, ia merasa amat iri pada kekasihnya Angkasa yang diperlakukan begitu istiwema. Aku sungguh ingin sekali bilang, bahwa semua lelaki akan memperlakukan perempuan yang mereka inginkan dengan sangat sempurna. Namun kemudian laki laki akan berubah dan menjadikan perempuannya itu musuhnya setelah perasaan itu benar benar hilang. Seperti diriku yang laki laki itu rendahkan hingga sampai titik terendah saat ini. Aku bahkan enggak tahu kenapa laki laki itu sampai memperlakukan ku seperti ini. Satu kesalahan ku. Yaitu mengajaknya putus. itu saja.
"Pak Angkasa itu sempurna banget. Selain ganteng dia juga baik banget. Aku pernah bertemu dengan beliau, dan beliau mengajak ku tersenyum lebih dulu. Biasanya atasan itu akan malas mengajak karyawannya tersenyum. Mereka hanya akan membalas sapaan kalau di sapa duluan saja. Tapi pak angkasa enggak kaya gitu. Pak angkasa menyapa kami lebih dulu." terlihat sekali, bahwa Indira memang sangat mengagumi si lelaki b******k itu.
"Iya. Beliau juga nyapa aku. Padahal saat itu, beliau masih baru pindah ke sini. AKu sih, enggak nyangka kalau beliau se ramah itu." sahut Pak Toni. Iya, terus saja kalian berdua puji si lelaki itu. Kalian tidak tahu bagaimana sikap iblisnya itu. AKu sangat membencinya seumur hidupku. Pokoknya seperti sumpah ku, bahwa aku tidak akan pernah memaafkan dirinya sampai aku dikubur oleh tanah merah pun.
"BTW, tujuh bulanan kamu kapan? aku mau ikut bantu bantu." ujar Pak Toni.
"Iya, aku juga." sahut Indira. "Eh, kita kasih tahu pak mana dong. Beliau pasti mau ikutan juga." tambahnya.
"Pasti sih." tambah pak Toni lagi. "Kapan nih jadinya?" tanya pak Toni.
"Masih dua bulan lagi, karena sekarang baru lima bulanan."
"Aku mau beli banyaaak, buah buahan. AKu juga bisa bikin rujak buat suguhannya." tambah Indira. '
"Nasi kuning dan yang lainnya, mendingan ketring aja, an. Kamu enggak boleh capek, capek, lah. " ujar Pak Toni lagi.
"Iya, an. Kita ketring aja. Pokoknya kamu tinggal beres nya aja." sahut Indira. Duh, mereka sangat baik sekali. Aku seperti memiliki kedua orang tua yang sedang memperhatikan ku. Sungguh ini bukan kah tugasnya mereka. melainkan lelaki yang saat ini sedang berada di meja sana. Ia duduk bersama kekasihnya dan makan di sana. Sesekali laki laki itu mengusap pipinya gadis itu. Dan membuatku sungguh jengah. Tidak! tentu saja, aku tidak merasa cemburu padanya. AKu hanya merasa sangat benci pada laki laki itu. Dan saking bencinya, aku sampai tidak mau melihatnya bahagia.
"Waw! keren banget."
karena rasa benciku itu, aku sampai mematahkan sumpit yang aku pegang. Saat ini, aku memang sedang makan mie kwetiaw sea food, karena aku sedang malas makan nasi.
Aku terkekeh ketika sadar, bahwa tangan ku telah mematahkan sumpit yang aku pegang, hanya dengan satu tangan saja.
"Energi bumil memang luar biasa ya." ujar Pak Toni. Aku hanya terkekeh dengan kedua sudut mataku yang terasa panas. Mengerjap cepat terus aku lakukan agar aku tidak sampai menangis di sini. Pasalnya hatiku mendadak terasa sakit, ketika melihatnya mengusap wajah gadis itu. Tidak! sekali lagi aku tidak cemburu. AKU HANYA MEMENCINYA! DIA JAHAT DAN DIA BIADAB!
"AKu serius enggak bisa matahin ini, kalau cuma dengan satu tangan." Indira meraih satu sumpitku yang lain. Dia mencoba mematahkannya namun ternyata susah, katanya. "Kamu gimana sih, cara matahinnya?" tanya Indira padaku. Dan aku tidak bisa menjawab itu, karena aku sungguh tidak tahu. Aku sedang emosi dan aku melakukannya begitu saja.
Selesai makan, kami kembali ke ruangan dengan Indira yang masih saja bercerita tantang rasa kagumnya pada sesosok angkasa. Sedangkan aku dan Pak Toni mendengarkannya dengan sekali terkekeh geli. Lalu aku sebenarnya ingin sekali menutup mulutnya Indira, agar gadis itu tidak terus menceritakan laki laki itu. Sampai di ruangan kami duduk di kursi masing masing. Pekerjaan kami telah menanti, dan aku juga sangat sibuk.
Kami selesai pada pukul empat sore. Indira pamit padaku lebih dulu dan begitu juga dengan Pak Toni.
"An, aku duluan, ya. Aku mau ngedate, soalnya." Indira berkata. Yang akhirnya diledekin oleh Pak Toni, dengan mencie cie kan gadis itu enggak jelas.
"Ok, kalian dulua saja. AKu masih harus beresin mejaku." Ujarku pada Indira, dan Pak Toni yang berjalan menyusul. Aku masih mengemas barangku ketika pak Mana datang. "An, kamu mau pulang?" tanya nya.
"Eh, iya, pak. Bapak masih belum pulang?" Tanya ku balik. Laki laki itu sudah siap dengan tasnya.
"Oh, saya juga mau pulang. Saya sebenarnya mau pulang sama kamu. Tapi ..."
"kenapa pak?" tidak biasanya laki laki itu terlihat murung.
"Kamu dipanggil oleh pak Angkasa. Beliau meminta kamu ke ruangannya."
Lelaki b******k itu! kenapa dia masih saja menggangguku.