Komplek Perumahan Citra indah. Pukul 13.30 siang. Jakarta Timur.
"Ayah?"
Seorang pria paruh baya bernama Muhammad Fardan menoleh kesamping ketika putrinya itu memanggilnya.
"Iya, Nak?"
"Ayah sibuk?"
Fardan segera meletakkan ponselnya diatas meja ruang tamu setelah membaca berita harian si situs web online.
"Tidak. Ada apa?"
"Em, Ava.."
"Kenapa kamu terlihat gugup? Kemarilah, duduk disebelah Ayah."
Ava mengangguk kemudian segera duduk di samping Ayahnya. Fardan menatap putrinya lagi.
"Kamu mau bicara apa?"
Ava meremas ujung hijabnya. Rasanya begitu gugup hanya untuk bertanya mengenai kedatangan Franklin satu jam yang lalu. Tak hanya itu, rasa gugup nya benar-benar mengalahkan rasa groginya ketika dimasalalu ia praktek bedah anatomi tubuh manusia saat kuliah kedokteran.
"Em, ini soal teman Ava tadi, Ayah."
"Oh yang tampan blasteran itu ya?"
Ava mengangguk. Tanpa diduga Fardan sedikit menyamping untuk membuka laci meja lampu hias kemudian mengeluarkan sesuatu disana.
"Ah ini, teman kamu kesini cuma mau kembalikan bros hijab kamu."
Ava tercengang. Ia tidak menyangka kalau ia pernah menjatuhkan bros hijabnya di Perusahaan milik pria itu.
"Semuanya baik-baik saja?"
Ava menatap Ayahnya. Sementara hatinya direlung rasa gelisah.
"Apakah teman Ava tadi ada berbicara sesuatu dengan Ayah?"
"Maksud kamu?"
"Em, ya.. maksud Ava.." Ava terlihat salah tingkah sambil memainkan ujung hijabnya. "Maksud Ava, apakah dia ada pembiaran yang lebih serius dengan Ayah?"
"Oh itu," Fardan tersenyum tipis. "Tidak ada, Nak."
"Tidak ada?"
"Iya, tidak ada. Dia kemari hanya untuk mengembalikan bros kamu. Katanya tanpa sengaja kamu menjatuhkannya di perusahaan dia."
Ava mengangguk. Dalam hati ia merasa kecewa. Ia berusaha menutupi hal itu.
"Iya Ayah, kemarin Ava nemanin Vita interview pekerjaan disana."
"Oh gitu, yaudah, Ayah tinggal dulu ya kedalam. Ayah mau istrirahat."
Ava hanya mengangguk dan menatap kepergian Ayahnya. Ia pun segera mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi Instagramnya.
Ava melihat status snapgram yang sudah ia unggah 60 menit yang lalu bahkan dilihat 1346 orang dari pengikut di Instagramnya sebanyak 10,5K.
Sebuah status bertuliskan : Alhamdullilah @franklin_HM
Rasa malu menggelayutinya karena kedatangan Franklin secara tiba-tiba sempat membuatnya kepedean. Ava mengecek nama akun Franklin yang sempat ia mention. Dilihatnya pria itu belum membuka pesan mentionnya.
Dengan rasa kecewa Ava menghapus statusnya. Baginya saat ini, Kepedean adalah rasa manusiawi yang wajar meskipun pada akhirnya pria itu malahan tidak melamarnya.
"Ya Allah, maaf, hamba sudah berharap dengan manusia yang tentunya akan membuat hamba kecewa. Astaghfirullah," lirih Ava dengan tatapan kedua matanya yang sendu.
Kediaman Hamilton. Jakarta Timur, Pukul 13.00 siang.
Aifa bersedekap menatap dua troli yang berisikan beberapa tas canvas berlabel minimarket yang ada di kota Jakarta. Setelah berburu diskonan barang-barang berkualitas, Aifa menatap puas hasil jerih payahnya. Dari jarak beberapa meter, Rex selaku suami Aifa pun mendekati istrinya.
"Belanja kamu sebanyak ini?"
Aifa menoleh ke samping dan mengangguk. "Iya Mas, Alhamdullilah. Istri teladan memang begitu."
Rex tetawa geli. "Memangnya kamu belanja apa?"
"Kebutuhan rumah, pampers, s**u, perawatan kosmetik aku."
"Kenapa tidak menyuruh asisten rumah tangga kita saja?"
"Aifa adalah seorang istri sekaligus ibu rumah tangga Mas, sesekali Aifa sendiri belanja ke minimarket tidak masalah kan?"
Rex tersenyum. Ia merengkuh pundak istrinya. "Alhamdulillah, istriku semakin dewasa saja setelah menikah. Lagian kalau mau belanja tidak harus menunggu waktu barang- di diskon kan?"
"Istri itu menteri keuangan rumah tangga. Mau orang kaya, orang sederhana sampai orang biasa-biasa saja, diskonan itu mutlak wajib di buru tanpa bisa diganggu gugat bahkan tidak mandang ekonomi seseorang, Mas."
"Iya iya, terserah kamu. Aku bersyukur kamu bisa mencari tahu dimana barang-barang berkualitas dengan harga terjangkau."
Beberapa asisten rumah tangga kediaman Hamilton pun mulai memasukan satu per satu tas canvas belanja Aifa kedalam bagasi belakang mobil Rex bertepatan saat Fandi dan Ayesha datang dari suatu tempat.
"Asalamualaikum," ucap Fandi.
"Wa'alaikumussalam, Daddy dari mana?" tanya Aifa sambil mencium punggung tangan Daddynya di ikut oleh Rex. Setelah itu Aifa juga mencium punggung tangan Mommynya.
"Dari undangan aqiqah cucu teman Daddy, cucunya perempuan. Masya Allah, bayi perempuan itu lucu ya?"
Rex segera menggaruk tengkuk lehernya seperti salah tingkah karena secara tidak langsung ucapan mertuanya itu adalah kode keras untuknya. Apalagi cucu Fandi semuanya berjenis kelamin laki-laki.
Selang beberapa menit kemudian, Franklin tiba dengan raut wajah tenang seperti biasanya setelah keluar dari mobilnya. Ia melihat keluarga besarnya berada didepan teras rumah.
"Asalamualaikum, Dad, Mom."
"Wa'alaikumussalam. Kamu dari mana? Tumben hari libur keluar rumah?" tanya Ayesha begitu mengulurkan punggung tangannya kearah Franklin.
Franklin segera mencium punggung tangan Mommynya sekaligus punggung tangan Daddynya.
"Dari silahturahmi."
"Cieee yang ketemu calon mertua.." goda Aifa lagi.
Fandi menatap Franklin terkejut. "Benar apa yang di katakan Kakakmu?
"Bukan calon mertua. Kakak cuma berlebihan saja."
"Tapi.." Aifa segera mengeluarkan ponselnya. "Tapi satu jam yang lalu Ava update status di snapgram. Kata dia gini nih, Alhamdullilah @franklin_HM. Terus ada emot mawar."
"Jadi kamu habis dari rumah Ava? Kok tidak bilang-bilang sama kami? Jadi diam-diam kamu dekatin seorang wanita tanpa cerita sama Mommy terlebih dahulu?" tanya Ayesha tidak terima.
"Mana Aifa, Daddy mau lihat snapgram di dokter Ava itu."
Aifa mengangguk. "Iya Dad, tunggu sebentar aku, APA?!"
"Kenapa?
"Ada apa Aifa?"
Fandi dan Ayesha juga merasa penasaran dengan Aifa yang tiba-tiba terkejut. Sementara Franklin tetap santai seperti biasanya meskipun dalam hati ia juga tidak menyangka kalau Ava sempat mengetik status seperti itu di snapgramnya.
"Snapgramnya sudah tidak ada. Apakah sudah di hapus sama dia ya?"
"Jangan mengada-ada Aifa." sela Ayesha dengan jengah kemudian berlalu memasuki rumahnya.
"Tapi, Mom. Ya Allah, Aifa serius. Beneran deh. Aifa tidak bohong, tadi Ava, dia-"
Fandi pun mengikuti istrinya memasuki rumahnya. Sementara Rex malah menghedikkan bahunya tidak perduli.
"Ayo sayang, kita masuk kedalam." ajak Rex.
"Tapi Mas, itu, Ava tadi, dia-"
Rex segera merengkuh pundak istrinya. "Ini jam makan siang, Daddy dan Mommy sudah menunggu di kursi meja makan. Kamu juga harus suapin Rafa dan Rafi kan?"
"Iya Mas, iya, tapi-"
Aifa tidak banyak berkata-kata lagi ketika Rex merengkuh pinggulnya memasuki rumahnya. Aifa menoleh ke belakang menatap adiknya, dilihatnya Franklin tetap santuy seperti biasanya.
Setelah semua keluarganya memasuki rumahnya, dengan cepat Franklin mengeluarkan ponselnya dan mengecek akun instagramnya. Tidak ada tanda notip apapun yang berasal dari Ava Fadila.
Benarkah Ava sempat menulis status seperti yang di bilang Aifa? Bila benar, itu adalah hal yang wajar. Kemungkinan besar, Ava menganggap kedatangannya itu adalah sebuah lamaran.
Ya itu memang benar, ia berniat melamar Ava langsung tanpa menjalin hubungan layaknya sepasang kekasih yang sebenarnya di larang dalam agama islam sebelum menikah.
Tapi ntah kenapa begitu ia tiba di rumah Ava kemudian berhadapan langsung dengan Ayahnya, tiba-tiba otaknya menjadi blank. Belum lagi jantung nya yang deg-degan sekaligus grogi setengah mati.
Franklin menghela napas. Ia akan kembali menjalani niatnya. Mungkin melalui Ava terlebih dahulu dan mengajak wanita itu ketemuan diluar.
"Ya ampun, kenapa sifatku begitu pemalu didepan wanita?"
Kalau cerita sebelumnya karakter cowok pada playboy dan menyebalkan, kali ini beda dong ya
Acung disini yang suka sama cowok pemalu dan pendiam
Acung disini yang gemas sama Franklin kalau sudah didepan cewek malah grogian gak ngomong2
Makasih sudsh baca. Sehat selalu buat kalian yaaa.
With Love
LiaRezaVahlefi
Instagram
lia_rezaa_vahlefii