Gagal!

1301 Kata
Halaman mansion mewah itu telah disulap dengan sangat indah dan di tengahnya pula dibina sebuah altar, di mana Dominic sedang berdiri dan menunggu Elise yang mulai menapak padanya, berjalan atas karpet merah. Diantarkan oleh Lucas. Para tamu berdiri menyambut kedatangan mempelai dan bertepuk tangan. Namun tidak ada yang sadar akan wajah masam Elise. Menit berselang, suasana yang tadinya meriah dengan tepuk tangan dan siulan dari para tamu kini mendadak mencekam dengan kehadiran seorang pria yang sedang berjalan di atas karpet menuju ke altar, seolah dialah penguasa yang tidak terkalahkan. Dengan setiap langkahnya, ketegasan terpancar dari postur tubuhnya yang kokoh, seakan mengisyaratkan bahwa tidak ada yang bisa menghalangi niatnya. Sorot matanya yang tajam seolah dapat menembus hati siapapun yang berani menentangnya.. “Tuan Adrian..” lirih Elise dengan kedua mata yang membelalak sempurna, jantungnya berdetak tak berirama. Iya! Pria itu adalah Adrian Frost yang datang tanpa diundang. Dominic mengernyit saat melihat pria itu ada di mansionnya. Padahal, ia ingat jika Adrian tidak masuk dalam daftar tamunya, ia juga tidak akan mau mengundang pria itu kemari. Yang lebih penting, bagaimana bisa dia ada di sini? Dominic sudah memasukkan Adrian dalam daftar hitam orang yang masuk ke dalam mansionnya. Jika Adrian berada di sini sekarang, dia pasti menggunakan kekerasan atau menyelundup masuk di antara para tamu. “Bagaimana bisa kamu datang kemari?!” seru Dominic dengan emosi yang membara. Kedua tangan mengepal sempurna di kedua belah sisi tubuhnya, jangan lupakan juga rahangnya yang mengeras sempurna menatap pada Adrian. Berkebalikan dengan Dominic, Adrian justru menyeringai dengan tenang. “Bagaimana, ya?” ucap Adrian menggoda Dominic. Baginya, wajah Dominic yang memerah karena marah sangat lucu seperti badut. Dominic tidak tahu bahwa Adrian masuk dengan cara pertama, kekerasan. Dan Adrian tidak datang sendiri. Ia datang bersama dengan Dion, ajudannya, yang ditugaskan untuk membereskan orang-orang yang menjaga mansion Dominic dengan ketat. Tidak hanya Dion saja yang ia tugaskan untuk menumbangkan orang-orang itu, Adrian juga membawa beberapa pengawal agar pekerjaannya menjadi lebih cepat. “Pengawal! Pengawal! Cepat bawa orang itu!” teriak Dominic sembari menunjuk-nunjuk Adrian. Perilaku Dominic yang tampak gelisah itu membuat Adrian tertawa. “Lucu sekali kamu, Dominic. Tenang saja, tidak akan ada pengawal yang datang, karena semua pengawalmu sudah jatuh di tanganku. Sekarang, serahkan Elise padaku, atau kamu harus menanggung akibatnya.” Dominic berdecak. Ia menyembunyikan Elise di balik tubuhnya. Matanya menatap tajam ke arah Adrian. “Mana mungkin aku serahkan begitu saja, kan? Coba langkahi dulu mayatku kalau kamu berani. Kamu pikir aku akan takut padamu?” Adrian masih menyeringai. “Ternyata ini jalan yang kamu pilih! Kalau begitu, siap-siap saja meregang nyawa.” Dengan cepat, Adrian mengeluarkan pistol yang bersembunyi di balik jasnya. Orang-orang yang melihat adanya senjata api berteriak dan berlarian, takut menjadi korban peluru yang menyasar ke tubuh mereka. Dor!! Dor!! Suara peluru yang ditembakkan membuat semua orang dengan serempak tiarap, kecuali Dominici yang masih teguh berdiri. Ia tidak akan gentar hanya karena tembakan dari Adrian. “Apa kemampuan menembakmu sudah menurun bastard!, hmm?” sinis Dominic pada bekas tembakan Adrian yang meleset. Tatapannya jelas meremehkan Adrian. Adrian kembali menaikkan pistolnya dan mengarahkannya ke Dominic. “Kalau begitu, akan kupastikan saat ini tidak akan meleset dan tepat sasaran, Don Fontana” desis Adrian sambil melemparkan seringai yang terlihat menyeramkan. “Coba saja kalau begitu!” seru Dominic. menantang! Tiba-tiba, Dominic menarik Elise dengan kasar, sampai membuat perempuan itu berteriak karena terkejut. Dominic meletakkan Elise di depannya dan menyembunyikan dirinya di balik Elise. “Kalau begini, kamu tidak akan berani menembakku, kan?” ucap Dominic dengan seringai lebar. Merasa sudah menang sendiri. Namun sayang… tebakan Dominic salah! Wajah Elise pucat pasi. Ia tidak menyangka jika Dominic akan menggunakannya sebagai tameng. Betapa liciknya pria yang akan menjadi suaminya itu. Elise ketakutan dan marah di saat yang sama. “Sialan kau, Dominic!” seru Adrian. Pria itu tiba-tiba saja maju dengan gerakan cepat. Ia tidak menurunkan pistolnya sama sekali dan tetap mengarahkannya ke arah Dominic. Gerakan Adrian yang terlalu cepat tidak memberikan waktu pada Dominic untuk berpikir. ‘Apa dia serius mau menembak ke arah Elise?!’ batin Dominic panik. Dor!! Dor!! Dua peluru kembali ditembakkan. Dominic yang memejamkan matanya merasakan dengungan keras di telinganya. Pipinya berdarah karena tergores peluru milik Adrian. Namun, yang menyakitkan adalah peluru yang berhasil melukai bahu kirinya. Siapa sangka jika Adrian akan mengambil celah yang sangat kecil itu untuk menembakkan peluru ke arahnya. “Arrgh!” teriak Dominic dengan memegangi bahunya yang berdarah. Karena Dominic yang lengah, Adrian segera menarik Elise ke dalam dekapannya. Elise yang masih terkejut karena mengira Adrian akan menembaknya bergetar hebat. “Maaf, Elise, jika tidak begini dia tidak akan melepaskanmu,” bisik Adrian di telinga Elise. Elise mengangguk dalam pelukan Adrian. Meski ia masih gemetaran, ia mulai merasa tenang. “Apa kamu masih bisa berjalan?” tanya Adrian. “Kita harus segera pergi.” bicaranya lagi tanpa menunggu jawaban dari Elise untuk pertanyaannya barusan. Elise mencoba untuk berdiri, meski kakinya terasa lemas, ia harus pergi dari mansion ini. Adrian segera membawa Elise untuk berlari dengan menunjukkan jalannya. “Hey, kalian mau ke mana, hah?!” teriak Dominic yang berusaha bangkit. Ia tidak mau calon pengantinnya lari begitu saja. Namun, ia tidak bisa mengejar mereka. Bahunya terlalu sakit dan tidak ada satu pun pengawalnya yang datang. “Kembali kalian ke sini!! Sial! Di mana semua pengawalku, hah?!” amarah Dominic semakin meledak-ledak. “Tuan? Tuan Dominic, apa Anda baik-baik saja?” Salah satu pengawal Dominic akhirnya datang. Betapa terkejutnya dia saat melihat Dominic yang berdarah. Setelan jasnya yang dipesan khusus untuk hari pernikahan itu kini dihiasi oleh aroma anyir. “Memangnya aku terlihat baik-baik saja?!” teriak Dominic kesal. “Kau ini dari mana saja?! Ke mana yang lainnya?! Cepat pergi dan kejar si b******k Adrian itu!” Pengawal itu tampak kebingungan. Ia ingin bergerak mengejar Adrian yang mulai keluar dari venue tempat pernikahan diadakan, tetapi ia tidak bisa pergi begitu saja. “Sebentar, Tuan Dominic. Ada berita khusus yang harus saya sampaikan,” ucap pengawal itu. “Memangnya itu lebih penting dari b******k Adrian dan Elise itu, hah?!” Pengawal itu meneguk ludahnya. Tuannya sudah marah besar, ia takut Dominic akan semakin marah ketika tahu apa yang akan disampaikan. “Maaf, Tuan. Ini sangat mendesak. Salah satu wilayah kita sudah jatuh di tangan clan Salvatore!” “Apa?! Dominic mencengkeram bahu pengawal itu. “Apa maksudmu itu?!” “I-itu … saya dapat kabar kalau wilayah berhasil dikuasai oleh Adrian. Semalam, dia dan pesuruhnya berhasil menaklukkan wilayah Pelabuhan Coastal Vista dan salah satu petinggi Fontana juga jadi korbannya,” jelas pengawal itu dengan terbata-bata. “Salah satu petinggi ku juga jadi korban?” ucap Dominic tidak percaya. Padahal, petinggi yang ia tunjuk bukanlah orang yang biasa saja. Untuk jadi petinggi di Fontana haruslah orang yang hebat, salah satunya dalam masalah pertarungan. Tidak mungkin dia akan kalah begitu saja kecuali orang yang melawannya adalah orang yang hebat dan genius. “Bagaimana kabarnya sekarang?” “Dia .. dia gugur di tempat, Tuan.” Muka Dominic semakin merah, bahkan sampai matanya pun berwarna sama. Urat-urat di dahinya terlihat semakin jelas. Ia menggeram penuh amarah. ‘Berani-beraninya si Adrian itu! Tidak akan kubiarkan kamu hidup dengan tenang mulai detik ini!’ batin Dominic dengan dadanya yang panas. Latar yang awalnya indah dan penuh dengan hiasan putih khas pernikahan itu kini hancur berantakan. Tamu yang awalnya datang dengan senyum cerah kini justru pulang dengan wajah pucat pasi dan ketakutan. Pernikahan yang sudah Dominic rencanakan sejak awal rusak begitu saja. Lebih parahnya lagi, semua rencana yang sudah Dominic rencanakan dengan sangat matang, juga berujung gagal total! Dominic tidak akan tinggal diam. Ia akan membalaskan dendamnya pada Adrian secepatnya. Di sisi lain, Adrian mengendarai mobilnya. Kini ia tidak sendirian, ada Elise yang duduk di sebelahnya. Gaun putihnya ditutupi oleh jaket pemberian Adrian. Mobil itu melaju ke sebuah tempat yang jauh dari mansion Barzini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN