"Mas Braga, Ia boleh beli itu?"
"Mas Braga, Ia boleh main di sana?".
"Mas Braga, Ia boleh-"
"Alleia boleh mau lakuin apa pun, asal tetap dalam pengawasan Mas Braga," sela Braga yang sedikit panas mendengar pertanyaan-pertanyaan Alleia yang terus beruntutan.
"Hehehe ... Ia gak bawa uang, Mas," aku Alleia jujur.
Tadi, Alleia dapat uang saku dari papanya, tapi dia meninggalkan dompetnya di rumah. Jadinya, pas di kampus tadi, dia ditraktir Ziona, sedangkan saat pulang dia ingin ke mall pun harus bingung pakai uang siapa.
"Mas bawa uang banyak. Buat beliin Ia se toko-tokonya juga mas kuat," jawab Braga dengan sombong.
"Sayang banget sama Mas Braga, selalu traktir Ia." Alleia merangkul lengan Braga dengan erat.
Braga tersenyum tipis. Braga sangat senang bila Alleia menempel bak lalat yang menempel di bungai bangkai sepeti ini. Tidak bisa Braga bayangkan bila suatu saat Alleia akan menikah, Braga tidak siap merasakan sakit hatinya.
Dari dulu, Alleia tidak pernah pacaran. Selain anak itu terlalu polos mendekati bodoh, Alleia juga dijaga ketat pasukan pengawalnya Lima Al.
Alasan Braga belum menikah meski umurnya sudah tiga puluh satu tahun, ya karena dia menunggu Alleia. Menunggu keajaiban di mana Alleia yang mengatakan kalau gadis itu mencintainya. Namun, Braga yakin itu tidak akan terjadi. Bagaimana mungkin seorang putri dari keluarga kaya raya mencintai pria yang tidak jelas asal usulnya.
"Mas Braga, ia pengen mandi bola, boleh?" tanya Alleia menunjuk time zone.
"Mandi air aja, seger," jawab Braga sok cuek.
"Ih Mas Braga jangan kasih tampang cuek, kelihatan tua gitu." Alleia berucap sambil menepuk pipi Braga.
"Penting ganteng," tukas Braga percaya diri.
"Gantengan papaku. Papa Rexvan CEO tampan mempesona tiada tara," ucap Alleia bangga. Braga menahan diri untuk tidak terbahak mendengar penuturan gadis di sampingnya.
Semua anak-anak Rexvan tidak ada yang waras. Semua selalu menggaungkan tittle kegantengan bapaknya. Braga yakin, dulu masa mudanya Rexvan sangat absurd dan bobrok. Terlepas dari itu Braga sangat mengagumi sosok laki-laki enam anak itu.
"Iya iya ganteng papamu. Kamu mau apa tadi? Mandi Bola? Kamu udah besar, gak boleh mandi bola. Nanti dimarahin sama petugasnya," ucap Braga.
"Alah Mas Braga. Katanya Mas Braga kaya, kok bikin petugas itu bolehin Ia main bola gak bisa?"
"Alleia, tidak semua bisa dibeli dengan uang. Main yang lain untuk dewasa aja."
"Yaudah main kuda-kudaan," jawab Alleia cemberut.
"Hah, kuda-kudaan?" tanya Braga membulat.
Mendengar kata kuda-kudaan, otak Braga langsung mengarah ke hal yang 'iya-iya. Otak mesumnya kini yang bekerja.
"Mas!" panggil Alleia menepuk pundak Braga.
"Ah iya. Mau kuda-kudaan di kamar siapa?" tanya Braga dengan ngawur.
"Hah? Kuda-kudaan kok di kamar. Kan di situ!" Tunjuk Alleia ke arah kuda-kudaan berputar.
"Oh kuda itu," jawab Braga menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ayo lah, Mas. Pangku Ia!"
Alleia menyeret tangan Braga untuk menuju kuda putar. Otak Braga masih blank mendengar kata-kata Alleia yang memunculkan syahwatnya. Tadi kuda-kudaan, sekarang nyuruh mangku. Tentu saja sebagai laki-laki normal, pemikiran Braga langsung mengarah ke hal yang 'enak-enak.
Ternyata soal pangku-memangku tadi, Alleia tidak main-main, Alleia memaksa Braga untuk memangkunya lantaran takut naik sendiri. Braga meringis saat semua orang menatapnya dengan terkikik geli. Braga sudah seperti ayah yang tengah memangku putrinya. Bahkan ada yang berceletuk dengan menyebutnya Hot Daddy. Memang sih Braga sadar kalau di umurnya yang sudah berkepala tiga, dia sudah pantas memiliki anak, tapi mau menikah dengan siapa dia juga tidak tau.
Karasak-krusuk pengunjung membuat Braga makin meringis. Seorang CEO memangku gadis naik komedi putar. Sungguh harga diri Braga seperti terinjak. Namun, Braga juga tidak keberatan. Toh Alleia juga gadis yang dia cintai.
Allard, Alleron, Alvero, Alvino dan Alden mengedap-edap di deretan rak bagian makanan. Tadi, mereka membuntuti kakaknya dengan motor masing-masing sampai ke Mall ini. Namun, sudah berputar beberapa kali, mata mereka belum menangkap objek yang mereka cari.
"Allard, kakak ke mana sih? Masa diculik sama Braga," ucap Alden membuat yang lain menatap tajam.
Allard Cs memang kurang suka dengan Braga, karena dinilai merebut kakak Alleia dari mereka. Kalau sudah sama Braga, Alleia akan melupakan adik-adiknya.
"Gak mungkin diculik, mana mau Kak Ia sama dedengkot tua macam Braga," ucap Alleron. Yang paling pedes dari mereka ya tuyul satu itu. Alleron tipe pendiam, tapi kalau sudah ngomong pedesnya kayak cabai level lima belas.
"Kak Ia penyuka laki-laki hot. Braga itu termasuk hot, pantas saja Kak Ia suka."
"Hasyah, diam!" ucap Allard sebal.
Di bagian rak yang lain, juga ada seorang gadis seumuran Alleia yang juga tengah mencari-cari sahabat karibnya yang dibawa lelaki hot jeletot. Dia Ziona, sahabat karib Alleia yang memiliki tingkat kecemburuan akut saat Alleia dekat dengan laki-laki.
"Hisss Alleia kemana sih. Cepet banget ngilangnya kayak setan!" maki Ziona menghentakkan kakinya kesal.
Tadi, Ziona ingin mengajak Alleia ke bioskop, tapi Alleia menolak dan mengatakan akan pergi dengan Braga. Itu sungguh membuat Ziona kesal sampai Ziona nekat menyusul Alleia ke sini untuk menyeret gadis itu nonton.
"Ah itu dia Alleia naik kuda!" pekik Ziona berlari menuju Alleia tanpa melihat kanan kiri.
Bruggg!
"Waaah kurangajar sekali orang yang telah menabrak putri cantik Ziona!" teriak Ziona kencang sampai membuat pengunjung lain menutup telinga.
Allard yang tadi ditabrak seorang wanita, langsung menundukkan kepalanya melihat siapa gerangan yang berlari sambil tutup mata.
"Zio?" panggil Allard membantu Ziona berdiri.
"Eh Allard. Lo nabrak gue sampai jatuh nih!" kesal Ziona beranjak berdiri.
"Yey, situ yang nabrak malah gue yang disalahin," protes Allard. Allard kenal betul dengan Ziona yang kerap datang ke rumahnya.
"Lo ngapain ke sini?" tanya Alvero.
"Nyusul Alleia. Tuh dia sama om-om tua, mana pangku-pangkuan lagi." Ziona berucap kesal.
Kelima Al mengikuti arah yang ditunjuk Ziona. Mata mereka membulat saat Braga dan Alleia nampak mesra. Sudah pasti mereka langsung kebakaran jenggot. Dengan semangat empat lima, mereka menyusul Braga dan Alleia.
Sangat disayangkan, Alleia tidak bisa hidup jenak kala adik-adiknya selalu mengurusi hal pribadinya.
Allard memaksa Alleia turun dari kuda. Membuat Braga dan Alleia malu setengah pingsan. Apalagi Braga sudah seperti menjadi tersangka penculikan.
"Kalian kenapa ke sini sih?" tanya Alleia geram. Lagi enak-enakan main malah diganggu tuyul-tuyulnya.
"Jagain kakak dari Braga si orang mesuum," jawab mereka kompak.
"Heh ngawur kalian. Siapa yang mesuum?" serobot Braga.
"Jangan bohong deh. Kami tau kalau di HP Mas Braga banyak video plus-plusnya. Secara Mas Braga ini udah tua tapi belum nikah-nikah. Sudah pasti kurang belaian dan bisanya-"
"Cukup Alleron!" desis Braga membuat Alleron diam. Yang lain pun ikut mengekeret melihat tatapan tajam Braga.
"Kalau kalian mau membawa Alleia, bawa sana. Mas Braga mau ke kantor!" ucap Braga mendorong sedikit bahu Alleia ke arah adik-adiknya. Braga tidak ingin kegiatannya menonton filem dewasa diketahui oleh Alleia. Otak Alleia harus tetap polos dan tidak boleh tercemar.
"Mas Braga, Mas. Tungguin Ia!" teriak Alleia yang tidak digubris Braga.
"Alleia, sudahlah. Ngapain sama dedengkot tua itu. Ayo kita nonton bioskop!" ajak Ziona menyeret Alleia. Allard dan yang lainnya ikut membuntuti.
Alleia ingin menangis rasanya. Selalu saja dia tidak diijinkan bahagia bersama Braga. Alleia ingin protes, tapi sudah pasti protesannya akan diacuhkan oleh adik-adiknya. Padahal, Alleia sudah ada rencana untuk meminta Mas Braga untuk mengajarinya pacaran.
"Zio, menurut kamu Mas Braga itu bagaimana?" tanya Alleia saat mereka sudah keluar dari bisokop. Tadi, mereka menonton film disney kesukaan mereka.
"Jelek," jawab Ziona memanyunkan bibirnya.
"Kok jelek? Dia gentang banget loh padahal."
"Aku bilang jelek ya jelek, mata mu itu yang buta sampai bilang Braga ganteng," kesal Ziona.
Alleia mengerutkan keningnya. Ziona selalu marah kalau dia membicarakan Braga. Atau jangan-jangan Ziona mantan pacar Braga? Tiba-tiba Alleia menaruh curiga.
"Pokoknya aku gak mau kamu deket-deket dengan Braga, dia itu laki-laki jelek, tua dan menyebalkan," ucap Zio.
"Kamu kenapa kayak benci banget sama Mas Braga?"
"Iya aku benci banget, karena dia udah ngambil kamu dari aku."
"Maksudmu?"
"Kamu sahabaku, gak boleh dekat dengan dia. Kalau kamu sama dia, aku sama siapa?" tanya Zio cemberut.
"Utututu Zioku Sayang ...." ucap Alleia gemas sambil memeluk tubuh Zio. Zio membalas pelukan Alleia dengan lebih erat. Tampak senyum itu mengembang dengan manis.
Sedangkan di kantor perusahaan Braga, pria itu tengah uring-uringan karena tingkah Allard cs dan ditambah lagi dengan Ziona. Kenapa mereka seolah memisahkannya dari Alleia. Kalau boleh egois, Braga ingin selalu dekat dengan gadis itu.
Tok tok tok!
Suara pintu diketuk membuat Braga dengan judes menyuruh masuk sang tamu. Wanita tinggi ramping dengan pembawaan murah senyum memasuki ruangannya. Bunga, sang sekretaris setianya.
"Kalau gak penting, kamu saya pecat!" ancam Braga saat Bunga ingin membuka mulut. Pasalnya, Bunga ini suka becanda, kadang hal yang tidak penting turut disampaikan kepada Braga. Mentang-mentang sudah bekerja lama, Bunga tidak ada takut-takutnya sama sekali kepada atasannya.
"Kalau penting, gaji saya ditambah ya, Pak!" pinta Bunga.
"Cepat katakan!" titah Braga menggebrak meja. Bunga pikir ini perusahaan nenek moyangnya apa. Setiap hari minta naik gaji terus.
Kalau pas sama Alleia, hati Braga adem ayem karena senang, beda dengan saat di kantor harus bertemu Bunga yang membuatnya naik darah.
"Saya mau menyerahkan berkas yang bapak minta tadi pagi. Arsip data bagian penjualan selama satu bulan belakang sudah akurat, terstruktur dan rapi di sini," ucap Bunga menyerahkan berkas ber-map biru.
Braga merebut berkas itu dengan sedikit kasar. Memeriksanya dengan teliti. Meski Bunga sering membuatnya naik darah, Braga harus berpikir delapan belas kali bila harus memecat perempuan itu. Pasalnya, tidak ada gadis secekatan dan secerdas Bunga yang pernah Braga temui.
"Terus kenapa kamu masih di sini?" tanya Braga menaikkan sebelah alisnya.
"Nunggu bapak usir," jawab Bunga seraya bersiul. Tidak mencerminkan sekretaris yang sopan.
"Ya sudah sana pergi!"
"Oh iya, Pak."
"Apa lagi?" tanya Braga menatap tajam Bunga.
"Bapak kapan nikahin saya? Sekarang banyak banget loh Pak, CEO yang nikahin sekretarisnya, bapak gak ingin apa nikahin saya?"
"Kenapa saya harus nikahin kamu?"
"Ya saya cantik, pintar, berpendidikan, dan-"
"Jangan mimpi kamu!" sela Braga dengan tajam.
"Kalau bapak memberikan tatapan tajam begini, saya makin terpesona loh, pak."
"Kamu pergi atau saya pecat sekarang juga?" teriak Braga marah.
"Iya-iya ini keluar, dasar manusia-"'
"Masih ngoceh di sini?" teriak Braga lagi.
"Bapak jangan judes-judes, nanti bucin sama saya baru tau rasa."
"Bunga, kamu di sini bekerja atau mau jadi penggoda?" tanya Braga dengan menggebrak meja keras.
"Iya iya ini keluar. Dasar punya bos kok gak bisa digoda. Pasti tuh burung loyo, lihat Bunga yang sexy kayak gini gak b*******h sama sekali. Dih amit-amit jangan-jangan Pak Braga Gay," maki Bunga menghentak-hentakkan kakinya kesal.
Braga memijit pelipisnya kesal saat mendengar omelan Bunga. Tidak sekali dua kali Bunga mengatainya Gay lantaran dia tidak mempan digoda gadis itu. Memang Bunga tipe orang tukang ngawur dan ceplas-ceplos. Enak saja dia yang gagah perkasa dikatain Gay. Dia masih suka lubang daripada pedang.
Braga melirik bagian tubuh bawahnya. Sekali lagi dia pria normal, tapi masalahnya dia hanya menyukai satu orang yaitu Alleia. Jadi, mau digoda seperti apa pun sama Bunga, tetap saja dia tidak akan tertarik.
Yang menjadi kewaspadaan Braga sebenarnya juga Bunga. Boleh saja saat ini Braga tidak menyukai Bunga, tapi untuk beberapa waktu belakang, siapa yang menjamin. Apalagi mereka sering bersama setiap hari.