Satu minggu berlalu sejak pertemuan Adam bersama Mr. Butler. Kailen tengah sibuk menyalin notula rapat dengan tim bisnis lima menit lalu agar lebih rapi. Perhatiannya hanya terpaku pada selembar kertas berisi tulisan tangannya dan layar komputer.
"Ms. Rose."
Wanita itu tersentak ketika mendengar namanya dipanggil. Sontak dirinya bangun dari atas kursi seraya menatap seorang pria yang berdiri di mejanya dengan membawa sebuah map.
"Ini laporan hasil produksi pertama untuk produk terbaru HM-Always Read," ucapnya seraya memberikan map tersebut.
"Baik, terima kasih," balas Kailen sembari tersenyum. Dia langsung menerima map itu.
Pria itu mengangguk dan melenggang pergi. Ketika bayangannya sudah tak terlihat, Kailen memutari meja dengan membawa map tersebut menuju ruangan Adam. Dia mengetuk pintunya hingga tiga kali ketukan sebelum membukanya.
Suara heels sepatunya yang mengetuk-ngetuk lantai marmer terdengar nyaring di dalam ruangan. Kailen menaiki tiga anak tangga sebelum berhenti tepat di depan meja kerja Adam. Kailen tersenyum seraya menundukkan kepalanya sekilas
"Ini laporan dari tim produksi mengenai produk terbaru HM-Always Read, Sir."
Kailen meletakkan laporan tersebut di atas meja Adam membuat pria itu mengalihkan perhatiannya sejenak dari layar komputer. Adam membuka map dan mulai membaca laporannya.
"Saya permisi, Sir," ucap Kailen ketika dirasa tugasnya sudah selesai untuk mengantar laporan. Dia menundukkan kepalanya sejenak kemudian berbalik arah.
Namun belum sampai menuruni satu anak tangga pun, langkahnya tiba-tiba terhenti ketika mendengar suara panggilan dari arah Adam.
"Ms. Kai."
Dalam sekejap Kailen langsung berbalik arah. Dia kembali menghadap Adam yang terlihat tengah memperhatikan laporan di tangannya. Tidak ada kata lain yang keluar dari mulut Adam membuatnya merasa bingung. Dengan perasaan ragu serta was-was, Kailen berjalan pelan menuju meja Adam.
Kailen menatap Adam. Pria itu mendadak sontak melempar map laporan ke arah Kailen hingga membuatnya terlonjak kaget. Kertas-kertas itu terbang dan jatuh berantakan di sekitar Kailen.
"Apa-apaan itu?" tanya Adam dengan suara menahan emosi.
Kailen justru menatap bingung. Bola matanya bergerak ke kanan dan kiri seolah tengah mencari kesalahan yang diperbuatnya.
"Kenapa kau tidak mengerjakan perintahku?" Suara Adam masih terkontrol meskipun cukup membuat jantung Kailen berloncatan.
"Apa saya melakukan sesuatu yang salah, Sir?" tanyanya dengan nada bingung.
Dia merasa tidak melakukan kesalahan sedikit pun. Kailen mengingat pasti jika sejak tiga hari yang lalu dirinya sudah meninggalkan kesalahan-kesalahan dalam bekerja. Jadwal bisnis Adam tersusun rapi, selalu datang tepat waktu, dan selalu mengerjakan pekerjaan tepat waktu pula. Lalu perintah apa yang tidak dia lakukan?
"Apa saya melakukan sesuatu yang salah?" ulang Adam dengan nada suara penuh emosi yang sudah tidak terkontrol ketika mendengar Kailen bertanya hal itu. "Aku memerintahkan mu untuk menginformasikan pada Oscar untuk menambah jumlah produksi HM-Always Read!" gertak Adam hingga suaranya mengisi ruangan. "Tapi laporan hasil produksi untuk peluncurannya masih pada jumlah yang sama!" sambungnya.
Dalam sekejap Kailen langsung memasang wajah bersalah. Dia benar-benar lupa dengan hak itu. Kepalanya pun tertunduk untuk mengucapkan maaf pada Adam.
"Maafkan saya, Sir. Saya telah melakukan kesalahan."
"Aku tidak butuh maaf darimu! Kau tahu bukan siapa Mr. Butler?! Aku sudah pernah memberitahumu tentang Mr. Butler tapi kau justru membuat masalah!"
Kailen menegakkan kepala dengan tatapan hanya terpaku pada meja. Dia merasa takut jika harus menatap langsung bola mata Adam yang sedang memberikan tatapan tajam padanya. Terlebih pria itu tengah diliputi oleh amarah karena kesalahan yang diperbuat oleh Kailen.
"Bersihkan kertas-kertas itu dari ruangan ku dan bereskan masalahmu hari ini juga!" perintah Adam.
Kailen mengangguk mengiyakan perintah Adam meski dengan berat hati. Dia membungkuk memunguti kertas-kertas laporan yang berserakan di atas lantai marmer. Setelah semua kertas terkumpul dalam genggamannya, Kailen kembali menundukkan kepala dan pamit pergi. Dia berbalik arah membelakangi meja Adam kemudian berjalan menjauh.
Wanita itu berjalan lesu menuju mejanya usai menutup pintu ruangan bosnya. Diletakkannya tumpukan kertas tersebut di atas meja lalu Kailen menyusul duduk di kursi. Dia mulai menata laporan itu kembali dan memeriksanya.
"Apa yang harus aku lakukan untuk menyelesaikan masalah ini?" gumam Kailen.
Kailen menjadi gamam serta hanya terpaku pada map berisi laporan. Dirinya diam untuk berpikir sejenak. Matanya tak beralih sedikit pun dari berkas di hadapannya hingga tidak menyadari ada seseorang yang sedang memperhatikannya.
Pria berusia lanjut itu hanya tersenyum. Merasa memperhatikan keseriusan di wajah Kailen menjadi hiburan tersendiri untuknya. Sedangkan pria yang berdiri di belakangnya hanya memasang wajah datar.
"Apa yang membuatmu berpikir seserius itu?"
"Masalah besar," gumam Kailen tanpa sadar.
Howart tertawa mendengar gumaman Kailen. Sontak tawanya cukup mengejutkan wanita itu. Kailen mendongakkan tatapannya dan langsung bangkit ketika menyadari kehadirannya. Howart menghentikan tawanya dan memilih tersenyum ketika Kailen menundukkan kepala padanya.
"Selamat pagi, Mr. Miller," sapa Kailen. Dia memaksa untuk tersenyum agar dapat menyembunyikan masalah dalam pekerjaan.
"Ya," balas Howart. Kakinya bergerak mendekat ke arah meja Kailen. Salah satu tangannya terangkat dan memegang tepi pembatas meja.
"Apa yang kau kerjakan?" tanya Howart dan melirik ke arah map yang terbuka dan sedikit berantakan. Matanya menangkap berkas tersebut berisi laporan produksi untuk produk terbaru di perusahaan.
"Bu-bukan apa-apa, Sir," jawab Kailen dan langsung menutup map tersebut dengan tergesa-gesa. Dia tidak lupa untuk selalu menunjukkan senyumnya.
"Katakan saja jika kau mempunyai masalah. Mungkin aku bisa memberikan solusi untukmu," tawar Howart tulus.
Namun sepertinya tawaran Howart justru memukul keras d**a Kailen hingga membuatnya meringis. Dia tidak mungkin akan mengatakan masalahnya pada pemilik perusahaan tempatnya bekerja jika tidak ingin kehilangan pekerjaan. Memang benar pria berusia lanjut itu sangat baik di mata Kailen, berbeda jauh jika harus dibandingkan dengan putranya—Adam.
"Terima kasih atas tawaran Anda, Sir. Saya akan berusaha—"
"Jangan sungkan," potong Howart membuat Kailen langsung terdiam.
Howart meraih laporan itu dari atas meja Kailen dan memeriksanya. Tangan Kailen reflek ingin menahan Howart tetapi dirinya menjadi canggung. Dia hanya dapat menundukkan kepala dengan kedua tangan yang saling meremas satu sama lain karena merasa bingung harus melakukan apa.
"Tidak ada yang salah dengan laporannya. Lalu mengapa kau tampak bingung?" tanya Howart merasa penasaran ketika tatapannya beralih pada Kailen.
Kailen tersenyum kaku. Dia menggigit bibir untuk menyalurkan pikirannya yang membuncah. Tangan kanannya bergerak intens menggaruk tengkuk sejenak dan kembali bertaut di depan perut.
"Saya ... melupakan perintah dari Mr. Miller untuk memberitahu manager produksi mengenai jumlah produksi pertama untuk produk terbaru HM-Always Read. Rencana awal jumlah produksi 12.000 unit. Dan untuk jumlah baru seharusnya mencapai 12.600 unit," jelas Kailen dengan bimbang.
Howart menatap laporan itu kembali. Dia melihat jumlahnya 12.000. "Jadi kurang 600 unit?" tanya Howart memastikan.
"Ya, benar."
"Berapa waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi setiap unitnya?"
Kailen terdiam sejenak untuk berpikir. "29 menit 59 detik, itu adalah waktu normalnya."
"Aku sarankan kau berdiskusi saja dengan Oscar," ucap Howart saat mengembalikan laporan itu pada Kailen.
"Terima kasih banyak, Mr. Miller," ujar Kailen dan langsung menerima laporan itu kembali seraya menundukkan kepala.
Howart hanya tersenyum membalas ucapan Kailen. Dia berbalik arah lalu berjalan menjauh dari meja Kailen. Saat berada di depan pintu ruangan Adam, seorang yang di samping Howart membukakan pintu untuknya. Kailen masih saja tersenyum menatap punggung Howart hingga bayangannya sudah sulit dijangkau oleh kedua mata.