BAB 10

1267 Kata
Kailen memarkirkan mobil lalu mematikan mesin. Dirinya segera turun dari dalam mobil dan memutari kap depan mobil untuk membukakan pintu samping. Ketika pintu sudah terbuka, Adam mulai melangkah keluar dari dalam mobil. Kailen tidak lupa untuk menutup pintu mobil itu kembali dan bergegas menyusul langkah Adam. Keduanya berjalan memasuki rumah. Ketika berada di ruang tamu, Adam memberikan instruksi pada Kailen untuk menunggu di ruang tamu. Akhirnya Kailen duduk di ruang tamu sedangkan Adam pergi ke ruangan lain. Lima menit kemudian Kailen kembali berdiri ketika melihat Adam sudah berganti alas kaki. Kini pria itu hanya mengenakan sandal dan sudah melepaskan jas hitamnya. "Ikut aku," ucap Adam memberikan perintah. Kailen bergegas bangkit dari atas sofa dan mengikuti pria itu pergi. Mereka menaiki sebuah tangga dan berjalan di koridor menuju ruangan lain. Kailen belum pernah berjalan di koridor ini sebelumnya meski sudah sering keluar masuk ke rumah ini. Dia hanya pergi ke dapur, kamar mandi, kamar tidur Adam, kamar tamu, walk in closet milik pria itu dan lantai satu. Adam menghentikan langkahnya tiba-tiba di depan sebuah pintu membuat Kailen tersentak kaget. Pria itu menekan sebuah nomer password di atas layar LED di sisi kanan pintu. "9460, itu password-nya. Kau harus mengingatnya." Kailen membelalak mendengar ucapan Adam. Dia belum sempat mendengar Adam menyebutkan angka password-nya. Kailen menggigit bibirnya dengan penuh perasaan cemas. Jika dirinya bertanya pada Adam untuk mengulang kodenya, apakah pria itu akan langsung memberitahu tanpa banyak berkomentar? "Maafkan saya, Sir." Adam berhenti menyusuri lorong ketika mendengar suara Kailen. "Tentang password-nya, apakah Anda bersedia mengulang kembali angkanya?" "9460," jawab Adam seraya melanjutkan langkahnya. "Terima kasih, Sir," balas Kailen sembari tersenyum lega mendengar jawaban pria itu. Setelah menyusuri lorong sepanjang empat meter, Kailen melihat sebuah pintu. Mereka berhenti di sana. Adam membuka pintu membuat Kailen memperhatikannya dengan baik. Langkah Adam mulai melewati pintu dan Kailen mengikutinya. Betapa terkejutnya Kailen melihat sesuatu di dalam ruangan tersebut. Mata Kailen mengabsen setiap jengkal sudut di dalam ruangan seraya mengikuti Adam. Mereka berhenti di sebuah sofa. Adam memilih duduk di salah satu sofa. Tatapannya menoleh ke arah Kailen yang masih sibuk memperhatikan ruangan luas tersebut. "Bawakan laptop yang ada di meja itu," perintah Adam seraya menunjuk meja kerjanya. "Baik, Sir," jawab Kailen dan berjalan cepat menuju meja yang tak jauh dari mereka. Kailen meraih laptop warna putih dengan hati-hati dan membawakannya pada Adam. Dia meletakkan laptop tersebut di depan Adam. "Ini adalah ruang yang paling rahasia di sini. Semua hal yang ada di dalam perusahaan terdapat di sini," ucap Adam menjelaskan membuat Kailen kembali memusatkan perhatian padanya. "Lemari itu berisi data para pegawai yang ada di dalam perusahaan. Lalu lemari di sampingnya berisi data-data mengenai semua orang yang pernah bekerjasama dengan MHC termasuk Mr. Butler. "Kau harus memeriksa seluruh data mengenai siapa saja yang pernah bekerjasama dengan MHC setelah pulang dan jadwal kosong. Semakin cepat kau melakukannya, maka kau akan selesai lebih cepat." Kailen tercengang mendengar hal itu. Dia langsung menoleh ke arah rak lemari buku yang ukurannya tidak kecil. Apakah ini siksaan sebenarnya dari pria itu? Mengapa Adam menyuruhnya melakukan itu di luar jam kerja? "Kau tenang saja. Aku tidak akan pernah mengabaikan upah lembur mu." Adam kembali berbicara. Kini suasana menjadi hening ketika Adam mulai memperhatikan layar laptop. Kailen mendesah pelan tanpa menimbulkan suara karena tidak ingin mendapatkan komentar ketika dirinya sedang berusaha mengeluarkan kekesalan yang dirasakan. "Buatkan aku jus apel," perintah Adam. "Baik, Sir," jawab Kailen dan bersemangat ketika berjalan keluar ruangan tersebut. Kailen menyusuri sebuah lorong hingga melewati pintu sebelumnya. Dia berjalan dengan lesu ketika menuruni anak tangga. Hingga beberapa saat kemudian kini dirinya sudah berada di dapur. Sebelah tangan Kailen meraih gelas jus yang berukuran panjang lalu meletakkannya di bawah lubang alat juice extractor. Dia membuka lemari dingin dan mengambil dua buah apel merah dan memotongnya sebelum memasukkan ke dalam alat tersebut. Setelah alat itu mengeluarkan air buah, Kailen mengambil es batu balok di dalam lemari dingin dan meletakkannya di samping gelas. Dia juga menambahkan sesendok gula dan sedikit air agar rasanya lebih enak. Setelah mengaduk dan yakin gulanya mulai larut, Kailen memasukkan tiga balok es ke dalam gelas. Sebelum membawa gelas tersebut ke dalam ruangan, Kailen lebih dulu mengambil botol berukuran sedang air mineral lalu menenggaknya hingga habis untuk mengobati rasa haus serta mendinginkan kepalanya. Kailen bergegas merapikan dapur lalu membawa gelas tersebut kembali ke ruangan Adam berada. *** Tanpa terasa Kailen sudah menghabiskan waktu lima jam di dalam ruangan tersebut. Kini dia duduk di atas karpet seolah itu adalah posisi duduk ternyaman karena dia dapat menyandarkan dagunya di atas meja. Sedangkan Adam duduk di kursi mejanya yang berjarak sekitar empat meter dari arah Kailen. Kailen menguap beberapa kali karena sudah merasakan kantuk. Matanya begitu lelah sedangkan cacing di dalam perutnya terus saja menggedor-gedor seolah sedang berdemo karena dirinya belum menyantap makanan apapun setelah jam makan siang. Adam memperhatikan dari jauh. Dia melirik ke arah Kailen yang menundukkan kepala dengan tangan kanan sibuk membolak-balikkan halaman map di depannya. Indra pendengarannya menangkap jelas suara dari perut-perut Kailen karena suasana di dalam ruangan itu cukup hening. Tetapi Adam merasa malas untuk berkomentar karena dirinya pun merasa lapar. Adam meraih ponsel yang tergeletak di samping laptop. Dia menjatuhkan perhatiannya sejenak ke arah ponsel untuk memesan makanan siap saji untuk mereka berdua. Beberapa detik kemudian dirinya pun berhasil memesannya. Adam meletakkan kembali ponselnya di atas meja dan berkutik dengan pekerjaannya. "Sampai jam berapa aku di sini," Kailen bergumam sangat pelan sehingga yakin Adam tidak akan mendengarnya. Dia mengerucutkan bibirnya karena sudah tidak tahan dengan rasa kesal yang semakin tebal menyelimuti. Untungnya dia duduk membelakangi meja sehingga Adam tidak dapat melihat ekspresi wajahnya saat ini. Kailen menoleh ke belakang. Dia melihat ke arah Adam sekilas untuk memeriksa apa yang sedang dilakukan pria menyebalkan itu. Setelah melihatnya, Kailen kembali terpaku pada pekerjaan. "Aku sudah sangat mengantuk dan lapar," gumamnya lagi lalu menundukkan kepala hingga keningnya menyentuh permukaan berkas-berkas di hadapannya. "Kapan ini akan berakhir?" gumam Kailen dengan mata berkaca-kaca. Namun dalam sekejap Kailen menegakkan posisi duduknya. Dia mengejapkan matanya berulang kali untuk mengontrol agar dirinya tidak menangis di depan bosnya yang sangat arogan tersebut. Kailen yakin Adam pasti akan marah padanya jika melihatnya menangis karena merasa lelah dengan tuntutan pekerjaan yang diberikan pria itu. "Ms. Kai." Kailen tertegun mendengar Adam memanggilnya tiba-tiba. Dia menarik napasnya dalam-dalam lalu mengeluarkannya dalam satu tarikan. Kailen menoleh ke arah Adam dan bangkit berdiri. "Iya, Sir? Apa Anda membutuhkan sesuatu?" tanya Kailen sembari memasang senyum sebaik mungkin agar dapat menutupi rasa kesalnya terhadap pria itu. "Ada paket datang. Kau ambil di depan dan bawa kemari," ucap Adam. "Baik, Sir," jawab Kailen. Tanpa menunggu lama Kailen pun berbalik arah. Dia melenggang meninggalkan Adam seorang diri di dalam ruangan tersebut. Membutuhkan waktu lebih dari tiga menit untuk sampai di depan gerbang karena luasnya ruangan di dalam rumah serta halamannya. Kailen berlari ke arah gerbang ketika melewati pintu depan rumah Adam. Gerbang otomatis itu memiliki sensor untuk membukanya. Hanya kendaraan milik Adam yang dapat keluar masuk dengan bebas melewati gerbang tersebut. Sehingga kurir hanya dapat menunggu di depan gerbang. Wanita itu membuka gerbang yang digunakan untuk pejalan kaki. Ketika berjalan keluar gerbang dirinya tertegun melihat sepeda motor serta seorang pria yang berseragam dalam satu merek makanan siap saji yang ada di daerah tersebut. "Pesanan atas nama Mr. Adam Miller?" tanya pria yang masih mengenakan atribut pengantar makanan. "Benar," jawab Kailen dan menerima pesanan yang diberikan oleh pengantar makanan tersebut. "Mohon tanda tangan di sini," ucapnya seraya memberikan buku bukti penerimaan pemesanan. Kailen pun membubuhkan tanda tangan serta nama terang di kolom penerima. Setelah dia melakukan itu, sang kurir mengucapkan terima kasih dan langsung menyalakan mesin motornya. Perlahan motor tersebut melaju menjauh dari Kailen.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN