Bab 2

1008 Kata
Sesuai janji yang sudah ditetapkan, Pras memutuskan pulang kampung menemui ibunya di Bandung. Dengan mengendarai mobil Pajero Sport keluaran terbaru, Pras tampak keren dari luar. Namun, jika ia keluar dari mobil semua orang akan terkejut karena jauh dari ekspektasi. Kali ini ia mengenakan kaos hitam berkerah dengan kancing yang disematkan sampai bagian kerahnya. Dipadukan dengan celana chino berwarna cream. Rambutnya yang mengkilap disisir rapi membuat belahan di tengah kepalanya. Tak lupa kacamata kesayangan tak pernah tertinggal. Ia melajukan mobil dengan kecepatan sedang diiringi dengan lagu Iwan Fals yang populer di tahun 90-an. Pras memang begitu, menyukai lagu-lagu lawas serta berpenampilan lawas. Ia yang mengidolakan ayahnya selalu mengikuti gaya beliau hingga kini. Penampilannya saat ini pun mungkin di jaman dulu cukup keren, tapi saat ini terlihat cupu dan udik. Kurang lebih dua jam perjalanan akhirnya ia pun sampai di halaman rumah asalnya. Rumah dengan sejuta kenangan dari semasa kecilnya. Rumah yang menjadi tempat ia mengenal sosok ayah yang sangat diidolakannya. Serta tempat bermain bersama sang kakak yang kini tinggal di negeri orang. Pras turun dari mobilnya disambut langsung oleh sang ibu yang mendengar suara deru mobil dari dalam rumah. Wanita paruh baya itu tergopoh-gopoh berjalan menghampiri Pras dengan mata yang sudah mengembun. Pras yang melihatnya pun segera mencium punggung tangannya lalu memeluknya. "Assalamualaikum, Bu. Maafin aku ya, Bu, baru bisa pulang sekarang," ucap Pras seraya melepas pelukannya. "Wa'alaikum salam. Ibu tuh kangeeeen banget sama kamu. Sudah lah kakakmu pulang setahun sekali, eh ini yang deket juga susah banget untuk pulang." "Maaf, ya, Bu. Aku selalu berusaha untuk meliburkan diri, tapi kadang ada saja pertemuan di hari weekend. Mau gimana lagi, brand kita lagi naik-naiknya." "Iya, alhamdulilah. Ibu turut senang dengan pencapaian kamu. Ya udah, sekarang yuk, masuk dulu!" Pras segera menggandeng tangan ibunya, kemudian mereka masuk ke dalam rumah. Di dalam Bi Ani yang merupakan asisten rumah tangga Bu Desi--ibu Pras--segera menyapanya. "Den Pras sehat?" ucap Bi Ani seraya menyimpan dua cangkir minuman yang sudah dibuatnya. "Alhamdulillah, Bi. Bibi sehat?" "Alhamdulillah, bibi pun sehat, Den." "Gimana nih ibu makannya, Bi? Masih susah gak?" tanya Pras kemudian, matanya melirik ke arah wanita yang sangat dicintainya. "Emmm, itu …." Bi Ani tak berani berkata jujur, ia juga melirik pada Desi. Sedangkan Desi sibuk menyimpan jarinya di depan mulut bermaksud agar Bi Ani tetap diam. "Itu apa, Bi?" tanya Pras kembali, tapi ia masih tak melepaskan pandangannya dari ibunya. "Itu … tanyakan saja sama Ibu, hehe." Bu Ani tak berani membuka mulut. "Ya sudah atuh, silahkan diminum ya, Den! Bibi mau kembali ke belakang, masih banyak kerjaan." "Ah, ya, silahkan, Bi." Pras mengangguk sopan, menghargai Ani sebagai asisten rumah tangga ibunya. "Emmm, ini pasti ada yang disembunyikan?" tanya Pras kemudian pada ibunya. Ditanya seperti itu membuat Desi sedikit gelisah. Ia takut putra bungsunya itu mengetahui hal yang sebenarnya. Alih-alih menjawab pertanyaan Pras, Desi hanya dapat menundukkan kepala dalam agar tidak diinterogasi oleh anaknya. "Ibu masih susah makan?" tanya Pras kembali. "Nggak kok, Pras. Ibu makan sehari tiga kali, kok!" jawab Desi membela diri. "Tapi tadi? Kok, Bi Ani kayak takut-takut gitu aku tanya?" "Ah, itu mah bi Aninya aja, Pras. Udah, ah! Mau makan? Ibu udah masakin ayam kecap kesukaan kamu," ucap Desi, ia segera beranjak dari tempat duduknya menuju dapur. Sambil tersenyum Pras pun mengikuti wanita kesayangannya itu dari belakang. Mereka pun kini duduk di meja makan. Gegas Desi menyiapkan makan, ia ambil piring kemudian menyendokkan nasi ke atasnya lalu diberikannya pada anak bungsunya. Pras pun segera menerima kemudian mengambil lauk kesukaannya. "Jadi gimana?" tanya Desi memulai kembali percakapan. "Gimana apanya, Bu?" Pras balik bertanya. "Udah ada pendamping hidup buat kedepannya belum?" "Ah, Ibu. Kenapa bahas itu?" "Hmmm. Pras, kamu ini sudah berumur. Sudah kepala tiga loh, masa masih sendiri gini?" "Ibu, masih banyak yang harus Pras siapkan untuk masa depan. Pras gak mau kalau nanti anak dan istri Pras kesusahan." "Apalagi yang harus disiapkan, Pras? Kamu kerja, rumah juga punya, kendaraan udah ada, apa lagi?" "Nanti deh, Bu. Pras belum memikirkan hal itu." "Harus kamu pikirkan, Pras. Kalau kamu cuek cuek aja masalah ini, ya mau kapan nikahnya?" Pras tak lagi menjawab. Ia terus menyuapkan makanan dengan lahap tanpa menghiraukan ucapan ibunya. "Ayam buatan Ibu memang nomor satu!" ucapnya mengalihkan. "Jangan mengalihkan pembicaraan! Ibu benar-benar serius membicarakan ini!" "Jadi, aku harus gimana, Bu?" "Segeralah menikah," ucap Desi. Pras tak menyahut, ia lebih memilih menghabiskan makanan di depannya. "Ibu punya teman yang memiliki anak perempuan. Usianya di bawah kamu karena dia anak ketiga, dan dia juga belum menikah. Ibu kenalin mau, ya!" sambung Desi, ia masih tak ingin menghentikan pembicaraan ini. "Bu, Pras gak mau dijodohin," tolak Pras lembut. "Tidak, kok. Ibu tidak menjodohkan kamu. Ibu hanya ingin mengenalkan aja. Kalau kamu merasa gak cocok, kamu boleh tak meneruskan perkenalan ini." "Emmmm, tidak, Bu. Pras takut malah menyakiti orang lain. Biar Pras sendiri yang cari." "Beneran kamu mau cari sendiri?" Pras mengangguk mantap agar ibunya itu percaya. "Baiklah kalau gitu, ibu tidak akan memaksa. Asal kamu benar-benar memenuhi ucapanmu tadi." "Iya, iya. Ibu tenang aja, ya! Jangan terlalu memikirkan hal itu. Sekarang yang paling penting itu kesehatan ibu." "Eh, ibu sehat, kok!" Pras tersenyum, kemudian ia menggenggam kedua tangan ibunya. "Ibu, Pras tahu loh kalau akhir-akhir ini ibu sering ke rumah sakit kan? Seharusnya ibu rawat inap, tapi ibu memilih rawat jalan." Desi memalingkan wajahnya, ia tak berani menatap putranya. "Kenapa, Bu? Ibu tahu kan, Pras sangat sayang sama ibu. Jadi, ayo ceritakan sebenarnya apa yang terjadi?" "Tidak, Pras. Ibu benar-benar tidak apa-apa, itu …." "Ibu tidak bisa lagi mengelak sekarang. Tinggal ibu pilih, ibu mau cerita sekarang atau kita ke rumah sakit saja untuk periksa?" "Pras, kamu baru datang, sebaiknya kamu istirahat saja. Ibu sehat kok, ibu tidak apa-apa." "Beneran?" "Iya, beneran. Ibu tidak apa-apa." "Ya sudah, Pras ke kamar dulu ya, Bu. Nanti sore kita jalan-jalan." "Jalan-jalan? Ke mana?" "Rahasia!" Pras mengedipkan matanya kemudian berlalu meninggalkan ibunya. Sementara Desi membereskan bekas makan mereka, Pras pergi mencari keberadaan bi Ani. Dia tidak benar-benar pergi ke kamar. Dijumpainya bi Ani tengah menjemur pakaian di samping rumah. Gegas Raka menghampiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN