Bab 16: Kejadian Di Kantin

1334 Kata
Selama perjalanan pulang ke panti asuhan, baik Tania atau Leo terdiam satu sama lain. Tania yang masih terluka atas ucapan Ilham padanya dulu dan Leo yang penasaran akan apa yang dipikirkan oleh Tania. "Kamu menyesal?" tanya Leo. Tania menoleh ke arahnya. "Untuk?" tanya Tania. "Rencana pernikahan kita," kata Leo. "Nggak, aku banyak untung kok," kata Tania pada Leo. Leo tersenyum, Tania memang pandai menyembunyikan perasaannya. Tania jarang mengeluh. Kedatangan mobil Leo di panti asuhan membuat anak-anak panti menyambut dengan senang dan berlarian menghampiri mobil Leo. Pemandangan seperti itu selalu membuat Leo tersenyum dan sudah bertahun-tahun ia mendapatkan kehangatan di tempat lain selain di rumahnya. "Ibu Hani ke mana, kak?" tanya Desi pada Tania saat ia tak melihat ibu pantinya pulang bersama Tania, padahal beliau tadi ikut mengantar Tania fitting baju. "Ibu mampir ke makam," jawab Tania yang ditanggapi oleh anggukan kepala adik-adiknya. Sudah jadi kebiasaan rutin ibu panti ke makam almarhum anaknya. Karena kematian anaknya itulah, ibu kandungnya Bu Hani membuka panti asuhan untuknya kelola, memberikan suara tawa tangis anak-anak padanya agar ia bisa mengikhlaskan kepergian almarhum anak kandungnya. "Aku langsung balik," kata Leo pada Tania, "kita dipingit," katanya lagi. "Tapi besok kita masih bisa ketemu, pak," sahut Tania. Leo tersenyum kecil, ia berbalik dan mengangguk sebelum masuk ke dalam mobilnya dan pergi dari sana. *** "Tania, kamu mau ke mana? Kok ada calon sekretaris buatmu?" Riri bertanya dengan penasaran setibanya ia di meja kerja Tania. Atasannya, Gerry Hermawan sedang keluar, kalau tidak dia akan kena marah karena meninggalkan meja kerjanya di saat-saat sibuknya merekap semua laporan keuangan akhir bulan. Tania mendongak sesaat dan melongo menatap Riri, "kamu tadi ngomong apaan?" tanya Tania. Riri mencebik. "Kamu mau ke mana? Katanya HRD ada wawancara calon sekretaris buat pak Leo untuk sementara waktu," kata Riri menjelaskan. Tania menoleh ke kanan dan kiri, melihat apakah ada orang lain selain dirinya dan Riri di lantai itu. "Nikah," "Apa?" Riri berteriak karena terkejut, "lo hamil?" tanyanya. Tania lantas membungkam mulut Riri. "Inget kita lagi di mana! Ini masih di kantor dan ngomongnya harus sopan!" kata Tania. Riri yang dibekap mulutnya itu mengangguk ke arah Tania dan Tania melepaskannya, "Kamu ganggu aku kerja saja. Sana pergi, masih banyak nieh!" kata Tania lagi. "Tapi, kamu beneran mau nikah? Sama siapa? Kamu kan jomlo luar dalam" kata Riri. Tania melirik kesal ke arahnya. "Tampang kayak aku mah gampang deket sama laki," kata Tania. "Emang boleh sama pak Leo? Soalnya pak Leo ngintilin kamu aja. Eh, maksudnya kamu yang terus ngintilin pak Leo. Kalian itu kayak perangko, kemana-mana selalu bersama. Jadi wajar kalau aku kaget saat kamu bilang nikah," jawab Riri Andai saja Riri tahu dengan siapa aku menikah, mungkin dia akan tertawa sampai pingsan. "Ri, kerjaan aku banyak! Besok masih harus ngajarin anak baru, ntar aja di kantin gossipnya," kata Tania. Riri mengangguk setuju, pekerjaannya juga sangat banyak. Gadis cantik dengan rambut bobnya itu gegas berlari menuju lift sebelum kedua bos mereka datang dan memergoki keduanya bicara di jam kerja. *** Riri masih menunggu Tania angkat bicara. Dari tadi gadis itu berusaha menghindarinya. Saat Riri sudah sampai di lantai dimana Tania bekerja, eh ternyata Tania berkata kalau dia sudah turun lift. Saat Riri sudah di kantin, ia melihat Tania tengah mengantri mengambil makanan dan jaraknya cukup jauh dengannya yang barusan datang. Tania mendapatkan makanannya dan langsung mencari tempat duduk yang berada di tengah-tengah staff lainnya. Tania sengaja melakukan itu karena ia tak mau didekati oleh Riri dan ia jadi menceritakan siapa calon suaminya. Ia tak mau Riri kena serangan jantung dan Tania tak siap dibully pegawai lainnya. "Tumben?" sapa Jessica pada Tania yang duduk di hadapannya. Jessica dari departeman SDM, ia sedang makan dengan departemen lainnya di meja panjang yang berada nomer dua dari pojok kiri. "Biar gak kelihatan bos Leo," jawab Tania sembari meringis dan manyantap makanannya. Tania bisa melihat kalau Riri celingukan mencarinya dan ia menundukkan sedikit kepalanya agar Riri tak menemukannya. "Kamu tahu gak Tan, siapa calon istri bos Leo?" tanya Jessica tiba-tiba yang membuat mata Tania membola. "Calon istri?" tanya Tania hati-hati. "Iya, katanya Mila bagian humas, dia diminta buat survey hotel mana yang cocok buat acara nikahan bos Leo," kata Jessica. "Sudah survey hotel? Berarti bentar lagi donk! Duh, siapa ya tuh cewek beruntung? Aku patah hati nieh," sahut Lara yang disoraki oleh lainnya. Wajah Tania menjadi pias. Apanya yang beruntung dengan menikahi pak Leo? "Kamu pasti tahu, kan, Tan?" tanya Jessica, "kamu dan pak Leo kan udah kayak perangko sama amplop selama tujuh tahun," kata Jessica. "Aku ..." Tania bingung mau jawab apa, semua mata sebelas gadis itu memandangnya dengan tatapan menunggu. "Brak! Dicariin ternyata di sini!" suara nampan makan siang Riri sedikit keras di atas meja, membuat Tania menoleh kaget dan hampir mengatakan "tahu" yang berarti ia tahu siapa calon istri Leo. Oh, tidak mungkin Tania jujur sekarang. Ia tak siap jadi bahan bullyan. Tania cukup tahu seberapa terkenalnya Leo dikalangan karyawan perempuan. Meski semua perempuan di perusahaan itu tahu bahwa banyak perempuan luar yang selalu datang ke resepsionis dan menanyakan Leo, bahkan tak sedikit dari mereka yang mendapatkan akses untuk masuk ke ruangan Leo, tetap saja itu tak mengurangi pamornya. Bagi Tania, Leo tetap buaya darat. Tapi bagi sebagian besar yang lainnya itu adalah hal wajar karena Leo memiliki semuanya. "Tan, kok jadi bengong sih?" tanya Jessica. "Gimana gak bengong, orang dia bentar lagi mau nikah," jawab Riri yang langsung membuat Tania terbatuk-batuk mendengarnya. "Lah, kamu juga mau nikah?" tanya Jessica tak percaya, "sama siapa?" imbuhnya sembari tertawa mengejek. Tania memang cantik tapi kacamata besarnya itu membuat penampilannya biasa saja. Padahal jika Tania mau melepasnya seperti saat ia bersama Ilham atau perjalanan dinas bersama Leo, atau saat di rumah, dia sangat cantik dengan rambut panjang ikalnya. "Makanya aku juga penasaran, secara kan Tania ini kayak perangko sama Pak Leo. Dari subuh ke subuh," sahut Riri. Tania masih diam, membiarkan teman-temannya berspekulasi dan berkomentar sendiri. "Mungkin dia mau nikah sama Pak Leo," celetuk Hana yang memang terkenal suka ceplas ceplos kalau bicara. Semua mendadak diam dan memandang ke arah Tania yang sekarang mematung. Mati-matian ia berusaha bernapas biasa saja meski dadanya berdebar-debar tak karuan. Tak berselang lama semua perempuan yang ada di meja itu tertawa kecuali Hana dan Riri. "Tania? Sama bos Leo? Hana, Hana, bagaimana mungkin? Orang Tania aja yang atur jadwal kencan bos Leo dengan perempuan-perempuan konglomerat," sahut Sasi. "Lagian nieh, ya, mana ada sih ceritanya anak konglomerat nikah sama anak dari ...." ucapan Dania terhenti kala kakinya ditendang oleh Hana. Dania langsung melirik ke arah Tania yang wajahnya berubah sendu. Tania bisa menerima bullyan dan hinaan lainnya, tapi ia tetap akan merasa sedih jika ditanya dari mana dia berasal. Bukan inginnya tinggal di panti asuhan dan tak memiliki orang tua. "Sorry, Tan, kita main ceplas ceplos. Soalnya kita main logika, sih," kata Jessica. "Tania!" suara berat Leo membuat Tania berdiri dan menoleh kaget ke arahnya yang sudah berdiri tiba-tiba di belakangnya. Tania lantas berdiri kikuk. Wajahnya menegang Sejak kapan Leo ada di kantin perusahaan? Pikirnya bingung. "I-iya, pak?" jawab Tania gugup. "Ini sudah jam berapa? Kamu sudah selesaikan file presentasi saya buat klien?" tanta Leo. "Sudah, pak. Setelah makan siang kita bisa berangkat," kata Tania. "Kita gak punya waktu, Tania. Ayo kita berangkat sekarang!" kata Leo. "Tapi janji ketemu klien jam setengah dua, pak," jawab Tania. "Kita ke kantor pak Wildan sekarang. Saya sudah bilang kalau kita ada pemotretan foto prewedding jadi janji temu kita majukan satu jam," kata Leo yang membuat mata Tania seketika membola mendengarnya. Bagaimana Tania gak kaget, dengan lugas dan jelas Leo bicara soal foto prewedding mereka di kantin perusahaan yang mendadak sunyi karena kehadiran Leo. Tentu saja, semua orang mendengarkan ucapan Leo. "Kenapa masih bengong? Kita gak punya waktu! Kamu dan saya belum milih gaun buat foto prewedding nanti! Ayo buruan!" ajak Leo seraya menarik tangan Tania dan menggenggamnya erat, meninggalkan semua karyawannya yang melongo menatap mereka berdua dengan heran. "Apa aku bilang, calon pak Leo itu Tania, kan?" seraya melanjutkan makannya dengan santai, beda dengan teman-temannya yang masih kaget dengan adegan di depan mata mereka barusan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN