Bab 18: Pagi Yang Berdebar

1013 Kata
Tania membuka kedua matanya pelan-pelan kala sinar matahari pagi menerpa wajahnya yang cantik dan polos itu. Tubuhnya sedikit menggeliat malas dan ia masih ingin tidur, hanya saja matanya sudah tidak mau terpejam lagi. Akhirnya Tania bangkit dari tempat tidurnya, menyambut matahari pagi yang menyusup di sela-sela gorden saat angin bertiup pelan ke dalam kamarnya. "Cklek," Tania menoleh ke arah kamar mandi di kamarnya dan ... "Arggg!!!" Tania berteriak sangat keras saat ia melihat Leo keluar kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk yang melilit dari pinggang ke pahanya. Leo juga terkejut dengan teriakan Tania itu, hingga ia berlari lagi ke dalam kamar mandi saking paniknya. "Kok dia udah bangun, sih? Mana tadi lupa bawa baju sekalian ke kamar mandi!" Leo bergumam bingung di dalam kamar mandi. Ia tahu Tania jika kalap. Leo pernah memergoki Tania menghajar maling sampai si maling kwalahan dengan ilmu bela diri Tania. "Dok! dok! dok!" suara gedoran pintu yang keras itu langsung membuat Leo mati kutu. Ia kaget dan semakin takut menghadapi Tania sekarang ini. Ia berharap bu Hani sudah kembali dari taman bersama anak-anak yang lainnya. Hari ini ada kegiatan kerja bakti di sekitar daerah panti asuhan Tania, jadi semua anak diminta bu Hani turut serta membantu, kecuali anak-anak balita yang ada di kamar mereka. "Keluar, pak!" seru Tania kesal dan tak sabar. Ia tak terima ketika Leo berada di kamarnya dan hanya mengenakan handuk. Baginya, Leo telah melanggar prenup pernikahan bahkan sebelum menikah. Bayangan demi bayangan adegan panas antara dirinya dan Leo semalam itu membuat Tania memeluk tubuhnya tiba-tiba dan menggeleng kuat-kuat. Ia merasa sangat kesal. Tepat ketika ia ingin melayangkan ketukan terakhir di pintu tersebut, pintunya terbuka dan tangan Tania mengetuk d**a Leo yang terbuka, membuatnya menelan ludah dengan susah payah. Tania dibuat terperanjat dengan pemandangan d**a berotot di depannya, perut sixpack yang ia lihat di film-film itu kini ada di depannya. Sudah sangat lama Tania mendambakan dirinya berada dalam pelukan d**a seperti itu, kini mimpi itu tinggal selangkah lagi, bahkan tangan kanannya tadi sempat menyentuh pahatan Tuhan tersebut. Luar biasa. "Maaf," ucapan Leo tersebut membuat Tania kaget dan gelagapan, wajahnya yang menegang mendadak salah tingkah dan ia menatap Leo yang wajahnya sedikit basah itu dengan dahi berkerut, antara bingung dan tak bisa berpikir jernih. Tania hanya menghela napas saja, ia lantas berbalik karena malu pada dirinya sendiri. Leo merasa aneh dengan sikap Tania itu, ia pun gegas mengambil bajunya yang ada di sofa dan kembali ke kamar mandi lalu keluar kemudian. "Aku tidak bermaksud memakai kamar mandimu, tapi tadi kamar mandi di luar penuh. Semua anak mengantri dan aku harus mandi," kata Leo menjelaskan. "Apa kita sudah ...?" Tania memberanikan diri untuk bertanya dari pada ia dilanda penasaran. Leo menunggu Tania menyelesaikan kalimatnya, tapi alis Tania hanya naik turun seperti isyarat saja dengan kedua jari dari masing-masing tangannya saling disentuhkan satu sama lain. Leo tak mengerti dan Tania semakin kesal. Mau ngomong terus terang tapi dia malu, tapi gak ngomong dia penasaran. "Kamu mau kita ciuman?" tebak Leo yang membuat mata Tania membola. Gadis itu lantas berbalik dan mengambil bantal lalu memukulkannya ke Leo. "Bapak pasti sudah ngelakuin yang enggak-enggak ke saya, kan?" tebak Tania dan Leo masih berusaha menghindari dari amukannya itu. "Yang enggak-enggak maksud kamu apa, Tania?" tanya Leo sembari menahan bantal yang dipegang Tania dan akan dipukulkan padanya. "Sana pergi! Pergi!" usir Tania seraya mendorong Leo dari kamarnya. Leo berusaha menjelaskan sesuatu padanya, tapi Tania tak peduli, ia merasa kesal dan ingin Leo pergi dari kamarnya. Leo menahan pintu kamar Tania saat gadis itu akan menutupnya, "Kemarin aku mau pulang tapi kamu tahan aku dengan pegang tangan aku sampai pagi tadi, kenapa malah sekarang diusir?" kata Leo yang membuat mata Tania membola sekali lagi, ia kaget bukan main, "Tania, akui saja, kamu pasti sudah terjebak pesonaku, kan?" tanya Leo seraya mengerlingkan satu matanya ke arah Tania. Bosnya itu benar-benar nyentrik sekali. "Blam!" Tania akhirnya berhasil menutup pintu kamarnya setelah berusaha keras melawan Leo yang menahan pintu kamarnya agar tetap terbuka. "Tok, tok, tok, aku lapar, Tania. Semalam aku melewatkan makan malam karena terus menemanimu," kata Leo di luar kamar Tania. Wajah Tania memerah mendengarnya, ia bahkan bisa merasakan pipinya memanas setelah mendengar kalimat Leo barusan. Tania berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi diantara mereka berdua. Lalu ingatannya tentang pemotretan foto prewedding mereka, kipas angin yang mengarah ke dirinya sampai ia merasa masuk angin dan mereka pulang. Tania juga pelan-pelan ingat kalau tangannya menahan tangan Leo agar tak pergi darinya. Kenapa aku memintanya tinggal? Bodoh sekali kamu, Tania! Tania merasa malu. Ia lalu meraih ponselnya dan mencari tahu apa saja yang dirasakan perempuan ketika ia kehilagan keperawanannya pertama kali. Tania membaca info dari pencariannya dengan seksama, lalu memeriksa dirinya dengan seksama. Sepertinya aku dan pak Leo tak melakukan apapun semalam. "Tania! Sekarang aku paham maksudmu apa! Kita tidak melakukannya! Tapi kalau kamu mau ...." "Brakk," pintu kamar terbuka, Tania terpaksa membuka pintu kamarnya karena ia tak ingin mendengar kalimat selanjutnya dari Leo. Tania bisa melihat Leo tersenyum tampan dan dadanya berdebar-debar melihatnya. Tania heran kenapa dadanya terus berdetak cepat sejak sesi foto kemarin itu, adegan pelukan, berdekatan satu sama lain itu sukses membuatnya salah tingkah. "Aku mandi dulu, pak. Sebentar lagi saya masakkan," kata Tania. Ia kembali menutup pintu dan menenangkan kerja jantungnya. Jangan sampai aku kena serangan jantung setelah menikah dengannya. Jangan sampai. Tania bergegas mandi lalu keluar kamar dua puluh menit kemudian. Saat menuju dapur, ia hampir tak menemukan anak-anak panti lainnya. Ia memeriksa kamar balita, dan lima bayi di sana tertidur pulas. Tania tersenyum senang. Botol s**u yang habis itu pasti membuat mereka semua tertidur nyenyak. Tania menuju dapur dan ia melihat Leo sudah mengacaukan dapur. Tangan kanan Leo memegang pisau dan di atas telenan itu berbagai macam sayur terpotong dengan mengenaskan, bentuknya bahkan tak beraturan. Bahkan bawang bombay yang dikupas oleh Leo, kini ukurannya sebesar jari jempol miliknya, padahal sebelumnya ukurannya hampir memenuhi tangan Tania. Tania menghela napas. "Bapak tunggu saja, biar saya yang masak," kata Tania. "Baiklah, calon istriku," jawab Leo seraya tersenyum manis sekali di depannya. Tania merasa tangannya langsung lemas karena kalimat Leo barusan. Ya Tuhan, selamatkan jantungku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN