INI mimpi, kan? Ciuman ini mimpi, kan? Pasti. Tapi kenapa sangat nyata bagi Fabian? Astaga, apa yang harus ia jawab saat ini, ia bahkan tidak dapat berpikir karena pernyataan cinta Aleta. Gadis itu benar-benar tidak tahu apa akibat dari pernyataan cintanya. Aleta memang gadis yang agresif, tapi ia tak menyangka gadis itu seagresif ini.
“Aleta, apa yang kamu katakan?” tanya Fabian. Ia tidak mengerti dengan jalan pikiran Aleta. Jelas-jelas keponakannya itu mengatakan yang tidak seharusnya ia dengar.
Aleta hanya tersenyum. “Kamu ingin aku mengulanginya?” Aleta terlihat serius, ia bahkan mengubah panggilan yang ia tuju pada Fabian dan itu membuat d**a Fabian tidak bisa berhenti untuk berdetak dengan cepat. “Kamu tidak mencintaiku?” tanya Aleta.
Fabian terlihat bingung, tapi sedetik kemudian ia mengangguk. “Aku tidak mencintaimu dan tidak akan mencintaimu.”
Aleta terseyum. “Kalau begitu, aku akan membuatmu mencintaiku dalam waktu dua hari.”
“Apa?!”
Aleta memejamkan matanya karena pekikan Fabian, kemudian ia membuka matanya dan berdiri hingga membuat Fabian ikut berdiri.
“Jangan lakukan, Leta. Kita―“
“Persetan dengan status kita. Faktanya aku mencintaimu.” Aleta menatapnya tajam.
Fabian bergeming. Ia tidak akan pernah bisa mengalahkan Aleta. Gadis itu terlahir sebagai pembicara yang handal―tentu saja karena sekarang ia akan menjabat sebagai General Manajer di hotel yang dikelola Fabian. Hotel itu awalnya milik Arsen, tapi sekarang Fabian lah yang mengambil alih. Sebenarnya, Fabian memiliki perusahaan lain lagi, tapi ia memilih untuk fokus di hotel. Istilahnya sekadar membantu Arsen.
“Aleta.”
“Aku akan melakukannya, sampai ketemu besok, sayang.” Kemudian Aleta berlalu dari hadapan Fabian.
Astaga, Fabian bisa gila jika seperti ini. Mereka tidak akan pernah bisa memiliki hubungan yang lebih.
♥♥♥
Keesokan paginya, Aleta bangun lebih awal karena ia akan mulai bekerja di hotel Fabian. Hotel itu termasuk salah satu hotel terbaik di Asia dan Aleta masuk ke sana tidak mudah. Ia memilih untuk masuk secara tes tanpa dibantu oleh keluarganya dan siapa yang tahu bahwa ia berhasil melakukan itu. Tanpa mengandalkan keluarganya.
Pagi ini, operasi Aleta akan dimulai. Ia akan mulai dengan menggunakan pakaian super minim untuk menarik Fabian. Namun, yang ia dapatkan tenyata salah. Arsen dan Alvaro menasehatinya pagi-pagi sekali.
“Papa, aku akan pergi dengan pakaian ini. Jangan menasehatiku.”
“Sayang, pak―” Belum selesai Arsen bicara, Aleta sudah berlari ke luar dan masuk ke mobil Fabian dengan cepat.
“Aleta, mobilmu ada,”teriak Fabian.
Aleta hanya tersenyum dan memilih untuk menggunakan earphone-nya.
Fabian mengembuskan napasnya dan memilih untuk tidak berdebat di pagi hari. Ia masuk ke mobilnya dan mendecak kesal dengan sikap Aleta. Fabian menggelengkan kepalanya dan mulai melajukan mobilnya. Setibanya di sana, Aleta turun terlebih dulu dan ia langsung pergi ke ruangannya yang berada di lantai 20, satu lantai di bawah ruangan Fabian. Selama perjalanan ke ruangannya, semua karyawan memandang kagum ke arah Aleta yang sangat cantik dan seksi. Faktanya, mereka tidak tahu bahwa Aleta merupakan GM mereka yang baru.
Fabian yang melihat tubuh Aleta diperhatikan, merasa kesal. Ia pun berjalan cepat dan menarik tangan Aleta untuk cepat masuk ke dalam lift.
“Kamu menolongku dari mereka, kan?”
Fabian tidak menjawabnya, kemudian ia melepaskan jasnya dan mengikat kedua lengan jas di sekitar pinggang Aleta. Saat Fabian melakukan itu, Aleta memandang wajah tampan Fabian. Fabian memiliki wajah yang sangat indah, matanya cokelat indah dan wajahnya tegas. Kesempurnaan yang sangat membuat Aleta jatuh cinta. Fabian selalu memiliki pesona yang luar biasa untuk menjeratnya.
“Kenapa kamu nggak mencintaiku?”
Fabian tetap tidak menggubrisnya dan masih sibuk dengan jas yang ia ikatkan di pinggang Aleta. Setelah selesai, tatapan mereka beradu. Kedua bola mata cokelat mereka yang indah mulai saling bertautan, dan tentu saja itu membuat keduanya seperti tersengat listrik.
“Aku tidak bisa mencintai keponakaanku sendiri. Ada darah yang sama di tubuh kita.”
Aleta benci saat Fabian mengatakan hal itu. Ia benci dengan status yang saat ini menjeratnya. Ia benci dengan kata yang dianggapnya sangat menjijikkan itu. Tidak bisakah ia memiliki Fabian tanpa harus terhalang oleh benang merah yang menyebalkan?
“Kenapa kamu tidak dengan William saja? Kamu tahu sendiri, dia menyukaimu.”
William adalah kakak Steven, dan memang benar bahwa pria itu menyukai Aleta. Namun, Aleta tidak mencintainya. Jadi untuk apa ia melakukan hal yang tidak ia inginkan sama sekali.
“Bagaimana kalau kita taruhan?” Aleta berusaha mengalihkan pembicaraan.
Fabian mengernyitkan keningnya.“Taruhan?”
Aleta mengangguk. “Kalau aku bisa membuatmu mencintaiku dalam dua hari, kamu harus menjadikan aku kekasihmu.”
Fabian terdiam. Taruhan yang sangat gila.
“Kalau aku nggak bisa, maka aku akan pergi dari hidupmu, termasuk Indonesia!”
Tit...
Tepat saat itu juga lift terbuka, dan Aleta keluar dengan mata yang penuh ambisi. Aleta tidak main-main dengan ucapannya, ia akan membuat Fabian mencintainya. Tidak peduli jika ia harus kehilangan harga dirinya. Persetan akan semua itu. Tujuannya sekarang hanyalah Fabian. Ia sudah menyerah akan cinta pertamanya, jadi ia tidak akan menyerah pada cintanya yang terakhir.
♥♥♥
Selesai memperkenalkan dirinya pada seluruh karyawan, Aleta memilih untuk kembali ke ruangannya dan menenangkan pikirannya. Pikirannya begitu kacau hari ini. Selama perkenalan tadi, para wanita genit itu terus berada di sisi Fabian dan menyentuh permukaan tubuh Fabian. Sialan! Lihat saja, nanti akan dipastikan mereka dipecat.
Drt...
Aleta menegakkan posisi duduknya dan menerima telepon dari resepsionis. “Ya, ada apa?”
“Ada tamu untuk anda, namanya Pak William Antonio Jadden.”
“Minta dia datang ke ruangan saya,” perintah Aleta. Kemudian ia menutup teleponnya.
Beberapa menit kemudian datang William dengan sebuket bunga mawar kesukaan Aleta di tangannya. “Selamat bekerja, General Manager.”
Aleta tersenyum, bangkit dari tempatnya dan berjalan ke arah William. Ia mengambil bunga itu dan memeluk William dengan erat. “Terima kasih, tahu darimana?” seingatnya Aleta tidak memberitahu William bahwa dirinya pulang dan bekerja sebagai GM di sini.
“Alena yang menceritakannya.”
Aleta mengangguk mengerti. “Makan?” tawarnya.
William mengangguk, kemudian mereka berjalan keluar. Mereka pun memilih untuk makan di kantin, karena Aleta terlalu malas keluar dari kantor. Lagipula makanan di kantin ini selalu enak, tidak seperti yang lainnya. Kokinya sangatlah profesional, dan itu semua berkat Fabian. Fabian lagi.
“Bagaimana keadaan Paman dan Tante?" tanya Aleta sambil menyesap minumannya.
“Baik, mereka sekarang sedang berlibur ke Lombok.”
Aleta manggut-manggut. “Lalu kamu―”Ucapan Aleta terhenti ketika ia melihat Fabian di seberang tempat sedang dikerumuni oleh para pegawai. Aleta merasakan dadanya berdesir dan tanpa ia sadari, tangannya sudah mengepal dengan erat. Dasar wanita-wanita genit.
William yang menyadari perubahan Aleta, mulai menoleh ke arah Fabian dan ia langsung paham.Aleta-nya mencintai Fabian. William seketika menghela napasnya.
♥♥♥
Ini hari pertama Aleta kerja, dan ia sudah mendapatkan tugas yang berat dari Fabian. Ia sekarang masih berada di singgasananya dan mulai mengerjakan laporannya. Ia melirik jam sekilas dan waktu menunjukkan pukul delapan malam. Ini sudah lewat tiga jam dari waktu pulang. Bahkan makan malam sudah lewat.
“Akhirnya...” Aleta menghela napas lega dan mulai merentangkan kedua tangannya. Ia melepaskan kacamata bacanya dan bangkit dari tempatnya untuk mengambil segelas mineral. Ia pun menenggaknya sampai habis. Rasa haus yang dideritanya sedari tadi pun hilang. Setelah itu, ia berjalan ke sofanya dan merebahkan tubuhnya di sana. Dengan tubuh yang kaku, Aleta berbaring dan menampakkan pakaian seksinya. Sekarang, ia hanya menggunakan rok super mininya dan tank top. Cardigan-nya sudah ia lepaskan dan ia sampirkan di kursinya, bersamaan dengan jas yang tadi diberi Fabian.
Ia menyandarkan kepalanya dan memejamkan matanya sekilas.
“Ayo pulang, Kakak mencarimu.” Mendadak suara Fabian terdengar dengan lantang.
“Biarkan aku istirahat dulu,” ucapnya tanpa membuka matanya. Sepertinya Aleta sangat kelelahan.
Fabian mengembuskan napasnya, ia berjalan ke meja kerja Aleta dan mengambil barang bawaan Aleta dan jasnya. Kemudian ia berjalan mendekati Aleta dan mengulurkan tangannya untuk digapai oleh Aleta. “Ayok...”
Aleta akhirnya membuka matanya dan memandang Fabian intens. Ia mengulurkan tangan kirinya dan tiba-tiba saja ia membawa Fabian ke sofa dan mulai menindihnya. “Kamu tidak tahu arti istirahat?” tanya Aleta kesal.
“Ini sudah malam, aku akan mengan―”
“Nggak usah, aku nginap di sini.”
“Aleta...”
“Atau bawa aku ke kamar hotel.”
Fabian mengerutkan keningnya. Aleta saat ini benar-benar gila.
“Kita punya suite room, kan? Papa membuatnya untukku dan Alena. Apa aku tidak bisa tidur di sana?”
Fabian terdiam. Aleta bisa saja tidur di sana. Tidak ada yang melarangnya untuk tidur di sana. “Baik, kita ke suite room, tapi kamu bangunlah.”
Aleta tersenyum, kemudian berdiri dan berjalan keluar lebih dulu. Sedangkan Fabian, ia menggelengkan kepalanya melihat tingkah Aleta.
Setibanya di sana, Aleta langsung melepaskan heels-nya dan rok span-nya hingga menyisakan short pant yang berwarna biru muda. Ia berjalan ke lemari dan mulai mengambil handuk. Kemudian ia masuk ke kamar mandi. Ia butuh udara dingin di tubuhnya. Karena sensasi panas yang ditimbulkan tubuh Fabian tadi. Setengah jam kemudian ia keluar dengan hanya menggunakan handuk yang meliliti tubuhnya. Fabian yang melihat itu, langsung memalingkan wajahnya ke laptopnya. Aleta benar-benar nakal.
“Bisakah kita memesan piyama?” tanya Aleta.
Fabian tidak menjawabnya.
Aleta kesal akan hal itu. “Fabian,” teriaknya.
“Pakai itu,” tunjuk Fabian ke kemeja yang ada di ranjang.
Aleta mengembuskan napasnya dan mengambil kemeja itu. Ia membawanya ke walk-in closet dan mengenakannya. Kemeja itu tampak kebesaran, dan itu bahkan memperlihatkan dalaman Aleta yang sialnya bewarna hitam. Namun, gadis itu tidak peduli. Kemudian, senyum jahil muncul di wajahnya. Ia berjalan ke arah Fabian dan duduk di samping pria itu. Fabian tidak memalingkan wajahnya, karena ia benar-benar fokus dengan pekerjaannya. Karena merasa diabaikan, Aleta melihat apa yang kira-kira Fabian kerjakan dan itu berhasil membuat perhatian Fabian teralihkan dengan aroma shampo dan sabun yang digunakan Aleta. Aroma bayi yang sangat segar dan bisa membuat otak siapapun rusak karena aromanya, terlebih lagi posisi Aleta yang sangat dekat. “Jadi ini yang membuatmu mengabaikanku?”
Aleta menoleh dan tatapan mereka beradu. “Apa yang harus kulakukan agar kamu mencintaiku?” tanya Aleta.
“Aleta, jangan seperti in―”
“Kenapa kamu mempermasalahkan status?”
Fabian mengernyitkan keningnya dan meletakkan laptopnya di meja. “Aleta, buang―” Ucapan Fabian terhenti ketika bibir kenyal Aleta mendarat di bibirnya. Aleta terus mendorong bibir Fabian agar pria itu membukanya, tapi hasilnya nihil. Membuat Fabian membuka mulutnya sangat sulit untuk Aleta. Aleta kesal.
Ia menjauhkan bibirnya. “Bagaimana jika tidur denganku. Bukannya setiap pria menginginkannya?”