"Pagi? Udah pada bangun?" Mama mendaratkan kecupan singkat pada puncak kepalaku dan segera mencapai mesin kopi. Piyama tidur yang masih melekat di tubuh mama, cukup menjelaskan jika beliau baru saja bangun tidur. Untung mama turun ke dapur ketika kita sudah beradu dengan piring masing-masing di meja. Kalau aja mama lihat adegan panas kilat yang kita lakukan barusan, bisa-bisa bukan telinga lagi yang jadi sasaran. Ah, jadi ngeri ngebayanginnya. "Pagi juga, Ma. Sarapan Ma," tawarku sambil menunjuk masakan Mira yang bisa aku banggakan. Ini enak. Sangat cocok di lidahku. Mama juga pasti akan menyukainya. "Siapa yang masak? Mira?" tanya mama sambil meletakkan b****g pada kursi di seberang kami dengan cangkir masih pada genggamannya. Sepertinya mama berusaha menghilangkan kecanggungan yang