Bab 1
Happy Reading
***
“Juliet!”
Otomatis Juliet menoleh ke belakang, ia menatap Anjani di depan daun pintu. Juliet melambaikan tangan ke arah Anjani. Wanita itu mengenakan kemeja putih tanpa lengan dan rok span berwarna hitam. Rambut panjangnya tergerai hingga ke bahu.
“Sini,” sapa Juliet menyuruh Anjani menghampirinya.
Ia dan Anjani memang sudah janjian untuk bertemu hari ini tepatnya jam 12.00 siang di restoran Oma Elly. Sekian lama tidak bertemu sekian lama dan akhirnya mereka bertemu lagi. Juliet beranjak dari duduknya ketika Anjani mendekat. Juliet dan Anjani saling berpelukan.
“Gue kangen banget sama lo,” ucap Anjani memeluk tubuh ramping Juliet.
“Gue juga, kangen tau sama lo,” ucap Juliet, ia melonggarkan pelukannya, ia memandang wajah cantik sahabatnya. Dulu ia dan Anjani satu kampus di Jerman, mereka berteman lama. Sekarang sahabatnya ini sudah bekerja sebagai manager di salah satu perusahaan multinasional.
“Kapan lo balik dari Bali?” Tanya Anjani menatap Juliet, sahabatnya itu mengenakan dress berwarna biru muda dengan bahu terbuka.
“Kemarin,” Juliet duduk di kursinya kembali.
“Gimana lo di sana?”
“Fine.”
“Lama banget sampe dua tahun,” ucap Anjani.
Juliet tertawa, “Yah, biasalah nenangin diri.”
“Sekarang udah tenang, nggak?” Tanya Anjani, ia tahu betul apa yang di alami oleh Juliet sahabatnya.
Dulu Juliet gagal dalam rumah tangga kini sahabatnya itu kini menyandang status janda, pernikahan Juliet dan Eros hanya berlangsung beberapa bulan saja. Ini lah sebabnya ia tidak ingin menikah, karena menikah tidak menarik di matanya.
Setelah bercerai Juliet memilih pergi ke Bali, menghilang sejenak dari hiruk pikuk kota Jakarta. Sekarang mereka di pertemukan lagi dan ia bisa melihat wajah cantik Juliet, kini dia terlihat lebih ceria dan cantik dari dua tahun laliu.
“Better, dari Bali?”
“Iya, better banget lah,” ucap Juliet terkekeh.
Juliet melihat ada beberapa tamu sudah memenuhi kursi kosong di dekata mereka. Saat ini mereka sedang berada di Oma Elly Kitchen. Ini merupakan restoran casual dining. Ia dan Anjani memang pecinta makanan Italia. Jadi mereka memutuskan untuk bertemu di sini. Pemandangannya sangat bagus, karena berada di lantai 56 di gedung Regent Jakarta di Gatot Subroto.
“Udah pesen nggak?” Tanya Anjani.
“Udah, tadi gue pesenenin lo juga,” ucap Juliet.
Beberapa menit kemudian makanan mereka datang, kini makanan pembuka berupa 90 caprese, bentuknya sejenis ice cream yang lezat. Juliet dan Anjani makan dengan tenang.
“Terus, planing di Jakarta ngapain?” Tanya Anjani membuka topik pembicaraan sambil memakan ice cream nya.
“Yah, bantu-bantu papa di kantor. Tau sendiri Rose sibuk sama klini kecantikannya,” ucap Juliet.
“Rose gimana kabarnya?”
“Baik, sih. Kenapa?”
“Enggak sih, nanya aja. Waktu itu gue ke klinik Rose.”
“Ngapain?”
“Operasi hidung. Bagus nggak? Gue rhinoplasty,” Anjani menunjuk hidungnya.
Juliet memperhatikan wajah Anjani, ah ya, pantas saja ada yang berubah pada wajah Anjani, “Bagus, kelihatan natural, mancungnya bagus. Sakit nggak sih waktu oplas gitu?” Tanya Juliet penasaran, karena selama ini ia tidak pernah sekalipun masuk ke ruang operasi bedah plastic kecuali melakukan filler pada bibir dan dagunya.
“Sama sekali enggak sakit,” timpal Anjani.
“Tapi oke banget, sih, hasilnya,” ucap Juliet mengakui hasil bedah operasi plastik.
“Lo sama Rose gimana?”
“Biasa aja, nggak terlalu deket sama dia. Gue di mana, dia di mana.”
“Kirain lo deket sama adek lo.”
Juliet menghela nafas, “Gue mau belanja, lo temenin gue nggak? Gue udah lama banget nggak belanja.” ucap Juliet.
“Emang di Bali nggak belanja?”
“Enggak, males. Mall di sana, enggak selengkap di Jakarta, sih. Ada tas yang gue incer, gitu.”
Anjani mengangguk, “Iya, boleh. Belanja di mana?”
“Plaza Senayan kali ya, enaknya. Tapi lo kerja nggak?” Tanya Juliet lagi.
“Kerja lah, tapi tenang aja. Gue manager marketing, keluar sampe sore nggak apa-apa, kok,” ucap Anjani.
Beberapa menit berlalu, Juliet memandang server mengantar makanan selanjutnya. Makanan kedua yaitu makanan favorit nya berupa torta yang sangat enak karena ditaburi truffle. Makanan utama pun tersedia berupa parmigiana berupa daging sapi yang katanya diawetkan selama tujuh hari dan dibasahi dengan saus marinara serta dengan parutan keju. Ia juga memesan steak dan pizza margherita ala Oma Elly. Pizzanya sangat enak khas Italia dengan saus tomat dengan tekstur yang lembut. Over all, ia sangat menyukai semua hidangan di sini.
Anjani menatap Juliet, “Lo enggak deket sama cowok lagi?” Tanya Anjani penasaran dengan kehidupan sahabatnya ini.
“Enggak, males. Semakin ke sini, semakin takut buat kenalan sama cowok, apalagi mau nikah. Mau bahagain diri sendiri,” Juliet terkekeh, karena itulah kenyataanya.
Anjani tersenyum, masih memakan pizzanya, “Wajar kok masih takut nikah, karena lo udah ngalamin hubungan yang nggak sehat. Boleh aja sih, jalan hubungan yang baru, tapi dengan kriteria yang ideal lo. Yang paling penting pakai logika, jangan karena kayak kasus kemarin, nggak cinta, disuruh tinggal bareng. Pasti tersiksa banget, kayak di neraka.”
“Exactly.”
“Mulai sekarang kalau mau cari pasangan itu, patner hidup bukan hubungan patriaki.”
“Itu, bener banget. Setuju sama lo!”
“Btw, pasangan lo siapa? Kapan mau merried?”
Alis Anjani terangkat, ia lalu tertawa gili, “Gue, mau nikah? No, gue nggak akan nikah kali.”
“Why?”
“Sahabat gue secantik lo aja, gagal. Apa lagi gue. Lo tau nggak?”
“Apa?”
“Semakin ke sini, gue tuh semakin nggak mau nikah, ngeri, banyak nggak enaknya.”
Juliet menyungging senyum mendengar Anjani takut nikah, “Kalau masih takut, ya lebih baik jangan nikah dulu lah. Enak single kayak kita gini. Jangan dengerin apa kata orang. Bahagia itu nggak datang dari omongan orang lain, tapi diri lo sendiri. Lagian ngapain buru-buru nikah, kalau emang belum dapat pasangan yang tepat. Cari yang bisa menghargai dan mendukung lo. Gue saranin sih, jangan nikah dulu lah. Biar gue ada temennya,” ucap Juliet tertawa geli.
“Tenang aja, gue pasti temenin lo. Nikah itu cuma sekali, kalau pacaran sih, boleh putus nyambung. Kalau udah nikah, kawin cerai – kawin cerai, enggak enak banget dengernya kawin cerai.”
“Iya, bener banget! Jangan mau diatur, hidup itu milik kita sendiri. Enggak semua orang bisa buat kita senang. Takutnya kita terjebak seumur hidup sama orang yang salah.”
“Gue belajar dari lo, Juliet.”
“Yah, harus lah. Ada contohnya gue yang gagal nikah,” Juliet memasukan makanan ke dalam mulutnya.
“Terus, Selama di Bali, enggak ada kenalan sama bule?”
“Enggak.”
“Kenapa? Lumayan tau, bule di sana.”
Juliet terkekeh, ia mendekatkan wajahnya ke arah Anjani, “Bulenya kere.”
“Seriusan?”
Anjani menarik nafas, menahan tawa, “Kita harus cari bule di Dubai kali, ya. Biar dapatnya, Ok. Mantan suami gue aja Eros. Masa gue dapat yang lebih kere dari Eros.”
Anjani dan Juliet lalu tertawa geli, “Mau nggak ke Dubai.”
Anjani mengangguk keras, “Mau, mau.”
“Ah, lo mau terus.”
“Gue udah lama tau, nggak liburan bareng sama lo.”
“Iya, iya kita atur. Tapi jangan sekarang. Gue baru balik Jakarta. Bokap lagi perlu gue di kantor.”
“Iya deh kalau gitu.”
Beberapa menit kemudian, Juliet dan Anjani sudah menyelesaikan makananya. Juliet membayar semua bill mereka. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan menuju Plaza Senayan.
***