"Bara kamu mau pulang sekarang?"
Bara yang tadinya tengah sibuk membereskan beberapa barang di atas meja kerjanya langsung melihat ke arah pintu ruangan yang terbuka memperlihatkan sang papa sudah akan masuk.
"Iya pa," jawab Bara melihat jam tangannya, ia memang akan pulang lebih cepat karena besok ia harus melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri untuk beberapa waktu.
Papanya mengangguk lalu duduk di sofa ruangan Bara memperhatikan anaknya itu yang masih sibuk membereskan beberapa kertas dengan serius.
"Apa perlengkapanmu untuk pergi besok sudah beres?" tanya papa lagi ingin tahu.
"Kalau untuk berkas-berkas dan keperluan kerja aku rasa sudah. Hanya saja aku belum bereskan keperluan pribadi, nanti akan kubereskan."
"Mamamu pasti sudah siapkan itu."
Bara tertawa karena menyadari kalau mamanya kadang masih saja memperlakukannya seperti anak kecil seperti menyiapkan apapun yang ia butuhkan, padahal Bara bisa saja lakukan itu sendiri, "mungkin sih."
"Kalau begitu nanti malam kamu sepertinya punya waktu."
"Memangnya ada apa pa?"
"Ada seseorang yang harus kamu temui."
Bara terdiam sejenak lalu menatap papanya tajam, "aku tidak akan curiga karena papa dan mama udah bilang kalau tidak akan ada lagi perjodohan dalam waktu dekat ini."
Papa terkekeh pelan mendengar jawaban putranya itu, "memang benar, malam ini papa hanya meminta kamu bertemu dengan seseorang yang akan membicarakan tentang bisnis. Papa pikir akan lebih cocok kamu yang menemuinya."
"Kenapa?"
"Ini bukan pertemuan bisnis resmi, tapi mungkin saja ini bisa menjadi bisnis nantinya. Papa yakin kamu bisa menangani ini dengan baik."
Bara memiringkan kepalanya, "siapa yang harus kutemui?"
"Lihat saja nanti, kamu tidak perlu menyiapkan banyak hal. Kalian hanya perlu berbincang ringan."
Bara hanya mengangguk setuju begitu saja, toh ini bukan kali pertama baginya menghadapi hal-hal seperti ini, "baiklah aku akan temui nanti kalau memang penting."
Papa Bara tersenyum senang mendapatkan respon positif anaknya tersebut.
***
Bara terus memperhatikan layar ponselnya yang terus memanggil nomor Alina. Sejak siang tadi hingga kini sudah malam sama sekali tidak ada kabar apapun yang ia dapatkan dari gadis itu. Padahal besok pagi ia harus berangkat ke luar negeri, ia ingin sekali bertemu terlebih dahulu dengan Alina, tapi dihubungi saja Alina tidak bisa dan kalau saja ia tak memiliki janji malam ini ia pasti sudah mendatangi rumah Alina.
"Ada apa dengannya? Apa dia baik-baik saja?" Bara mulai kesal namun juga khawatir tak mendapat kabar apapun dari Alina. Belakangan ini ia merasa agak kesulitan berkomunikasi dengan Alina.
"Ehm, mau sampai kapan nyoba terus?"
Bara terkejut melihat seorang wanita berambut panjang bergelombang berdiri di belakangnya sambil memperhatikan ponsel yang masih Bara pegang untuk menghubungi Alina.
Wanita dengan mata besar itu tersenyum dan dengan elegan duduk di depan Bara, "menunggu lama?"
"Aku memiliki janji dengan seseorang." Bara memperingatkan seolah tidak mengizinkan wanita itu duduk di meja yang sama dengannya.
"Maaf, aku yang memesan meja ini. Nomor 18, kamu bisa cek kalau itu atas namaku, Syena. Kamu bisa pergi jika kamu salah meja."
Bara mengerutkan dahinya dan mengecek kembali chat terakhirnya dengan papanya yang menyuruhnya datang ke restoran ini untuk bertemu seorang rekan bisnis.
Syena tersenyum melihat wajah bingung Bara mengecek ponselnya dan langsung mengganti ekspresinya menjadi datar lagi saat Bara kembali melihat ke arahnya, "apa maksudnya aku harus bertemu denganmu?"
"Jika kamu memiliki janji di meja 18 malam ini, di restoran ini, mungkin memang akulah yang harus kamu temui malam ini."
Bara langsung kehilangan kata-kata sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jarinya, "kenapa aku harus bertemu denganmu?"
"Wah, responmu kurang bagus untuk kita yang sudah lama tidak bertemu." Syena geleng-geleng kepala memperhatikan Bara.
"Lama tidak bertemu? Kita baru saja bertemu minggu lalu, dan apa kamu tidak ingat sudah mematahkan kartu kreditku? Benar-benar merepotkan."
"Aku sudah katakan jika kamu tak mengizinkanku ikut ke kantormu, aku akan patahkan kartu kreditmu."
Bara memutar bola matanya malas, "lalu urusan apa yang membuat kita bertemu disini?"
Syena bersandar di kursi sambil melipat tangannya di d**a menatap Bara dengan tatapan datar, "kenapa sejak awal kamu seperti jijik sekali berurusan denganku?"
"Karena setiap kali bertemu, kamu selalu membuat masalah untukku."
Gadis itu mengangkat sudut bibirnya, "lalu kamu lebih seneng perhatiin cewek yang bahkan ga pernah peduliin kamu sama sekali? Seneng banget ya jadi Alina."
"Kamu tidak tahu apa-apa."
"Tahu kok, buktinya telfon kamu dari tadi ga diangkat kan sama dia?"
Bara membuang tatapannya malas dari Syena, "tidak ada urusannya denganmu."
"Ada karena Alina bukan gadis yang dijodohkan denganmu lagi, tapi aku."
"Apa!?"
Syena tersenyum sambil memperbaiki posisi duduknya dengan meletakkan kedua tangannya di meja, "sekarang adalah kencan pertama kita."
"Ngomong apaansih kamu Sye!?" Bara yang sudah kebingungan coba memastikan apa yang sebenarnya terjadi.
"Karena aku orang yang ga suka bertele-tele, jadi aku jelaskan secara apa adanya, okey? Jadi aku tahu tentang perjodohan kamu dan Alina yang sudah sangat lama tapi tidak kunjung ada kejelasan itu sampai orang tua kamu nganggap perjodohan itu sudah dibatalkan bukan? Aku juga tahu kamu coba dijodohin sama yang lain tapi kamunya kabur terus karena masih mau banget sama Alina. Tapi aku juga tahu kok, kalau itu hanya perasaan sepihak." Syena menjelaskan dengan tenang dan sangat lancar.
Sedangkan di sisi lain Bara yang bingung hanya terdiam mendengarkan Syena. Syena adalah teman Bara saat sama-sama berkuliah di luar negeri, dan Bara tahu sekali karakter Syena yang terkenal sangat mengerikan karena ia merupakan orang yang begitu blak-blakan dalam bicara ataupun bertindak.
"Lalu aku berinisiatif nemuin papa kamu minta coba dijodohin sama kamu. Papa kamu mau dan aku sendiri yang atur gimana kita ketemu malam ini. Gimana? Bagus kan?"
Mulut Bara sudah membentuk lingkaran mendengar penuturan wanita di depannya yang tersenyum bangga sambil memainkan rambut panjangnya yang tergerai, "kamu udah gila?"
"Gila kenapa? Aku hanya mencoba karena aku menyukaimu. Dan aku rasa akan sangat menyenangkan jika perjodohan ini berjalan baik dan kita menikah. Bukankah nanti anak kita akan tampan dan cantik? Ya walaupun ada kemungkinan salah satu dari mereka akan mewarisi sikap bodohmu, tapi aku rasa nanti bisa mendidiknya agar lebih baik. Jadi itu akan baik-baik saja."
Bara kini geleng-geleng menatap Syena tak percaya, "aku tak menyangka kalau kamu wanita yang jauh lebih aneh daripada yang aku kira."
"Tapi aku cantik, cerdas, kaya dan elegan, jadi itu semua akan baik-baik saja. Jadi bagaimana? Apa kita bisa menikah secepatnya?"
Bara dengan cepat menggeleng, "bagaimana aku bisa menikah dengan wanita aneh dan gila sepertimu? Bahkan kamu yang terburuk dari semua yang kutemui."
"Adibara!!" teriak Syena cukup keras bahkan sampai menarik perhatian seluruh pengunjung restoran untuk menatap mereka berdua.
"Sye, kamu ngapain sih?" ucap Bara berbisik coba memperingatkan Syena kalau apa yang ia lakukan mencuri perhatian dan ini memalukan.
"Apa? Kamu itu ya, jahat banget! Kurang apa sih aku sama kamu sampai kamu tega giniin aku? Aku juga wanita, ga sepantasnya aku nerima perlakuan seperti ini!" Syena malah semakin menjadi mencuri perhatian semua orang, sedangkan Bara sudah merasa telinganya terbakar saat ini karena saking malunya.
"Wanita ini benar-benar!" Bara sudah geram dan tak tahu lagi harus meletakkan wajahnya dimana saat ini.
"Kamu tega banget sama aku..."
"Mas jangan gitu sama mbaknya, kasihan..." seseorang mulai bicara pada Bara diikuti yang lainnya yang menyuruh Bara agar meminta maaf atau memperlakukan Syena dengan lebih baik.
Bara rasanya lebih memilih mati saja sekarang ketimbang menghadapi situasi gila semacam ini, sambil menarik napas dalam Bara memutuskan untuk mengikuti permainan Syena saja.
"Yaudah iya, aku minta maaf. Udah jangan marah lagi."
"Beneran minta maafnya?"
"Iyaaaa," Bara menjawab dengan semanis mungkin walaupun sebenarnya sekarang ingin sekali mencekek wanita dihadapannya ini.
"Kalau gitu kamu suapin aku makan malam ini ya?"
"Hah!?" Bara sudah tak habis pikir dengan tingkah luar biasa aneh Syena, "kamu sudah gila?"
Tidak ada jawaban dari Syena selain wajah memohon sambil melirik ke sekitar untuk mengingatkan Bara kalau mereka dalam pengawasan banyak orang.
*
"Wah aku senang sekali malam ini," Syena tersenyum lebar saat ia dan Bara berjalan keluar dari restoran setelah menyelesaikan acara makan malam yang begitu romantis bagi Syena tapi sepertinya tidak untuk Bara. Itu terlihat dari ekspresi Bara yang berbanding terbalik dengan gadis itu.
"Aku sangat tidak senang malam ini."
"Hati dan mulutmu pasti sedang tidak sejalan."
Bara tampak tak peduli dan mendecak malas, "aku pulang sekarang. Jangan ikuti aku."
"Hey! Bagaimana bisa seperti itu?" Syena berhenti sambil menahan tangan Bara untuk protes.
"Kenapa tidak? Aku ingin pulang. Besok aku harus pergi dan tolong jangan membuat moodku semakin buruk dan lelah."
"Kamu harus mengantarku pulang! Laki-laki harus mengantarkan wanita pulang setelah jalan bersama."
"Saat kamu bisa datang sendiri, kenapa kamu tidak bisa pulang sendiri?"
"Aku menyuruh supirku pulang karena berpikir kamu akan mengantarku. Ini sudah sangat larut, apa kamu tega membiarkan wanita sendirian?"
"Jika wanita itu bukan kamu maka aku tidak akan tega."
"Bara aku serius! Gimana aku harus pulang sekarang?" rengek Syena sudah seperti orang akan menangis pada Bara.
"Kamu pikir aku akan kasihan? Kamu sudah cukup membuatku kesal malam ini. Aku pulang, terserah kamu mau nginap disini atau bagaimana. Aku tidak peduli." dan tanpa pikir panjang Bara sudah berjalan pergi meninggalkan Syena begitu saja.
"Baraaaaa!!!" teriak Syena sekencang mungkin namun ia tidak mendapatkan perhatian Bara sama sekali, pria itu terus pergi lalu masuk ke dalam mobilnya dan pergi.
Melihat itu Syena merasa geram sekali sampai menghentakkan kakinya keras, "Bara!! Dia sama sekali tidak pernah baik dan ramah padaku seperti sikapnya pada orang lain. Menyebalkan!!"
Syena dengan cepat melepas sebelah sepatunya dan melemparnya pada mobil Bara yang kini lewat dihadapannya, "Bara sialaaaaaaaannn!!! Aku membencimu!"
Gadis itu terus mendumel kesal sambil kini mengambil ponsel dari dalam tasnya untuk menelpon seseorang, "halo mang? Mamang masih di parkiran kan? Aku udah mau pulang, aku juga lagi di parkiran, mamang parkir dimana?"
*
Di dalam mobil yang ia berhentikan, Bara sudah terkekeh diam-diam melihat Syena yang kini berjalan ke arah sebuah mobil yang terparkir di parkiran sambil menenteng sepatunya dengan wajah kesal.
"Kamu pikir aku akan tertipu? Aku bahkan tahu kamu tidak akan melakukan apapun yang mungkin bisa merugikanmu." Bara geleng kepala sambil terus tertawa karena merasa setidaknya ia sudah bisa sedikit balas dendam atas kelakuan Syena yang sangat menyebalkan.
Setelah melihat Syena masuk ke dalam mobil, disanalah Bara memutuskan untuk kembali mengemudikan mobilnya untuk benar-benar pulang ke rumah dengan perasaan yang setidaknya lebih tenang dan tak khawatir.