Teman Rasa Pacar

1070 Kata
"Gue yakin itu. Pasti bukan buat dimakan sendiri!" Teman-temannya sudah hapal. Ia sih cuek saja. Semua orang juga tahu kalau tidak ada yang namanya sahabat antara perempuan dan laki-laki. Ujung-ujungnya pasti ada perasaan bukan? Ia berjalan menuju gadis yang sudah cukup lama menjadi sahabatnya itu. Teman-teman gadis itu dari kejauhan memang sudah melihat langkah Ali yang sudah pasti berjalan menuju mereka. Untuk siapa? "Lovaaaaaaa!" "Ali tuh Aliii! Pasti mau ke sini!" bisik yang lain. Tanpa diberitahu pun, ia tentu saja sudah tahu. Ya...namanya Bellova atau yang biasanya dipanggil Lova. Tadi pagi kan mereka masih bertengkar. Eeh bertengkar? Hahaha. Cuma gara-gara sikap sembrono Ali sih. Tapi bagi Lova, Ali sudah keterlaluan dengan adiknya sendiri. "Berantem lagi?" Karena melihat Lova merengut seperti itu, mereka sudah hapal. Ya sejak kapan Lova dan Ali tak bertengkar satu hari pun? Teman tapi rasa pacar eeeh. Ali datang membawa sebungkus somay yang ia beli usai mengantri panjang di kantin. Ia tahu kalau Lova jarang makan di kantin. Dan lagi, anggap saja ini sogokan karena mereka bertengkar tadi pagi. Ali punya cara pandang tersendiri soal adik-adiknya. Bellova mungkin tak paham. Ya kalau para sepupunya tahu atau kakak tertuanya dan kedua tahu, ia pasti habis sih. Tapi ia punya alasan tersendiri yang tak bisa ia katakan pada mereka. Juga pada Lova. "Makan," tukasnya. Ia menaruh bungkusan siomay itu di atas mejanya lalu kembali ke luar sembari berlari ke arah lapangan yang berada di belakang deretan kelas X. Biasa lah. Tentu bukan untuk belajar dijam istirahat kan? Dijam-jam istirahat di mana pun bagi anak-anak cowok ya enaknya main bola. Ya kan? "Baik banget gak sih si Ali?" "Apaan coba?!" Lova terkekeh. Ya sudah biasa kalau teman-temannya mulai mengolok begini. "Seriusan cuma temen? Gak naksir beneran, Va?" Lova geleng-geleng kepala. Ia bahkan tak pernah berpikir tentang hal itu. Maksudnya, ia dan Ali memang begitu sejak dulu. Eh iya? Atau hanya berlaku untuk Ali? Eeeh. "Iiiiish! Gue sih mending sama Ali, Vaaaa. Ali tuh tengil sih tapi itu yang bikin dia menarik." "Betul banget tuh, Va. Emang mendingan Ali ke mana-mana daripada cowok-cowok eeh mantan-mantan lo maksud gue," ia nyengir. Lova melotot mendengarnya. Mereka malah kompak terbahak. Suka sekali menggoda Lova. Mereka tahu sih tampaknya memang Lova tak tertarik lebih pada Ali. Ali itu hanya teman. Ali? Ia baru saja tiba di pinggir lapangan. Kemudian ia melepas baju kemeja sekolahnya dan yang tersisa hanya kaos putihnya. Kalau Lova melihat, cewek itu pasti sudah mengoloknya. Pasalnya, kaos putih dan kulitnya jadi kopi dan s**u. Memang kaos itu kontras sekali dengan warna kulit hitamnya. Biar pun begitu, ia manis kok. Memang bukan tipe yang ganteng sih. Tapi ia kan masih cukup mirip lah dengan abinya. Meski bukan yang mirip-mirip amat seperti Aidan. Dulu waktu ia kecil sih, ia kerap diolok. Karena memang paling berbeda dibandingkan anak-anak Akib lainnya. Kalau katanya Akib, Ali itu mirip dengan salah satu om-nya. Di dalam keluarga kan memang kerap ada yang seperti itu. Sekalipun bukan tipe yang ganteng, ia tetap yaa lumayan banyak disukai cewek lah. Hahaha. Tahu kenapa masih ada cewek yang menyukainya? Karena bawaan tengil yang alami dan juga pecicilan. Ya mirip-mirip Ardan tapi mungkin porsinya tak separah Ardan. Terutama kalau soal belajar. Bukan yang rajin belajar tapi ia tipe yang cepat menangkap pembelajaran. Jadi agak-agak terlihat pintar. Meski yaaa gara-gara status jomblo, ia digadang-gadang meneruskan titah Ardan dengan segala nasib buruknya. Apalagi melihat yaaah soal asmara. Bukan kah dulu, Ardan juga hanya dianggap teman oleh Talitha? Tapi eiits....belum tentu berlaku untuknya juga kan? "Gak salah kali, Va." "Apanya yang gak salah?" "Ali. Maksudnya ya...." "Udah yaa. Capek gue dengerin kalian ngomongin hal yang sama tiap hari." Mereka terbahak. Mereka memang tak bosan membicarakan Ali. Karena menurut mereka ya, dibalik tengil dan pecicilannya Ali, Ali itu perhatian loh. Buktinya siomay yang tadi diberikan sudah dihabiskan Lova yang katanya tadi pagi mau diet. "Abis juga yang katanya mau diet!" Lova diledek lagi. Teman-temannya terbahak. "Main lo?" Adrian dipanggil teman-temannya. Ada anak seangkatan Ali eeh ada Ali juga sih. Ia bingung karena tiba-tiba dipanggil ke sini dan malah melihat para cowok bermain bola. Ia tidak sejago Ali sih kalau soal bola. Tapi kalau soal balapan? Wohooo ia jago. Kan sudah belajar dari suhunya. Siapa? Ayo tebak. Kalau bukan Farrel ya Ferril. Hanya kedua orang itu kandidatnya. "Main, Yan! Main!" Ia disuruh masuk ke lapangan. Kalau sudah didorong-dorong masuk begini ya..... "Adrian tuh Adriaan!" Cewek-cewek berseru dari balik jendela. Kebetulan sekali lapangan ini berada di belakang deretan kelas X. Jadi lah tontonan seru para cewek. Nama Adrian memang sangat harum sejak awal MOS. Mungkin karena tampangnya yang menyita perhatian? Sebetulnya, ia lebih sableng dan pecicilan di keluarganya. Soal tampang? Ia gak kalah ganteng dari Agha. Walau banyak juga yang bilang kalau ia lebih ganteng dibandingkan Agha. Wajahnya sempurna mirip sekali dengan umminya. Hingga sering mengingatkan oma pada anak keduanya. Tentu saja Fadlan. Eh tentu saja mirip Fadli juga. Hahaha. Tapi Adrian berbeda. Meski ia setengil Fadli, ia masih punya wibawa seperti Fadlan. Bisa dibilang, ia adalah gabungan keduanya. Sejujurnya, untuk urusan nilai ia juga tak kalah bagus kok dengan Adshilla. Hanya terkesan tak mau menunjukkan kemampuan yang sebenarnya. Ia selalu mengatakan pada diri sendiri untuk menikmati hidup. Tak mau selurus Shilla yang hanya tahu soal pelajaran. Ia ingin mencoba banyak hal. Jadi jangan heran kalau ia jago berantem, ia juga suka balapan. Ah sama seperti Ferril juga yang suka mancing emosi orang dan godain cewek-cewek. Itu sudah nalurinya. Hahaha. Ferril memang panutannya. Tapi biar begini, dia gak playboy kok. Ia bahkan belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Selama ini, ia cuma jatuh cinta pada mukanya sendiri yang ganteng abis! Yeah, ia memang narsis abis. "Kalo menang dapat apa nih kita?" Ia bertanya dengan nada berbisik sambil berlari mengejar bola di sebelah rekan satu timnya. "Yang ada nih, kita bakal disuruh traktir mereka di kantin!" "Ah asem lu pada. Numbalin gue ya?" Teman-temannya nyengir. Itu lah kenapa ia diajak ke lapangan. Hahaha. Sementara itu, Ali tampak semakin bersemangat. Ya harapannya sih ada Lova di antara barisan cewek-cewek kelas XII yang menyemangati mereka di pinggir lapangan. Tapi sayangnya......tak ada. Salah satu rekannya menyenggol bahunya. Menyadarkannya untuk kembali fokus pada bola. Ia ahrus menang setidaknya untuk Lova meski gadis itu tak menontonnya bukan? Sedih? Iya lah. Karena perasaan yang bertepuk sebelah tangan. Padahal ia sudah mempelajari banyak hal dari apa yang terjadi pada Ardan. Hahaha. Agar tak jatuh ke lubang yang sama. Meski yang namanya jodoh itu kan urusan Tuhan. @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN