Episode 2

1434 Kata
Sore menjelang malam Ayla duduk di kursi rias. Di depannya terpajang kaca yang besar, di belakang ada Raisya yang sedang menyisir rambut Ayla. Nanti malam acara resepsi pernikahan Ayla dan Erga. Ayla sendiri tidak mau di rias oleh tukang rias, dia hanya ingin mamanya yang meriasnya, bukan karena apa-apa, tapi Ayla tidak suka jika orang lain yang meriasnya, saat pernikahan pun mamanya yang meriasnya. Dengan begitu juga Ayla bisa mengobrol serius dengan mama. "Ma?" "Iya sayang." "Mama dulu nikah karena dijodohin?" Tanya Ayla "Nggak, dulu mama emang udah saling cinta sama papa. Kenapa tiba-tiba Ayla tanya kaya gitu?" "Mama nikah muda kan? Mama pasti bahagia udah nikah sama papa karena kalian saling cinta." "Bahagia lah, buktinya udah ada kamu sama Rafael sekarang. Kenapa sayang? Ayla nggak bahagia sekarang?" Ayla menggelengkan kepalanya pelan, dia juga bingung bagaimana kehidupan rumah tangganya ke depan. Apa dia bisa bahagia seperti mama papanya? Apa Ayla dan Erga bisa saling mencintai? Rasanya mustahil, mengingat bagaimana sikap Erga terhadap dirinya. Bertatap muka saja tidak pernah, bagaimana mereka bisa saling mencintai? "Ayla nikah sama Erga karena perjodohan, dan kita nggak saling suka apalagi cinta, apa Ayla bisa bahagia kaya mama sama papa?" Ayla tidak yakin dengan pernikahannya sekarang, kesan pertama bertemu dengan Erga saja, Ayla sudah merasakan sesuatu yang tidak baik. Laki-laki itu terlalu dingin dan cuek? Bagaimana dia bisa bahagia seperti mama dan papanya? Raisya tersenyum dia melihat pantulan tubuh Ayla di depan dari kaca besar, "Ay, kamu tau kan pepatah pernah mengatakan kalo cinta datang karena terbiasa? Ayla sekarang udah nikah sama Erga, kalian pasti akan selalu sama-sama. Kalian akan tinggal satu atap, kalian akan bertemu setiap harinya, jadi bukan nggak mungkin kalo lama kelamaan diantara kalian pasti akan timbul rasa cinta." Raisya menjelaskan panjang lebar kepada Ayla. Raisya tau kalo Erga akan susah jatuh cinta untuk yang kedua kalinya, tapi Raisya yakin kalo Erga bisa menerima Ayla. Raisya berharap Ayla tidak akan pernah menyerah untuk bersabar karena sikap Erga yang dingin. "Ayla nggak yakin ma. Erga aja sikapnya dingin gitu ke Ayla, jangankan bicara, bertatap muka aja Erga ngga pernah." "Ayla yang sabar ya, wajar kalo Erga sikapnya kayak gitu ke kamu, mungkin dia masih belum bisa sepenuhnya menerima perjodohan ini. Tapi mama harap kamu bisa bersabar menyikapi sifat Erga." Ayla hanya mengangguk, dia juga tidak tau harus bagaimana, di satu sisi, Ayla masih punya Alan, kekasihnya. Di sisi lain, Ayla sudah menikah dengan Erga, apa sikap Ayla tidak keterlaluan karena sudah menikah tapi masih berpacaran. Tidak, Ayla rasa apa yang dilakukannya itu tidak salah, Ayla sayang sama Alan begitupun sebaliknya, toh Erga juga tidak menyukainya. Erga mau berpacaran dengan perempuan lain pun Ayla tidak perduli, karena pernikahan mereka hanya status semata. Raisya selesai merias Ayla. Kini tinggal Ayla memakai dress yang sudah di belikan mamanya. Dress selutut tidak berlengan  dengan hiasan bunga-bunga melingkar di pinggangnya. Ayla keluar dari kamar mandi, Raisya kagum dengan kecantikan Ayla sekarang. Manis sekali. Rambut digelung memperlihatkan leher jenjangnya yang putih mulus, membuat Ayla semakin mempesona. Kalo begini Erga pasti akan terpesona dengan kecantikan Ayla.  "Cantik." Raisya tersenyum, "Satu jam lagi acaranya mau di mulai, mama turun ke bawah dulu ya, mau bantuin orang-orang nyiapin makanan." "Iya ma." Selepas mamanya keluar, Ayla melangkahkan kakinya untuk bercermin, dia melihat penampilannya dari atas ke bawah. Dress nya sangat cantik, bukannya GR tapi Ayla rasa kalo dia sangat cocok memakai gaun itu. Apa nanti Erga juga suka melihat dia memakai gaun itu? Ayla mendengar suara pintu terbuka, disana Erga baru saja masuk, laki-laki itu juga sudah berpakaian formal, seperti jas berwarna senada dengan gaunnya, mungkin orang tua mereka memang yang sudah mempersiapkan semuanya. Seperti biasa, wajah datarnya selalu mendominasi, bahkan di hari yang spesial ini, Ayla tidak pernah melihat dia sedikit senyum ataupun bicara. Apa Erga begitu membencinya? Ah, Ayla menggelengkan kepalanya, menepis semua pikiran tentang Erga, Ayla juga tidak perduli kok. "Gue mau bicara sama Lo." Ayla terkejut mendengar Erga mengeluarkan suaranya, baru pertama kali ini Erga mengajaknya berbicara, walaupun terdengar dingin di telinga Ayla. "A..apa?" "Lo bahagia?" "Maksud kamu?" "Gue terpaksa nikah sama Lo, jadi Lo jangan pernah mengharapkan apapun dari semua kejadian ini." Erga mengatakan itu dengan nada yang sangat datar tapi hal itu juga sedikit membuat hati Ayla tercubit. "Aku tau, aku juga terpaksa nikah sama kamu. Jadi kamu nggak usah khawatir kalo aku mengharapkan kamu bisa cinta sama aku atau aku cinta sama kamu." Ayla sedikit gemetar saat mengatakan semua itu. Dia juga ragu, Ayla hanya manusia biasa, dia tidak tau kapan dan pada siapa dia jatuh cinta. Mungkin sekarang Ayla hanya mencintai Alan, tapi seperti yang pernah mamanya bilang kalo cinta datang karena terbiasa, dan karena mereka selalu bersama, dan tinggal dalam satu atap, Ayla takut kalo dia akan jatuh cinta pada Erga. "Bagus." Mereka sama-sama diam, hingga suara dari luar membuat Ayla sedikit tersentak, "Ayla, Erga ayo kita turun sekarang, udah mau mulai nih acaranya." "Iya ma." Ayla membalasnya, dia melirik ke arah Erga sebentar lalu sedikit merapikan gaunnya, kemudian dia berniat keluar sendiri, karena percuma saja keluar bersama Erga, karena laki-laki itu pasti tidak akan mau. Saat Ayla hendak memegang knop pintu, Erga tiba-tiba saja menghentikan Ayla yang hendak membuka pintu. "Tunggu." Ayla membalikkan tubuhnya. "Lo keluar sama gue." "Kenapa?" "Lo jangan GR dulu, gue ngelakuin itu karena gue cuma nggak enak sama orang tua gue." Ayla hanya mengangguk, lagian siapa juga yang GR. Batinnya menjawab dengan kesal. Setelah itu mereka keluar bersama. Semua mata tertuju pada kedua pengantin yang kini tengah menuruni tangga dengan bergandengan tangan. Tapi itu hanya alibi Erga agar mereka terlihat harmonis dan bahagia, tapi nyatanya, mereka terpaksa melakukan itu semua. Semua tamu undangan ada yang berasal dari teman bisnis ayah Ayla dan Erga, dan juga teman-teman keduanya. Keluarga, Tetangga dan juga teman-teman mamanya Ayla dan Erga. Pesta itu memang sengaja di persiapkan semeriah mungkin karena perintah sang nenek Erga. Tapi sayangnya nenek Erga tidak bisa datang karena beberapa jam yang lalu kondisinya memburuk. Kemudian mereka mulai menyapa semua tamu undangan, Erga memisahkan diri untuk menyapa teman-temannya, begitupun dengan Ayla, dia juga menemui beberapa temannya disana. Semua mengucapkan selamat untuknya dan juga Erga. Tak lupa disana juga ada Dista, sahabatnya itu datang juga bersama pacarnya. Dan yang membuat Ayla terkejut adalah kedatangan Alan, Alan datang bersama Dista dan pacarnya. Ayla tidak menyangka kalo Alan juga akan datang di resepsi pernikahannya. Apa Alan akan mengacaukan semuanya? "Ayla, selamat ya! Lo bener udah nikah sekarang? Ya ampun, gue nggak percaya kalo lo sekarang udah jadi istri orang. Semoga lo bahagia terus." Mereka saling berpelukan. Tapi mata Ayla masih tertuju pada seseorang di belakang Dista. Alan juga menatap dengan sorot mata sedih, pacarnya menikah dengan orang lain dan dia hanya diam saja. Ayla tersenyum melepaskan pelukannya, "Makasih Dis, lo udah mau dateng." "Jelas dong gue dateng, kita sahabatan udah lama, masa iya gue nggak dateng." Dista tersenyum kemudian berbisik pada Ayla, "Alan dateng Ay, dia kayaknya patah hati liat lo udah nikah sama Erga. Sebenarnya gue mau ngelarang dia ikut gue kesini, tapi dia maksa. Dia bilang nggak papa." Ayla hanya mengangguk, kini Alan mendekati Ayla, dia mengulurkan tangannya untuk memberikan selamat atas pernikahan kekasihnya itu, "Selamat Ay." Ucap Alan. Ayla menerima uluran tangan Alan, mereka saling berjabat tangan. Mereka juga saling melempar senyum, senyum menyakitkan. Ayla merasa bersalah sudah melakukan semua ini, menyakiti hati Alan yang jelas-jelas sangat mencintainya, dan memilih menikah dengan orang yang sama sekali tidak ia cintai dan yang tidak akan pernah mencintainya. Ayla juga tidak bisa berbuat apa-apa. Alan memang membiarkan Ayla menikah dengan orang lain, tapi bukan berarti Alan akan membiarkan Ayla untuk membagi cintanya pada orang lain. Ayla hanya akan mencintainya. Dan Alan berjanji akan membuat Ayla kembali kepadanya. Itu janjinya. "Kak Ayla, selamat ya?" Suara itu membuat Ayla dan Alan yang saling diam menatap satu sama lain kini sadar dan melepaskan jabatan tangannya. Mereka sama-sama merasa canggung. "Makasih ya Kinan, kamu udah mau dateng." "Iya kak." Saat Ayla dan Kinan sedang mengobrol, tiba-tba Rafael datang menarik tangan Kinan, "Jadi lo disini? Gue cariin kemana-mana. Ayo ikut gue." Kinan merasa ada yang menarik tangannya. Dia segera menepisnya, "Apaan si, gue nggak mau." "Lo harus ikut gue." "Gue nggak mau." "Ayo!" "Nggak!" "Ikut gue!" "Kok lo maksa!" Seperti biasa, mereka pasti akan bertengkar jika sudah bertemu, yang satu tukang paksa dan yang satu lagi tidak mau dipaksa. Dan itu membuat Ayla menghela nafas, melihat kedua orang di depannya bertengkar. "Stop! Kalian tuh kalo ketemu pasti berantem." Ayla menghembuskan nafasnya, adiknya itu memang keterlaluan, pemaksa, selalu ingin mendapatkan apa yang ia mau. "Rafael, kamu jangan maksa Kinan, biarin dia disini." Ucapnya tegas pada Rafael. "Aku cuma mau ngomong sebentar sama Kinan kok." "Tapi dia nggak mau Raf, udah sana! kamu sama temen-temen kamu dulu." Ayla mengusirnya, dia hanya tidak mau terjadi keributan hanya karena kejadian sepele seperti ini. Rafael mengangguk, dia menatap tajam Kinan, tapi malah dibalas dengan juluran lidah Kinan, bermaksud meledek Rafael. Rafael kesal, tapi tak apa, dia akan membalasnya nanti. "Awas lo, gendut!" TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN