Waktu terus berjalan. Sore telah berganti malam. Meski telah berjam-jam mengobrol panjang lebar dengan Jatayu tentang banyak hal, bahkan bersenda gurau dan tertawa bersama-sama layaknya dua orang yang sudah lama kenal, Pak Dewo Bumi belum juga merasa puas. Ia masih ingin terus bersama pemuda yang telah berhasil mencuri hatinya itu. “Sudah jam berapa ini, Tayu?” gumam Pak Dewo Bumi, seraya melihat ke arah pergelangan tangannya. Jarum pendek pada Rolex Daytona yang melingkar di pergelangannya sedang ada di angka delapan. Sementara jarum panjangnya di angka sepuluh. “Masih jam delapan kurang, Pak,” jawab Jatayu, seraya menoleh ke belakang, ke arah jam dinding yang tergantung pada tembok di belakangnya. “Masih sore untuk ukuran laki-laki!” imbuhnya. “He … he … he ….” Pak Dewo Bumi terkek