Aku terbangun di pagi hari karena ada yang mengkilik-kilik telapak kakiku. "Oh Kam Pret, singkirkan tangan lu dari kakiku!" tegurku malas. "Oke, Chachaku!" "Oh Kam Pret, kenapa tangan lu masih disitu?!" tegurku lagi. "Tanganku sudah kupindahkan Chachaku." "Lalu apa yang ada di telapak kakiku?" "Lidahku. Nih, rasain," sahut Paman mudaku sembari menjilat telapak kakiku. Geli tapi hangat. "Pindah lidahmu dari kakiku, Paman muda." "Sudah." Lidahnya memang sudah tak berada di telapak kakiku, tapi... "Tapi bukan berarti lu boleh memindahkan ke selangkanganku!" protesku geram. Oh Kam Pret bergerak lagi. Wajahnya kini berhadapan dengan wajahku. "Jadi bolehnya dimana?" cetusnya manis. Bibirku manyun seketika. "Enggak dimana-mana! Cukup sudah semalaman lu kerjain aku, Paman muda!"