Bab 1

1118 Kata
“Mah, kenalin nih, Gerald. Mahasiswa, sekaligus terapis papa yang baru.” Dengan wajah yang semringah dan berseri-seri Pak Hendrawan memperkenalkan seorang anak muda kepada istrinya. “Gerald!” Anak muda berusia 21 tahun itu pun menyebutkan namanya seraya menyodorkan tangan mengajak bersalaman kepada istrinya Pak Hendrawan. Dia berusaha menenangkan detak jantungnya yang mendadak dag-dig-dug tak karuan. “Sonya,” balas istri Pak Hendrawan singat sambil tersenyum canggung. Debaran jantung Tante Sonya nyaris tak dapat dikuasasinya. Perasaaan kaget dan tak percaya masih mendera jiwanya. Hampir saja dia berteriak memanggil nama Gerald, andai tak segera menyadari situasi dan keadaannya. “Oke, Ger, santai aja. Silakan duduk, saya juga mau ganti pakaian dulu!” Pak Hendrawan menyadarkan keterkejutan Gerald. Suasana canggung yang terjadi antara Tante Sonya dengan Gerald pun sedikit mencair. Keduanya menyadari jika Pak Hendrawan sama sekali tak menangkap apapun dari keterkejutan mereka. “Mah, tolong buatkan kopi untuk Gerald, ya.” Pak Hendrawan bicara lembut seraya menggandeng pinggang sang istri saat mereka berjalan menuju kamar tidurnya. “Papa di mana kenal anak itu?” Tante Sonya bertanya penasaran sambil berusaha bersikap wajar. “Gerald itu mahasiswa papa, Mah. Setiap ada mata kuliah Pertambangan, pasti kami bertemu. Hanya saja, baru beberapa hari ini papa mengetahui kalau dia ternyata seorang terapis yang handal.” Pak Hendrawan bicara seraya berdiri depan pintu kamarnya. “Kayanya dia masih muda banget ya Pah, kok udah jadi terapis sih. Dari mana Papa tahu kalau dia terapis handal?” Tante Sonya makin penasaran. Dia pun sama sekali jika Gerald ternyata juga seorang terapis. “Beberapa dosen merekomendasikannya. Makanya papa ingin mencoba, sekaligus membuktikan kehandalannya itu. Mama mau nyoba dipijat juga sama dia gak?” Pak Hendrawan menatap istrinya dengan sorot mata yang sedikit berbeda. “Ih, gak ah. Masa mama dipijat sama cowok?” Tante Sonya menolak. “Hehehe, dia kan mahasiswa papa. Oh iya, Mama juga wajib tahu, Gerald itu justru malah lebih handal memijat wanita loh. Bahkan menurut para istri dosen yang sudah pernah dipijatnya, Gerald mampu membangkitkan gairah para istri yang sudah sedikit frigit. Begitu pun untuk para suaminya?” Pak Hendrawan makin gencar berpromosi. “Masa sih para istri dosen itu suka dipijat sama cowok?” Kali ini Tante Sonya benar-benar keheranan, bersamaan dengan detak jantungnya yang kian dag-dig-dug tak menentu. “Makanya coba dulu, Mah. Buktikan sendiri, siapa tahu kita pun akan kembali mendapatkan gairah dan keharmonisan seperti dulu, iya gak?” Pak Hendrawan sedikit memaksa. Sesungguh Pak Hendrawan sangat penasaran dengan testimoni beberapa koleganya yang menjelaskan jika mereka justru mendapat sensasi yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, setelah mereka dan istrinnya dipijat secara bergantian oleh Gerald. “Lihat sikon nanti aja, ya Pah. Sekarang Papa aja dulu yang dipijat, kalau menurut Papa oke, mungkin kapan-kapan mama juga mau dipijat. Kayaknya mama belum berani deh dipijat sama cowok. Apalagi di depan Papa, heheheh,” jawab Tante Sonya dengan senyumnya yang sedikit dikulum. “Oke deh. Papa ganti pakaian dulu ya, Sayang.” Pak Hendrawan memungkas obrolan dengan istrinya di depan pintu kamarnya. Dengan senyum yang masih dikulum serta pikiran yang sedikit berkecamuk, Tante Sonya segera menyiapkan makanan kecil dan dua cangkir kopi untuk Gerald dan suaminya. Sudah menjadi kebiasaan, sebelum dipijat Pak Hendrawan selalu ngajak ngopi dan ngobrol dulu sang terapisnya. Selama ini terapis yang dibawa ke rumahnya rata-rata sudah berusia tua dan beberapa diantaranya tuna netra. Sonya bahkan tidak tahu nama-nama mereka karena suaminya tidak pernah memperkenalkannya. Setelah semua siap, Tante Sonya membawa makanan kecil dan dua cangkir kopi ke ruang tamu, tempat Gerald menunggu Pak Hendrawan yang sedang berganti pakaian di kamar tidurnya. “Tante Sonya kok ada di si…?” “Sssst,” Tante Sonya segera memotong ucapan Gerald dengan meletakkan jari telunjuk kirinya di bibir mungilnya yang sedikit diomonyongkan. Memberi isyarat agar Gerald tidak banyak bertanya. “Silakah diminum, Dek!” Tante Sonya bicara seraya mengedipkan sebelah matanya pada Gerald. Dia bahkan sengaja menyaringkan suaranya agar terdengar oleh suaminya. “Terima kasih, Bu.” Gerald yang sudah bisa menangkap isyarat dari Tante Sonya pun menjawab dengan santun. “Silakan diminum dulu, Ger. Santai aja malam libur ini. Besok gak ada kegiatan kampus kan?” tanya Pak Hendrawan yang ternyata sudah berdiri di belakang istrinya. “Iya, Pak, gak ada kegiatan kok,” jawab Gerald sedikit gugup. Sudut matanya melirik pada Tante Sonya yang berdiri sejajar dengan suaminya. “Gimana Mah, mama mau dipijat gak?” tanya Pak Hendrawan pada istrinya mengulangi pertanyaan tadi, dan kini sepertinya sengaja diucapkan di depan Gerald. “Eh, mungkin lain kali aja, Pah. Kasihan terapisnya kalau mijit sekaligus dua orang.” Tante Sonya tetap menolak tawaran suaminya. Dia pun memberi kode rahasia pada Gerald. Kode yang hanya dimengerti oleh mereka berdua. “Emang gak kuat kalau mijat dua orang dalam semalam, Ger?” Pak Hendrawan meminta klarifikasi pada Gerald. “Sebenarnya gak ada masalah, Pak. Hanya mungkin akan lebih nyaman jika Bapak dulu aja yang dipijat. Bapak juga kan belum merasakan bagaimana pijatan saya. Kalau menurut Bapak cocok, nanti bisa dilanjutkan dengan memijat Ibu pada pertemuan berikutnya, bagaimana Pak?” Gerald menjelaskan panjang lebar. “Nah, itu maksud mama, Pah.” Tante Sonya mengamini ucapan Gerald dengan hati yang riang. Ternyata kode yang dia kirimkan secara rahasia, bisa ditangkap dengan sangat baik oleh Gerald. “Oke deh, memang masih banyak waktu. Kalau pun tidak malam ini kan masih bisa besok atau malam Sabtu berikutnya, Iya gak.” Pak Hendrawan menyetujui usulan Gerald dan istrinya. Tante Sonya segera meninggalkan ruang tamu. Dia benar-benar tak menduga akan bertemu kembali dengan Gerald di tempat yang sama sekali tidak diharapkannya. Sudah cukup lama Tante Sonya memendam kerinduannya pada Gerald. Dia sangat ingin bertemu dengan Gerald, namun tidak di rumahnya, apalagi ketika sedang ada suaminya. Dan yang pasti, Tante Sonya tak menduga jika Gerald mahasiswa suaminya yang sekaligus seorang terapis. Setelah menyimpan nampan di meja makan, Tante Sonya pun segera masuk ke kamarnya. “Gila! sudah hampir tujuh purnama aku kehilangan kontak Gerald, eh sekalinya ketemu malah di rumahku sendiri. Gilanya lagi dia dibawa sama suamiku ke sini. Aduuuh gimana sih ini!” umpat Tante Sonya dalam hati seraya menatap bayangan dirinya yang terpantul di cermin meja rias. Bukan kejutan namanya jika datang sesuai prediksi. Hanya itu yang kini bisa disadari Tante Sonya. Dulu Gerald pernah menjanjikan akan memberikan kejutan pada dirinya. Benarkah ini kejutan yang dimaksud Gerald? Tante Sonya sangat meragukannya karena Gerald pun justru tampak begitu terkejuat saat berjumpa dengan dirinya. ‘Apakah ini hanya kebetulan semata? Masih perlu aku cermati lebih lanjut. Jangan gegabah, sepertinya ada yang gak beres dengan semua ini.’ ‘Hmmm, jangan-jangan suamiku…’ Berjuta pertanyaan tak terjawab dan perasaan cemas juga bimbang berkecamuk dalam pikiran istri Pak Hendrawan. ‘Ah mala jadi resah begini. Mengapa Gerald harus tahu suamiku?’ ^*^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN