Tanggung Jawab!
"Aku hamil! Kamu harus nikahin aku!" ucap seorang wanita bernama Freya Adinasya. Wanita itu tampak frustasi saat melempar hasil testpack yang menunjukkan dua garis merah, tanda bahwa ia saat ini positif hamil.
Sementara pria yang duduk di hadapannya langsung meraih alat tes kehamilan tersebut dengan jemari yang gemetar.
"Freya, tapi aku belum siap jadi seorang ayah. Walaupun kita harus menikah muda, aku tetap ingin menunda untuk punya anak."
"Jadi, kamu pikir aku siap jadi seorang ibu di usiaku yang masih 21 tahun? Enggak, El. Aku juga enggak siap sama kayak kamu! Tapi, kamu harus tetap tanggung jawab, kita harus nikah dan terima kehadiran anak ini apa pun yang terjadi. Lagi pula semua ini salah kamu! Kenapa kamu enggak bisa nahan diri? Kenapa malam itu kita sampai ngelakuin itu?" Dengan bibir bergetar Freya terus meluapkan isi hatinya pada Elmer, pria yang sudah dua tahun ini menjalin kasih dengannya.
Elmer pun tertunduk lesu. Seketika dunianya terasa runtuh karena harus mendengar kabar soal kehamilan Freya yang tak pernah ia inginkan hingga sebuah ide terbesit dalam benaknya, walau ide itu terdengar sangat kejam.
Dengan perlahan Elmer mengangkat kepalanya, kembali menatap sang kekasih yang saat ini tampak menangis tersedu-sedu. "Freya, aku ngerti kesedihanmu. Tapi ... karena kita berdua sama-sama belum siap, gimana kalau kita gugurin aja kandunganmu selagi masih baru?"
Seketika tatapan mata Freya menajam, rahang wajahnya tampak mengeras dengan sebelah tangan yang mengepal erat. Beberapa saat kemudian ia menggelengkan kepala, tidak pernah terbayangkan jika ia harus membunuh darah dagingnya sendiri seperti yang ada di pikiran Elmer.
"Jangan gila kamu, El! Tega ya kamu sampai mikir buat bunuh anak kamu sendiri! Mau gimana pun dia darah dagingmu, El. Kamu yang buat dia hadir di rahimku, jadi kamu harus tanggung jawab!"
"Soal tanggung jawabnya aku enggak masalah, Freya. Aku memang akan nikahin kamu sekarang atau dalam waktu dekat ini karena aku benar-benar cinta sama kamu. Tapi ... kalau untuk jadi seorang ayah, sumpah aku belum siap."
Sorot mata Freya semakin menajam. Ada rasa kecewa yang seketika membuatnya jadi begitu marah saat mendengar apa yang dikatakan oleh kekasihnya itu. "Bukan cinta namanya kalau kamu enggak siap bertanggung jawab atas kesalahan yang udah kamu lakuin. Ok, kalau kamu memang enggak mau anak ini dan minta aku untuk melenyapkannya, aku akan ikut mati sama dia!" ancam Freya yang terdengar tidak main-main.
Freya pun segera bangkit dari posisi bersimpuh di permukaan lantai. Lalu, ia melangkah menuju balkon apartemen dengan pikiran yang sudah buntu dan gelap. Wanita itu merasa hidupnya sudah hancur dan tidak ada gunanya bertahan hidup. Jika Elmer sampai menolak untuk menikahinya, maka seumur hidup Freya akan menanggung malu dan jadi bahan gunjingan tetangga juga sanak saudara karena hamil di luar nikah. Ia tidak ingin jika kedua orang tuanya yang telah tiada dituduh gagal mendidiknya karena mereka tidak bersalah.
Kini Freya sudah berada di balkon apartemen Elmer yang terletak di lantai 25. Kakinya sudah siap melangkah melewati pagar pembatas untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat. Freya begitu yakin jika ia dan calon bayinya akan tewas seketika. Dengan begitu, Freya tidak perlu lagi memaksa Elmer yang memang tidak ingin bertanggung jawab atas kehamilannya.
"Maaf aku enggak bisa kasih kamu kesempatan buat hidup lebih lama lagi, apalagi sampai lahir ke dunia yang kejam ini! Aku lebih pilih mati sama kamu daripada kamu lahir dan hidup menderita kayak aku ...." ucap Freya dengan begitu lirihnya sambil mengusap perut yang tampak masih ramping, kemudian ia menatap ke bawah dengan tubuh yang gemetar ketakutan.
Saat salah satu kaki Freya sudah melewati pagar pembatas balkon, tiba-tiba seseorang berteriak dari belakang dan seketika menghentikan langkahnya.
"Berhenti, Freya!"
Freya menoleh ke belakang, menatap seseorang yang memanggil dan membuatnya menghentikan sejenak niatnya untuk bunuh diri.
"Siapa kamu?" tanya Freya dengan tatapan yang berkabut karena kedua pelupuk matanya dihalangi bulir-bulir bening yang menggenang.
"Freya, tolong jangan lakukan itu! Jangan melakukan hal bodoh yang bisa mengakhiri hidupmu."
"Kenapa? Apa peduli kamu? Aku memang mau pergi dari dunia ini karena aku udah dihancurin sama orang yang paling aku percaya di dunia ini!" teriak Freya yang tidak bisa mengendalikan emosinya sendiri.
"Kamu mau Elmer bertanggung jawab, kan? Dia akan menikahimu dan bertanggung jawab atas calon bayimu. Sekarang tolong mundur dan bicarakan semuanya baik-baik!"
"Kenapa harus kamu yang bilang kayak gitu? Siapa kamu dan di mana Elmer?" tanya Freya dengan air mata yang terus berjatuhan membasahi wajahnya.
Sebelum pria itu sempat menjawab, Elmer muncul dari balkon apartemen sebelah untuk menyelamatkan sang kekasih. Dengan sekali gerakan ia melompat melewati pagar pembatas dan menarik tubuh Freya untuk menggagalkan rencana bunuh diri kekasihnya itu. Setelah berhasil, tubuh keduanya jatuh terhempas karena Elmer tidak mampu menjaga keseimbangan, beruntung Freya berada di atas hingga tubuhnya tidak terbentur kerasnya lantai.
"Freya ... kenapa sih kamu nekat buat bunuh diri? Apa kamu pikir aku sanggup jalanin hidup tanpa kamu?" tanya Elmer dengan napas yang terengah-engah dan masih dalam posisi terbaring sambil memeluk Freya.
"Kamu bohong, Elmer! Untuk apa aku hidup kalau kamu minta aku buat gugurin kandunganku? Lebih baik aku mati sama bayi ini karena hidupku udah enggak ada artinya lagi!" Freya berusaha melepaskan diri dari pelukan Elmer. Kata-kata pria itu tak berhasil menenangkannya.
Setelah keduanya duduk saling berhadapan, barulah Elmer menangkup kedua sisi wajah Freya dengan telapak tangan yang terasa dingin karena sejujurnya ia begitu panik saat mengetahui Freya tidak main-main dengan ancaman bunuh dirinya.
"Aku minta maaf ya. Maaf karena perkataanku tadi. Sekarang kamu tenang ya, aku akan nikahin kamu secepatnya dan bertanggung jawab atas anak yang kamu kandung. Aku janji!" ucap Elmer yang suaranya terdengar bergetar penuh keraguan.
Freya yang mendengar itu perlahan mulai merasa tenang. Ia bersyukur karena kekasih yang telah menghamilinya mau bertanggung jawab dan berubah pikiran setelah sempat meminta untuk menggugurkan kandungannya.
"Kamu enggak lagi bohongin aku kan, El?" tanya Freya dengan sorot mata yang berbinar penuh harap.
Elmer menggelengkan kepala dan memaksa kedua sudut bibirnya untuk mengulas senyuman. "Enggak, Freya. Aku benar-benar akan nikahin kamu. Tapi, kamu harus janji sama aku, tolong jangan lakukin hal kayak tadi lagi! Aku takut banget kehilangan kamu. Fre."
"Kalau kamu mau bertanggung jawab sama anak ini, aku enggak akan berpikir buat bunuh diri lagi. Jadi ... kapan kamu akan nikahin aku?" tanya Freya yang tidak ingin Elmer menikahi terlalu lama karena khawatir kehamilannya akan diketahui orang lain.
"Secepatnya. Aku akan obrolin tentang pernikahan kita sama keluargaku."
Dalam hitungan detik Freya dapat kembali tersenyum, ia merasa lega mendengar Elmer akan segera menikahinya. Di saat Freya hendak mengatakan sesuatu, pria yang sempat mencegah niat Freya ketika hendak melompat dari balkon apartemen tersebut segera berdeham.
"Elmer, sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk saya membicarakan hal yang penting denganmu. Sebaiknya kita bicarakan di kantor saja. Kalau begitu saya pamit dulu ya!" ucap pria berperawakan tinggi dan memiliki tubuh yang kekar itu dengan bahasa formal.
Mendengar pria yang merupakan bosnya itu bicara membuat Elmer segera bangkit dari duduknya.
"Maafkan saya, Tuan. Maaf karena Tuan datang di saat kondisinya kurang tepat. Saya akan pergi ke ruangan Tuan setelah saya sampai di kantor nanti," ucap Elmer yang tampak tidak tenang saat berbicara dengan bosnya di hadapan Freya.
"El, dia siapa?" tanya Freya yang kini sudah berdiri di belakang kekasihnya.
Seketika Elmer terlihat gugup ketika ditanya tentang siapa pria yang berdiri di hadapannya saat ini. "Dia bosku, Freya."
"Oh ya ampun, maaf aku enggak tau. Maaf ya aku udah ganggu urusan kalian. Apa sebaiknya aku ninggalin kalian berdua di sini?" ucap Freya yang seketika merasa tidak enak, ia pun segera merapikan pakaiannya yang tampak lusuh.
"Tidak perlu," jawab pria itu dengan raut wajah yang terlihat dingin.
Namun, Elmer langsung mengatakan pendapat yang berlawanan dengan atasannya. "Boleh, Freya, kalau kamu enggak keberatan kamu tunggu di kamar aku dulu ya, aku enggak enak kalau harus buang waktu bosku yang udah repot-repot datang ke sini buat ngomongin urusan yang penting."
Freya sempat merasa heran saat mengetahui bahwa ada seorang atasan yang datang menemui bawahan sampai ke tempat tinggalnya. Namun, walau penasaran, Freya pun mau tidak mau langsung menganggukkan kepala untuk menuruti perkataan Elmer.
"Ok deh. Kalau gitu aku ke kamar ya!" Dengan sopan wanita itu pun pergi dari hadapan keduanya, lalu masuk ke kamar Elmer untuk menunggu mereka selesai bicara.