BAB 19 A

996 Kata
SUAMI ONLINE 19 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Kehidupan memang tidak ada yang mudah. Semua butuh proses dan perjuangan untuk bisa mencapai titik kebahagiaan sejati. Apalagi dalam sebuah pernikahan. Ujian dan cobaan akan selalu datang silih berganti. Dengan begitu, pasangan bisa memahami bahwa para makhluk bumi itu saling membutuhkan satu sama lain. Seperti Kenes yang mulai membutuhkan kehadiran Danesh saat gelisah melanda. Dirinya butuh pria yang selalu siap memeluknya kapan pun dan di mana pun ia membutuhkan ketenangan. Namun, sekarang .... Kehadiran Danesh di rumah ini justru menjadi masalah untuk warga setempat. Ini memang salahnya melupakan membuat laporan pada RT setempat saat tinggal berdua bersama Danesh. Semua proses itu terlalu cepat untuknya. Kenes yang baru saja selesai berpakaian rapi langsung berjalan cepat menuju orang-orang di ruang tamu. Ia ingin bersikap setenang mungkin meski hati merasa gugup dan gemetar. "Maaf, Pak ... ada apa ini ramai-ramai ya?" tanya Kenes sengaja ingin mendengar langsung alasan kedatangan mereka. Danesh menahan lengan sang istri agar bisa tenang menghadapi orang yang lebih tua. Kemudian mengenggam jemarinya erat. "Begini, Mbak Kenes. Saya mendapat laporan dari salah satu warga kalau Mbak Kenes tinggal berdua dengan pria yang bukan mahram. Bisa tolong jelaskan juga apa yang baru saja kalian lakukan barusan? Sebagai ketua RT, saya tidak ingin ada warga yang menyimpang dari aturan." Ucapan Pak RT membuat Kenes menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Kenes menatap beberapa warga sekilas. Seketika matanya menyipit mendapati Ratan berdiri di belakang Pak RT dengan senyum yang entah apa. Ia pasti melakukan ini dengan sengaja. "Maaf, Pak. Saya salah karena tidak melaporkan ada seseorang yang tinggal bersama selama ini. Saya lupa. Dan pria ini namanya Danesh, suami saya," jelas Kenes sembari menatap sang pria. Danesh tahu dalam sorot matanya ada setitik ketakutan. "Benar, Pak. Saya suaminya Kenes. Kami menikah karena perjodohan yang diatur oleh orang tua dan digelar secara sangat sederhana." Danesh ikut memberikan keterangan sesuai fakta. Ratan kembali diliputi perasaan ingin memancing di air keruh. "Halah! Dia bohong, Pak. Buktinya tidak ada apa-apa yang menyatakan mereka sudah menikah. Tenda pernikahan tidak pernah nampak, juga tidak ada saksi. Mereka pasti ngarang hanya untuk menutupi perbuatan m***m seperti barusan," ucap Ratan terdengar menggebu. Bahkan tangannya menunjuk ke wajah pria yang mengaku suami Kenes. Danesh menghela napas kasar. Ingin sekali rasanya memberikan pukulan bertubi-tubi pada pria yang pernah ditolak istrinya. Namun, ia masih ingin bersabar. Ia tidak mau keributan ini semakin menjadi. Sebagai lelaki sejati, Danesh tidak akan memukul orang di depan istri tercinta. Sisi liar itu akan selalu tertahan untuk tidak membuat sang wanita khawatir dan ketakutan. "Anda kalau ngomong jangan sembarangan! Saya tidak pernah m***m. Saya bebas melakukan hal apa pun terhadap Kenes karena dia istriku. Dan saya juga punya bukti pernikahannya," jawab Danesh sembari menunjuk ke arah Ratan. Meski sudah mengulur kesabarannya, tetapi emosinya tetap naik dituduh mes*m dengan istri sendiri. "Kalau ada buktinya, bisa saya lihat, Mas?" ucap Pak RT yang tidak terpancing keributan. Sudah seharusnya sebagai pengayom warga bisa bersikap bijak dan tegas. "Bisa, Pak!" jawab Danesh, lalu menatap Kenes yang mungkin masih terkejut dengan kejadian ini. "Sayang ... kamu ambil buku kecil di laci meja samping tempat tidur ya?" titah sang pria dengan suara lembut. Kenes mengangguk. Kemudian berjalan cepat ke kamar dan mengambil buku yang pernah dimasukkan dalam plastik berwarna bening. "Semoga dengan ini bisa membungkam kelakuan Ratan. Syukur dia bisa menerima kenyataan yang ada," batin Kenes saat buku nikah berada di tangan. Kenes sedikit berlari menuju kembali ke ruang tamu. Ia tidak ingin prianya dan yang lain menunggu terlalu lama. Danesh segera berbalik saat mendapati suara langkah sang istri. Ia ingin segera menyumpal mulut si biang kerok agar tidak lagi membuat emosinya memuncak. Cukup sudah ia memendam rasa sabarnya untuk melihat wanita yang menjadi separuh hidupnya merasa gelisah saat bertemu dengan Ratan–pria yang tergila-gila pada istrinya. "Ini bukunya, Mas." Kenes memberikan dengan cepat. Begitu juga Danesh yang segera membukanya. Ada debar hebat menyusup hati keduanya menatap wajah Pak RT dan beberapa warga yang berdiri di sampingnya. Sorot matanya seakan ingin mengadili perbuatan seorang terdakwa. "Silakan diperiksa buku nikah kami, Pak. Semoga bisa menjelaskan status apa yang kami jalani," ucap Danesh sembari menyodorkan sepasang buku nikah. Pak RT mengulurkan tangan untuk menerima, lalu membuka salah satu buku. Beberapa warga juga ikut melihat bukunya. Buku itu menerangkan tanggal pernikahan mereka pada hari Jumat tanggal 1 Oktober. Ratan yang ikut melihat menjadi semakin panas. Tanggal itu bertepatan setelah dua minggu penolakan dirinya. Jadi, dia menolak pria yang sudah cukup mengenalnya dan memilih menikah karena perjodohan? Ini tidak seperti Kenes yang ia kenal. "Sepertinya ini sudah menjelaskan, Mas. Maaf karena membuat istirahat pengantin baru jadi tidak nyaman," kata Pak RT setelah memeriksa buku nikah. Beberapa warga juga turut mengiakan bukti yang ada adalah benar. "Tunggu, Pak! Siapa tahu bukunya palsu? Sekarang, kan, banyak yang memalsukan buku nikah untuk menutupi hubungan," cegah Ratan berusaha menahan kebenaran. Akalnya belum mau percaya akan kenyataan yang terlihat di depan mata. Danesh dan Kenes menoleh dengan mata melebar mendengar Ratan kembali memperkeruh keadaan. Ia tidak menyangka kalau hatinya begitu terluka karena istrinya, hingga berani bertindak memalukan seperti ini. "Apa ada saksi yang menguatkan, Mas?" Pak RT kembali menengahi. Ia berniat menyelesaikan masalah ini sampai tuntas hingga semua warga merasa puas dan aman dari berbagai gosip. "Ada, Pak!" Kenes spontan menjawab karena kepalanya langsung teringat Bu Hesti. "Pas saya nikah lewat virtual kemarin ada Bu Hesti yang menemani," imbunya lagi. Pak RT terlihat manggut-manggut, tanda mengerti. Kemudian berbisik pada salah satu warga yang berada di sampingnya. "Kamu bawa Bu Hesti ke sini ya?" titahnya. Pria itu pun bergegas menemui Bu Hesti. Selama menunggu kedatangan Bu Hesti, Danesh selalu menatap sinis ke arah pria yang bernama Ratan. Kepalanya masih tidak bisa mencerna pola pikirnya. Bagaimana bisa seorang lelaki melakukan permainan konyol ini hanya karena sakit hati. Apakah hatinya sudah tidak bisa melihat banyak wanita lain di luaran sana? Bahkan mungkin lebih segalanya dari Kenes. Kenapa harus tertuju pada satu wanita yang tidak lain adalah miliknya, meskipun kehadirannya bukan yang pertama. ----***---- Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN