BAB 18 A

998 Kata
SUAMI ONLINE 18 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Cinta, satu kata yang bisa memberikan sejuta rasa dan makna dalam hati. Ada cinta yang mengubah hidup menjadi lebih baik, tetapi ada juga yang sebaliknya, berubah menjadi tidak baik Entah karena pemahaman minimnya tentang cinta, atau karena hatinya sudah dikuasai amarah. Terkadang akal tidak selalu mampu menerima kenyataan. Padahal jika mau membuka hati sedikit saja, maka sakit karena cinta bisa tidak terlalu melukai. Ya, Ratan kurang berbesar hati menerima kenyataan cintanya memilih yang bukan dirinya. Mata batinnya seolah tertutup. Setan telah menguasai jiwanya menjadi orang yang penuh dendam. Ia menatap kepergian Kenes dengan d**a memanas. Satu rencana untuk membuat pria itu ikut merasakan sakit hatinya telah tertanam dalam benaknya. "Tunggu lah, Nes ... kamu akan malu memiliki pria sepertinya," batinnya dalam hati lalu beranjak pergi melajukan motornya. Bayangan tentang kebersamaan dengan Kenes seakan menyayat hati dan jantungnya. Sakit tapi tidak berdarah. Ratan mengira canda tawanya dengan Kenes adalah sebuah cinta yang saling memberi dan menerima. Namun, nyatanya tidak sama sekali. Hanya dirinya yang merasakan cinta sendiri. Sakit? Sangat! Sementara Ratan berlalu dengan sakitnya, Danesh melepas wanitanya dengan penuh kekhawatiran. Wajah cantik istrinya masih nampak ada semburat kesedihan. Mungkin masih kepikiran tentang ucapan pria yang dulu pernah ditolaknya. "Hei, Sayang ... kamu enggak apa-apa, kan?" tanya prianya sambil memegang kedua pundak agar menatap dirinya. Kedua mata itu menyiratkan beberapa perasaan yang bisa ditebak dengan mudah. Ada rasa tidak enak, takut, kesal, dan masih banyak lagi. Kenes tersenyum tipis sebagai jawaban pertanyaan suaminya. Ia benar-benar tidak enak atas perbuatan Ratan tadi pagi. Memang benar cinta patut diperjuangkan, tetapi jika cinta itu telah melabuhkan hatinya pada orang lain, maka yang harus dilakukan adalah melepaskan dan merelakan. Bukan malah bersikap arogan yang berujung pemaksaan. Itu bukanla sifat jagoan. Danesh memeluk wanitanya sejenak untuk memberinya ketenangan. Setelah merasa cukup, ia kembali menarik diri. "Kamu enggak usah mikirin lagi ya? Nanti biar aku jemput kamu lebih awal. Biar sama-sama tenang. Nanti suruh Yuyun nenemin sampai aku datang," tuturnya lembut sembari mengecup pucuk kepala sang istri. "Kamu hati-hati ...," pesan Kenes. "Iya. Ya, udah, kamu masuk sana. Itu, dua pengawal kamu juga udah berangkat." Danesh menunjuk dengan dagunya melihat kedatangan Yuyun dan Anto. Tangan mereka saling melambai sebagai tanda berpisah untuk bertemu kembali. Kedua matanya memastikan sang pria menghilang dengan laju motornya yang kian menjauh. Setelah merasa tenang, Kenes berbalik dan melangkah menuju warungnya. Yuyun dan Anto pun sudah menunggu di depan pintu. "Wuih, Mbak Bos sekarang selalu diantar jemput," goda Yuyun. Kenes tidak menanggapi sama sekali. Ia berjalan begitu saja setelah pintu terbuka. Rasa untuk bercanda dan tertawa lenyap begitu saja. Kedua karyawan itu hanya saling pandang melihat perubahan sikap bosnya. "Mbak Bos kenapa ya, Ant?" Yuyun menyenggol lengan Anto ketika melangkah bersama ke warung. "Kamu enggak usah kepo sama urusan orang. Mungkin Mbak Bos lagi dapet," jawabnya acuh. Bahkan matanya hanya melirik sekilas. "Dapet apaan?" Yuyun mulai penasaran. Anto mengembuskan napas kasar melihat Yuyun sudah cerewet sepagi ini. Dengan malas, Anto berbalik dan berhadapan dengan wanita yang selalu ingin tahu. "Denger ya ... Yuyun yang paling cantik sewarung seblak ... mending sekarang kamu bersih-bersih warung biar siap buka. Punya mulut itu jangan cuma buat mengorek masalah orang lain. Sekali-kali buat nyanyi atau muji betapa tampannya aku," ucap Anto dengan bangga. "Ckck ...!" Yuyun berdecak sembari memalingkan wajah ke arah lain. Berani juga Anto berbangga diri di hadapannya. Namun, hatinya geli sendiri mendengar ucapan pria yang sudah menjadi partner kerjanya beberapa tahun lalu. "Kenapa? Kok, gitu? Aku memang tampan loh ...," protesnya. "Iya, tampan! Tapi kalau dilihat dari sedotan sambil manjat Tugu Lawet. Hahahaha ...." Yuyun berlalu meninggalkan Anto yang masih berdiri mematung. Suara tawanya masih terdengar di rungu pria yang sedang menggeleng tak percaya. Baginya, candaan receh seperti ini kadang diperlukan untuk menambah semangat jiwa dalam bekerja. Syukur-syukur gayung bersambut. Eaaa .... Kenes menarik bibirnya sedikit mendengar karyawannya bercanda. Jika bersama mereka hati yang sedih pun bisa terobati. "Nah, gitu dong ... Mbak Bos senyum," ucap Yuyun yang sudah berdiri di samping Kenes. "Apaan sih, Yun ... dari tadi juga senyum," elak Kenes. Yuyun memilih fokus bekerja. Ia tidak ingin terlalu ikut campur masalah apa yang membuat senyum Mbak Bos-nya meredup. Mungkin dengan berpura-pura sibuk, hati yang gundah gulana bisa mereda dan sedikit melupakan masalah yang ada. Ketiga orang itu sibuk sampai waktu tidak memberinya istirahat walau semenit saja. Orang-orang yang datang silih berganti membuat Kenes melupakan ucapan Ratan, pria yang tengah tertutup mata hatinya. Karena keadaan warung yang semakin ramai, Kenes memutuskan untuk istirahat bergiliran. Satu orang diberikan waktu tiga puluh menit. Biar semua pekerjaan bisa terselesaikan tanpa menunggu. Kenes mendapat waktu istirahat terakhir. Yuyun tidak tega melihat Mbak Bos bolak-balik dapur–warung, kakinya pasti lelah. Jadi, ia memutuskan merelakan waktu yang tersisa untuk menggantikannya. "Mbak Bos istirahat dulu ... biar saya yang meneruskan," titah Yuyun. "Beneran, Yun? Kebetulan sekali, rasanya udah sedikit lelah. Ya, udah, aku istirahat di samping dapur dulu ya?" ucap Kenes sembari menyeka keringat di dahinya. "Iya. Mbak Bos santai aja. Lagian Anto juga tidak kalah gesit," jawabnya sambil melihat ke arah pria yang sibuk memasak seblak. Kenes memang sengaja membekali semua karyawannya bisa membuat seblak. Hal itu dimaksudkan untuk saling berganti peran. Jadi, semua pekerjaan bisa saling merasakan. Tidak ada istilah saling iri karena tugas yang itu-itu saja. Duduk selonjoran di bangku panjang samping dapur, membuat rasa lelah sedikit berkurang. Tangannya berkali-kali mengusap kakinya yang berdenyut karena berjalan terlalu lama. "Ah, andai di sini ada Danesh ... pasti dia akan menawari pijatan," lirihnya. Ketika mengingatnya sebentar, membuat Kenes ingin menyapa sang pria lewat pesan untuk menghilangkan rasa lelah. Ini lebih baik daripada tidak ada nutrisi penyemangatnya sama sekali. Tangannya mengambil ponsel yang tersimpan dalam sakunya. Kenes membuka aplikasi hijau dan mulai menarikan jemarinya. Kenes [Mas ... kangen.] Emoji mata berkaca-kaca terselip di akhir pesan. Entah kenapa hatinya mendadak merindukan sosok Danesh di dekatnya, memeluknya lagi dan lagi. Cinta yang mulai bersemi kenapa harus diterpa angin kencang. Walaupun kelopaknya tidak berguguran, tetapi tangkai berayun tak tentu arah. ------***------ Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN