"Lo mau minum apa?" Kelly bertanya dengan kepala yang menyembul masuk ke dalam jendela mobil biru metalic milik Arka. Hari ini mereka sedang melepas penat dari jadwal mereka yang terlampau padat.
"Terserah," jawab Arka acuh tak acuh dan diangguki Kelly untuk menungguinya. Ia lantas menarik kembali keluar dari dalam mobil, lalu pergi meninggalkan Arka yang memang sedang asyik berkencan dengan layar ponselnya.
Kronologi Pengemudi Prius Seret Polwan Cantik di Jalur Busway
Bibir Arka menyunggingkan senyum tipis saat netranya tak sengaja membaca berita hangat tersebut.
Orang gila. Segitu Polwan , apalagi orang biasa?
Tanpa sadar, sambil terus-menerus mengklik berita tentang polwan cantik itu.
JAKARTA, KOMPAS.com - Veroga Cristiano, pengemudi Prius C One Hatchback yang menyeret AKP Reina Bulan Selkasa di jalur bus transjakarta di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, unit satuan terbang Polres Jakarta Barat, Senin (02/07/2018).
Reina Bulan?
Arka sempat termenung. Namun, tak berapa lama, ia langsung sadar.
Ya Allah, Bulannya Arka?
Dengan wajah rumit dan gemetar tangan, Arka kembali memfokuskan penglihatannya pada layar ponsel yang menunjukkan kelanjutan berita tentang Reina tersebut.
Insiden ini berawal saat Reina disetujui lalu lintas pada Kamis (28/6/2018). Sekitar pukul 15.30, mobil Prius C One Hatchback B 17 VC yang dikendarai Vero melintas di jalur transjakarta.
Karena ada yang memutuskan, Reina menghentikan mobil tersebut untuk menyelesaikan kelengkapan surat-suratnya.
Saat mobil sudah berhenti, Kirim Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) ke sang polisi.
Namun, Reina berusaha mengambil STNK tersebut, Vero langsung memegang tangan kanan Reina seraya menjalankan mobilnya.
Bentuk melawan Vero tersebut, Reina terseret hingga 10 meter dan memperbaiki luka memar serta patah pada tangan kirinya.
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Yayat Rony Ega Putra mengatakan, tindakan Vero masuk kategori melawan petugas.
"Dia dengan sengaja, saya ulangi dengan sengaja, malah mau mencelakakan polisi yang lalu lintas yang saat ini sedang berkomunikasi," ucap Rony.
Atas kejadian tersebut, Vero dikenai Pasal 213 KUHP dengan hukuman penjara tahun penjara.
Polisi juga masih mengkaji apakah tindakan Vero melawan petugas masuk dalam kategori penganiayaan atau tidak.
Tak hanya itu, setelah polisi melakukan tes urine, Vero terbukti mengonsumsi ekstasi dan sabu. Atas temuan ini, polisi melakukan pengembangan lebih lanjut. Saat ini, Vero diambil di Mapolres Jakbar.
Sialan! Berani-beraninya lo nyakitin dia!
Genggaman tangan Arka di ponselnya mengetat.
Gue tau akhir-akhir ini gue sering nyakitin hati dia. Tapi, engga harus dengan fisiknya juga!
Arka memejamkan mata, ia mencoba menenangkan hati dan berpikirnya sendiri, dengan beristighfar meminta bantuan sang Maha Kuasa. Ia tak mau Bulannya kenapa-napa. Cukup senang yang ia sakiti, jangan fisiknya.
Saat ia terus bergumam, Kelly entah kapan saja duduk di sebelahnya.
"Kenapa?" tanyanya.
Arka menoleh dengan wajah raut yang tak terbaca.
"Kita pulang, ya."
Kelly mengernyit. Pun melihat perubahan sikap Arka, ia akhirnya memutuskan untuk mengangguk. Pasti ada yang gak beres, pikirnya.
Arka segera menstater mobil biru metalic miliknya. Ia harus bertemu dengan Bulannya. Ia harus mengobati lukanya. Ia harus membantu menyiapi keperluannya. Ia harus-- arghhh !!! Penting, ia harus melihat langsung keadaannya.
"Ka?" panggil Kelly pelan.
Arka tidak menunjukkan tanda merespon.
"Arka?"
Arka tetap tidak merespons. Ia terlalu kalut dengan pikiran yang akan membahayakan Bulannya.
Kelly menyerah, ia menghela napas. Jika sudah begini, ia mesti diam, sampai pilot itu sendiri yang mau menceritakannya.
.
.
"Aku bisa sendiri, Shal!" Suara Reina sudah mulai terdengar tidak bersahabat. Sejak tahu Reina - Komandan kesayangannya dilarikan ke rumah sakit, Marshal - sang mitra , tidak henti-hentinya menyuruh Reina untuk tidak melakukan hal ini dan itu.
Marshal menggeleng.
"Engga, Ndan. Tangan kiri kamu patah, aku tidak mau tangan kanan kamu juga--"
"Ini tanganku, Marshal! Lagian tanpa tangan kiri juga, aku masih mampu melakukan hal-hal yang aku mau."
Marshal terdiam. Jika komandannya sudah ketus seperti ini, ia memang tidak bisa melakukan apa-apa. Ucapnya adalah titahnya.
Akhirnya, dengan langkah yang masih tertatih-tatih, Reina bisa berjalan ke luar dari dalam kamar inapnya, ditambah bonus tidak diganggu oleh seorang Ipda Marshal Abimanyu. Namun, sepertinya itu bisa berlangsung lama, karena saat melangkah menuju ujung lorong, ia malah kembali diteriaki oleh Marshal.
"Ndan, jangan lari-lari, dong! Aku kan jadi susah ngejarnya."
Reina menghela napas, ia berusaha bangkit kembali. Marshal memang ngajak beradu otot.
"Kamu tuh mau ngeledek aku apa gimana? Udah tau buat jalan aja susah, eh ini malah ngomong jangan lari-lari."
Marshal tertawa.
"Ya, bercanda kali, Ndan. Lagipula sekali-kali menyegarkan lah. Jangan marah-marah terus."
Reina berdecak, memutar bola mata malas.
"Aku tuh lagi laki-laki bercanda, Marshal. Dan juga, tidak ada judulnya, menyegarkan dengan lawakan seperti itu."
Reina yang masih dijahit, kembali diselesaikan langkahnya. Ia tidak peduli dengan Marshal yang cemberut karena kena bentakannya. Ia berjalan sambil memegangi tiang infusnya.
Aman ? pikirnya. Marshal tidak mengikuti. Namun, sepertinya ketidakberuntungan malah berpihak beruntung. Ia lupa bahwa tiang infus memiliki banyak roda, mau tau mau tunda yang memang tidak awas, menghuyungnya ke depan.
"Masih sakit. Tapi, bisa keluyuran, ya?" tanya seseorang saat berhasil membicarakan bahunya dengan cepat.
Siapa ?
Ragu-ragu Reina memutuskan untuk mendongak. Terlihat mata Arka yang tajam sedang diangkat.
"Kenapa? Aneh lihat aku di sini?"
Reina membuang muka, menggigit bibirnya gugup.
Udah jauh-jauh dateng ke sini, malah buang muka , pikir Arka.
Reina menggerakkan-gerakan bahunya agar terlepas dari cengkraman tangan Arka. Ia harus pergi. Arka tidak boleh berlama-lama di sini.
"Aku gak akan lepasin kamu. Sampai aku bisa mengatur sendiri jika kamu tidak keluyuran."
Reina merapalkan doa dalam hati. Untuk sekarang, ia benar-benar tidak bisa dihindari. Arka dengan segera merangkul dengan erat bahunya. Berbalik berputar Arah menuju ruang rawat inapnya.
"Kamu perlu banyak istirahat. Duduk. Badan sakit tuh jangan dibiasakan keluyuran."
Arka Bantu Bulannya naik ke ranjang.
"Masih mending cuma memar. Coba, kalau tangan yang cuma lagi ikut ikut, memang mau?"
Reina menatap wajah Arka horor. Mengedikkan bahu seraya meringis kecil. Ia ngilu membayangkan. Pun Arka malah salah menanggapinya.
"Kenapa? Sekarang menggigil? AC-nya perlu dimatikan? Aku bilang juga apa, kalau sakit ya jangan dibiasakan keluyuran. Apa gunanya coba? Sembuh engga. Nambah sakit, iya."
Ia rasa Arka bukan menawarinya, lelaki itu malah terlihat sedang menakut-nakutinya.
"Mau diambilkan sesuatu?" tawar-menawar Arka.
Seperti kembali pada alam bawah sadarnya, Reina mengerjap. Seharusnya tidak perlu menanggapi lelaki itu.
"Maaf. Lebih baik kamu pulang. Aku tidak mau kesalahpahaman terjadi di sini."
Arka terperjat kaget. Bulannya mulai dihindari diri lagi.
"Aku bisa melakukannya sendiri. Terima kasih atas bantuannya sedari tadi."
Tergugu. Arga menatap Reina nyalang.
Reina? Bulannya Arka? Reina sengaja, 'kan buat Arka marah?
"Tolong."
Arka tersenyum kecut. Keras juga membentuk Bulannya. Dengan berat hati, Arka akhirnya meninggalkan Reina yang belum dikembalikan sepenuhnya.
▪▪▪